Baciraro Olah Sampah Plastik di Sulut Jadi Produk Bermanfaat

Produk berupa aksesoris, furnitur, dan bahan bangunan

Manado, IDNTimes – Sampah masih terus menjadi permasalahan klasik di Sulawesi Utara (Sulut). Meski beberapa kepala daerah telah memasukkan penanganan sampah dalam program utama, masyarakat masih banyak yang belum tergerak turut menangani sampah.

Hanya ada beberapa komunitas yang fokus dalam penanganan sampah di Sulut, seperti, KPAB Elang Tompaso, KPA Likupang, hingga Sea Soldier Sulut. Di sisi lain, tahun 2020 muncul perusahaan start-up bernama Baciraro yang fokus dalam pengolahan kembali sampah-sampah (recycle) yang ada di Sulut.

Baciraro saat ini tengah membangun ekosistem pengelolaan sampah bertanggung jawab. “Jadi model bisnisnya sebenarnya bagaimana edukasi tentang pemilahan sampah di masyarakat. Kemudian sampah yang sudah terpilah bersih itu bisa dijemput oleh Baciraro menggunakan platform saat ini, yaitu grup WhatsApp. Jadi siapa saja yang ingin bergabung menjadi mitra baciraro bisa bergabung dalam platform itu, dan kita secara reguler menjemput ke sumber-sumber timbulan,” terang CEO Baciraro, Marlon Kamagi, Minggu (12/6/2022).

1. Baciraro memiliki 7 unit bank sampah di beberapa daerah

Baciraro Olah Sampah Plastik di Sulut Jadi Produk BermanfaatProses pencacahan sampah plastik menggunakan mesin pencacah di studio Baciraro, Minggu (12/6/2022). IDNTimes/Savi

COO Baciraro, Claysius Lalamentik, mengatakan Baciraro memiliki kurang lebih 7 unit bank sampah di beberapa daerah. Tiga unit bank sampah di Tompaso, Minahasa; 1 unit di Serawet, Likupang; 1 unit di Bitung; 1 unit di Minahasa Utara, dan 1 unit di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk memudahkan pengangkutan, Baciraro memilih Tondano, Minahasa, sebagai tempat pengelolaan sampah karena letaknya berada di tengah-tengah lokasi pengambilan sampah.

Setiap bank sampah memiliki kapasitas berbeda-beda. Clay menyebut, setiap nasabah menyetor sampah yang sudah dipilah setiap seminggu sekali atau seminggu dua kali ke unit bank sampah. Kemudian, Baciraro mengangkut sampah-sampah tersebut setiap sebulan sekali menggunakan mobil pick-up atau truk.

Di unit bank sampah di Likupang sendiri sudah ada 400 kg dalam waktu 3 minggu terakhir. Sedangkan di Bitung, kapasitasnya sudah lebih dari 1 ton.

“Kalau yang di Minahasa belum karena masih proses penjajakan. Di masyarakat terkendala edukasi jadi tentunya itu hal yang paling kritis. Belum semua masyarakat mengumpulkan dan memilah sampah, otomatis kami tunggu selama 2 bulan mungkin sudah ada pengumpulan sampah dari nasabah sendiri,” jelas Clay.

Baciraro kemudian akan membeli sampah plastik dari unit bank sampah yang ada untuk mendukung operasional dan mengembangkan kapasitas bank sampah itu sendiri agar tetap berkelanjutan.

2. Bekerjasama dengan komunitas dan beberapa mitra

Baciraro Olah Sampah Plastik di Sulut Jadi Produk BermanfaatCOO Baciraro, Claysius Lalamentik. IDNTimes/Savi

Selain unit-unit sampah tersebut, Baciraro juga bekerjasama dengan beberapa komunitas seperti Sea Soldier Sulut, KPAB Tompaso, KPA Likupang, serta Lensa Jaya dan Yayasan Suara Nusantara di Lombok Utara. Di sisi lain, Baciraro juga bekerjasama dengan perusahaan raksasa seperti Danon untuk pengolahan sampah plastik.

Kini, Baciraro memiliki puluhan mitra baik dalam bentuk donatur maupun nasabah. Donatur sampah merupakan mitra yang memberikan sampahnya yang sudah dipilah secara sukarela ke Baciraro. Sebagai bentuk pertanggunngjawaban, Baciraro akan memberi data ke para donatur terkait jumlah sampah yang sudah disumbangkan. Sedangkan nasabah adalah mereka yang menjual sampah plastiknya ke Baciraro dengan harga Rp 1.500-Rp 2 ribu per kilogram.

“Di Manado, kami sudah memiliki kurang lebih 20 mitra dalam bentuk nasabah. Sedangkan di Minahasa sudah ada 19 UMKM yang sampahnya kami serap. Di Minahasa sendiri kami targetkan ada 300 mitra untuk tahun ini,” sambung Clay.

Tak hanya itu, Baciraro bekerjasama dengan lebih dari 40 kafe di Bitung dan sekitar 5 kafe di Minahasa Utara.

3. Olah hingga 200 kg plastik dalam sehari

Baciraro Olah Sampah Plastik di Sulut Jadi Produk BermanfaatBaciraro mengolah 100-200 kg sampah plastik menjadi produk bermanfaat, Minggu (12/6/2022). IDNTimes/Savi

Sampah plastik yang dikumpulkan Baciraro pun cukup spesifik, yaitu jenis HD (high density polyethylene) dan PP (polypropylene) yang saat ini dikelola menjadi aksesoris, furnitur, dan batako plastik. Jenis-jenis plastik tersebut saat tiba di studio pengolahan akan dipilah kembali berdasarkan warna dan jenis plastiknya.

Setelah dipilah, plastik akan dicacah dalam mesin cacah biasa, kemudian dimasukkan ke mesin cacah pro agar hasilnya lebih halus. Setelah dicacah, serpihan plastik yang halus akan dimasukkan ke dalam mesin ekstruder untuk dilelehkan dan dicetak menjadi bahan baku yang diinginkan.

Dalam sehari, Baciraro bisa mengolah 100-200 kg plastik untuk berbagai macam produk. Saat ini, Baciraro tengah fokus menyelesaikan pembuatan batako plastik yang telah dipesan perusahaan Jerman untuk pembuatan mandi cuci kakus (MCK) dan bangku di Likupang, Minut.

“Dalam satu cetakan batako plastik yang besar bisa mengolah 1,5 kg plastik jenis HD dan PP, cetakan berukuran sedang bisa mengolah 1 kg plastik, dan cetakan yang kecil kurang lebih 0,7 kg plastik,” ucap Clay.

4. Meski dari sampah plastik, ketahanan produk telah teruji

Baciraro Olah Sampah Plastik di Sulut Jadi Produk BermanfaatCOO Baciraro, Claysius Lalamentik, menguji ketahanan penyangga atap yang berasal dari sampah plastik, Minggu (12/6/2022). IDNTimes/Savi

Produk yang dihasilkan Baciraro telah diuji di salah satu universitas di Jerman. Uji kelayakan produk tersebut mencakup uji tarik, uji bakar, uji ketahanan, dan lain-lain. “Produk kami tahan panas, tahan rayap, dan tidak lapuk, sehingga cocok digunakan di daerah pantai seperti Likupang,” sambung Marlon.

Meski begitu, jika produk patah, pengguna bisa menyerahkannya kembali ke Baciraro untuk diperbaiki dengan cara dicacah, dilelehkan, dan dipadatkan kembali menjadi produk yang sama. Perbaikan ini tak hanya berlaku bagi produk yang rusak, tetapi juga bagi pengguna yang bosan dengan warna produk.

“Fokusnya kami mengejar bagaimana produk bisa berkelanjutan dan bisa dimanfaatkan kembali tanpa membuang bahan baku,” tutur Clay.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya