Viral, Kisah 2 Mahasiswa Makassar Karantina Mandiri di Gubuk Empang

Sumber insipirasi demi mencegah penularan COVID-19

Makassar, IDN Times - Netizen belum lama ini dibuat kagum dengan curhatan mahasiswa kakak beradik yang mengisolasi diri secara mandiri di sebuah gubuk empang di kampung halaman mereka. Kisah inspiratif itu datang dari Desa Tappilina, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat.

Keduanya adalah Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi (26) dan adiknya Tri Buana Lestari Sutandi (20). Mereka adalah mahasiswi dari dua kampus berbeda di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dwi, sang kaka merupakan mahasiswi Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia (UMI), sementara adiknya kuliah di Fakultas Saintek, Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar.

Kepada sejumlah jurnalis saat dikonfirmasi, Senin (6/4), Dwi menceritakan, perjalanan awal sehingga dia dan adiknya mengisolasi diri.

Pada Rabu dini hari tanggal 1 April 2020 lalu, keduanya tiba di Mamuju, Sulbar. Namun sesaat sebelum masuk ke kampung, sang ayah, kata Dwi, menelepon agar tidak langsung ke rumah. Melainkan, menuju ke gubuk di empang miliknya di Desa Kabunung, Kecamatan Karossa.

Lokasinya berjarak 30 kilometer dari desa tempat tinggal mereka. Penyampaian orangtua yang tak lain adalah kepala desa setempat, dipahami keduanya sebagai sebuah isyarat untuk menahan diri bertemu agar dapat saling mencegah penularan virus corona (COVID-19). "Bapak punya alasan, kalau kita sebagai contoh," kata Dwi.

1. Memutuskan untuk pulang kampung setelah bertahan di kos mereka di Makassar selama sebulan

Viral, Kisah 2 Mahasiswa Makassar Karantina Mandiri di Gubuk EmpangFB Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi. IDN Times/Istimewa

Keduanya merupakan masiswi angkatan 2017 dan 2018. Selama masa pandemi COVID-19, mereka telah melalui serangkaian proses belajar secara online. Sebagaimana anjuran pemerintah setelah kampus dan berbagai lembaga pendidikan lainnya diliburkan.

Sebelum berpikir untuk pulang kampung, keduanya telah menerapkan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak. Di dalam kos pun selama di Makassar, kakak beradik ini kerap menjaga kesehatan satu sama lain agar tidak terpapar wabah virus. "Kami di kos satu bulan sosial distancing," ucap Dwi.

Selama menerapkan pola hidup sehat di Makassar, mereka kerap berkomunkasi dengan orangtuanya, untuk sekadar menghilangkan kekhawatiran. Mereka meyakinkan orangtua bahwa kondisi mereka baik-baik saja. Sesuai instruksi sang ayah, setibanya di kampung, mereka langsung melanjutkan perjalanan ke gubuk di empang, untuk melakukan isolasi mandiri.

Kisah isolasi mandiri di tengah situasi pandemi Covid-19, dibagikan langsung di laman Facebook pribadinya, Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi, sejak Kamis (2/4) lalu. "Kami bukan camping atau berwisata tapi kami adalah anak mahasiswi yang sedang pulang kampung tapi kami diisolasi ke gubuk empang, bagi yang sedang mudik sayangi keluarga anda, jangan terlena hanya karena rindu keluarga, jaga jarak dan isolasikan diri anda ini untuk kebahagiaan bersama, amin," tulis Dwi diakun FB miliknya.

2. Berbagi kisah inspiratif selama masa karantina mandiri 14 hari

Viral, Kisah 2 Mahasiswa Makassar Karantina Mandiri di Gubuk EmpangFB Dwi Reskiyah Fajriyanti Sutandi. IDN Times/Istimewa

Di gubuk empang, keduanya kerap membagikan kisah inspiratif. Tujuannya agar, kisah mereka bisa dijadikan sebagai edukasi bagi siapapun warga yang hendak pulang kampung dan melepas rindu kepada orang-orang terdekat. Khususnya keluarga, di tengah situasi pandemi COVID-19.

Per Senin (6/4), merupaka hari keenam mereka melakukan karantina mandiri di empang. Mereka mesti menunggu kurang lebih delapan hari ke depan agar isolasi mandiri berakhir. Meski pun keduanya sama sekali tidak terpapar, namun mereka sadar pentingnya langkah pencegahan agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

"Karantina mandiri selama 14 hari. Itu kata bapak. Kami berdua enjoy, karena memang sudah terbiasa hidup di alam bebas. Maklum kami berdua dulu adalah anak pramuka. Inilah salah satu hasil kegiatan ekstrakulikuler. Jadi buat para orangtua jangan larang anaknya untuk kegiatan ekstrakulikuler. Setiap keadaan usahakan berpikir positif karena pikiran positif akan menghilangkan aura negatif. Semangat karantina mandiri," ucap Dwi di postingan lainnya.

3. Bagaimana mereka melewati proses karantina mandiri di gubuk berukuran 3 kali 2 meter

Keduanya menikmati proses karantina yang sudah berjalan enam hari di gubuk berukuran 2 kali 3 meter itu. Mereka juga membagikan aktivitas lainnya selama masa karantina agar tidak bosan. Intinya, kata Dwi, beragam aktivitas bermanfaat dilakukan. Salah satunya dengan memberi makan ikan-ikan di lokasi empang.

Dwi bercerita, bahwa selama di Makassar, mereka bahkan mengaku cukup kesulitan dalam memperoleh lauk untuk makan. Mengingat, pemerintah saat itu, telah menerapkan imbauan agar membatasi aktivitas di luar rumah. Namun, kata Dwi selama masa karantina di kampung, mereka bahkan kelimpahan ikan.

"Lauk dapat di dekat rumah, kan saya tinggal di gubuk empang, saya mancing di empang, dan pasang pukat tapi bapak yang pasang pukat, sayur dan beras dari mama di kampung, saya masak sendiri," jelas Dwi kepada IDN Times melalui pesan Whatsapp, Senin malam.

Di sisi lain kata Dwi, mereka memanfaatkan fasilitas sederhana di empang. Bahkan untuk sekedar mandi hingga buang air. Untuk penerangan ketika malam hari, mereka menggunakan lilin. Begitu pun dengan sarana komunikasi, handphone tetap digunakan karena di lokasi itu jaringan telepon cukup bagus.

"Kami titip cash di rumah penduduk yang jarakanya 3 kilometer. Penerangan pakai lilin dan senter gas," cerita Dwi. 

"Kami karantina bukan karena kami punya gejala atau sakit tapi kami lakukan karantina mandiri di gubuk empang yang jauh dari pemukiman karena kami dari tempat yang sudah ada terinfeksi virus corona. Selama di Makassar kami juga melakukan social distancing. Jadi sebenarnya kami tidak punya masalah dengan covid-19. Kami lakukan ini karena kami sayang dengan keluarga dan semuanya," tulis Dwi kembali.

Dwi dan adiknya berharap, masa karantina ini segera berlalu dan mereka dapat kembali berkumpul dengan orang-orang tersayang di dalam keluarga. Kisah ini diharapkan bisa menjadi pelajaran agar masyarakat bisa lebih sadar untuk melakukan langkah pencegahan lebih awal.

"Menghadapi pandemi covid-19, kita bukan hanya perlu berikhtiar dan bertawakal, kita juga perlu makan agar kuat menghadapi kenyataan bahwa jauh dari keluarga bahwa yang biasanya kami kumpul di meja makan, sekarang kami makan di gubuk dan di pinggir empang. Jadi bersyukurlah keluarga yang sedang makan siang bersama keluarga. Semoga kami berdua juga bisa segera selesai masa karantina kami dan kami berkumpul makan bareng keluarga di meja makan," tulis Dwi.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya