Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ANTARA FOTO/R. Rekotomo

Makassar, IDN Times - Tepat hari ini, Tentara Nasional Indonesia sudah menginjak umur ke-74. Lebih dari tujuh dekade mendampingi perjalanan negeri, TNI berulang kali hadir dalam saat-saat genting. Mereka pun memiliki peran krusial dalam perang mempertahankan kemerdekaan dari medio 1945 hingga 1949.

Jejak awal militer di Indonesia sebenarnya bisa ditelusuri hingga ke Koninlijk Nederlands Indisch Leger (KNIL), unit militer Hindia-Belanda. KNIL memiliki peran tak langsung lantaran melahirkan perwira-perwira yang akan berjuang untuk TNI di masa depan. Ada pula sumbangan pusat-pusat pelatihan, sekolah dan akademi yang merekrut pemuda-pemuda lokal.

Selain itu, perjalanan panjang TNI juga diwarnai sejumlah pergantian nama hanya dalam jangka waktu lima tahun. Berikut ini IDN Times menyajikan secuplik kisah cikal bakal militer Indonesia tersebut tumbuh bersama Republik yang masih muda.

1. Badan Keamanan Rakyat (22 Agustus 1945 - 4 Oktober 1945)

Mabes ABRI - Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI - Repro. Buku "40 Tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia"

Kurang dari sepekan setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 22 Agustus 1945, Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan pembentukan tiga badan wadah rakyat mengerahkan potensi perjuangan. Badan tersebut antara lain Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Dalam buku "Sejarah TNI Jilid I, 1945-1949" (2000), BKR adalah bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang sebelumnya Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP). BPP sudah eksis sejak masa pendudukan Jepang dan bertindak sebagai pemelihara kesejahteraan anggota dua unit militer Dai Nippon yakni Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho.

Berselang sehari setelah Soekarno menyatakan kemerdekaan Indonesia, Jepang memutuskan PETA dan Heiho dibubarkan. BPKP pun diberi wewenang menampung semua bekas anggotanya. Namun masa menganggur mereka tak berjalan lama. Sidang pertama PPKI 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan Tentara Kebangsaan, yang kemudian menjadi BKR.

Dalam pidato tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengimbau pemuda-pemuda mantan PETA, Heiho, Kaigun Heiho, dan organisasi semi-militer lainnya untuk bersiap-siap mendapat panggilan negara. Sayangnya, sulitnya penyebaran informasi saat itu membuat pesan sang Proklamator hanya didengar sebagian daerah. Namun, pemuda-pemuda di Aceh dan Palembang mendirikan unit tentara sendiri dengan misi tak jauh berbeda dengan BKR.

2. Tentara Keamanan Rakyat (5 Oktober 1945 - 7 Januari 1946)

Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures

Pada 2 September 1945, Kaisar Hirohito resmi menandatangani perjanjian menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Pemerintah Indonesia yang belum seumur jagung mencium gelagat Belanda akan kembali menancapkan kuku di bekas koloninya selama tiga abad. Mereka pun bergerak cepat dengan menerbitkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945.

Bekas Mayor KNIL, Urip Sumoharjo, dipanggil ke Jakarta. Wakil Presiden Mohammad Hatta melantiknya sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. Dengan Markas Tertinggi TKR berada di Yogyakarta, Letjen Urip diberi tugas penting yakni membentuk tentara.

Per tanggal 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengangkat Supriyadi, pemimpin pemberontakan PETA di Blitar pada 4 Februari 1945 sebagai Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi yang bersangkutan tak pernah menghadap pimpinannya hingga dua pekan berselang. Nasibnya tak tentu rimba, ia hilang bak ditelan bumi. Alhasil pos Menteri Keamanan Rakyat dioper ke Muhammad Soeljoadikusuma. Padahal Supriyadi akan menjadi menteri termuda sepanjang sejarah Indonesia lantaran waktu itu masih berusia 22 tahun.

Tanpa Supriyadi, praktis TKR tidak memiliki pimpinan tertinggi. TKR melakukan konferensi di Jogja pada tanggal 12 November 1945. Hasilnya adalah pengangkatan Kolonel Sudirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR. Pemerintah Republik Indonesia melantiknya pada tanggal 18 Desember 1945 dan menaikkan pangkatnya menjadi Jenderal.

3. Tentara Keselamatan Rakyat (8 Januari 1946 - 25 Januari 1946) lalu Tentara Republik Indonesia (26 Januari 1946 - 2 Juni 1947)

IPPHOS (Indonesia Press Photo Service)

Lantaran tugas pokok yang semakin luas dan konfrontasi dengan Belanda kian gawat, pemerintah Indonesia menerbitkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 pada 7 Januari 1946. Nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Begitu pula Kementerian Keamanan Rakyat ke Kementerian Pertahanan.

Maklumat kembali diterbitkan pada 26 Januari 1946 melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD 1946. Pemerintah menyempurnakan organisasi tentara menurut standar dengan lagi-lagi mengubah nama Tentara Keselamatan Rakyat ke Tentara Republik Indonesia (TRI). Turut dibentuk pula Panitia Besar Penyelengaraan Organisasi Tentara untuk mewujudkan sekaligus mengemban misi dari pemerintah.

Hasil kerja panitia ini tiba di meja kerja Soekarno pada tanggal 17 Mei 1946. Hal-hal yang diajukan seperti rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kemampuan logistik persenjataan hingga rantai komando, peralihan TKR menjadi TRI dan semua kota yang menjadi basis laskar-laskar dan barisan-barisan serta badan perjuangan rakyat.

Dengan kata lain, panitia ini butuh waktu hanya tiga setengah bulan untuk mendata seluruh pejuang --baik dalam barak atau yang sedang bergerilya di hutan rimba-- yang tersebar di penjuru negeri. Kerja melelahkan ini diikuti rancang rantai komando yang membujur dari basis di daerah hingga pusat. Jika sebelumnya bergerak sendiri-sendiri, mereka akan disatukan dalam satu payung bernama TRI.

Puas dengan kerja panitia tersebut, Presiden Soekarno pada 25 Mei 1946 mengangkat para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Panglima Besar Jenderal Sudirman mengucap sumpah anggota pimpinan tentara sebagai perwakilan semua personel yang tak sempat hadir di Istana Merdeka, Jakarta.

4. Tentara Nasional Indonesia (3 Juni 1947 - Sekarang)

Nationaal Archief

Namun, tugas menyempurnakan tentara belum selesai sampai di TRI. Rupanya, masih banyak laskar-laskar dan organisasi perjuangan rakyat bergerak secara mandiri. Aksi-aksi mereka rupanya dianggap tak menguntungkan bagi perjuangan mengusir Belanda. Di medan tempur acapkali terjadi salah paham antara TRI dengan para gerilyawan tanpa komando tersebut.

Demi mencegah hal tersebut berubah jadi kian gawat, pemerintah lagi-lagi hendak menghimpun laskar-laskar tersebut ke dalam satu wadah. Di tanggal 15 Mei 1947, Presiden Soekarno menetapkan penyatuan badan dan laskar perjuangan mandiri bersama TRI menjadi satu organisasi tentara yang masif lagi terorganisir.

Penyatuan tersebut resmi berlaku pada 3 Juni 1947, dan wadah tersebut diberi nama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Turut ditetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Sudirman dilantik sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya antara lain Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.

Ketetapan tersebut juga menyatakan semua satuan Angkatan Perang dan laskar yang sudah terintegrasi ke dalam TNI, wajib taat dan patuh pada segala perintah dari pucuk pimpinan, yakni Soekarno sebagai Presiden dan Sudirman sebagai Panglima Besar. Selanjutnya, tak ada lagi pergantian nama militer tertinggi Indonesia setelah 3 Juni 1947.

Dirgahayu TNI!

Editorial Team