Rektor UIN Alauddin Makassar: Kontroversi Ahmadiyah Sudah Selesai! 

Saatnya untuk membangun kerjasama dan perdamaian

Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof Dr Musafir Pababari MSi menilai kontroversi Ahmadiyah sudah selesai. Sekarang saatnya untuk semua ormas dan komponen bangsa bekerjasama untuk bisa terus berkembang.  

Hal ini disampaikan Musafir saat membuka Seminar Nasional "Islam Agama Perdamaian: Merawat Kerukunan, Keragaman dan Persatuan" dalam rangka Milad ke-53 UIN Alauddin Makassar, Kamis (7/11) kemarin di Aula UIN Alauddin. 

Selain itu, banyak hal lain yang disampaikan Musafir mengenai keberadaan Ahmadiyah. 

 

1. Kampus bukan area untuk sesat dan menyesatkan

Rektor UIN Alauddin Makassar: Kontroversi Ahmadiyah Sudah Selesai! warta-ahmadiyah.org

Musafir juga mengatakan, perguruan tinggi bukan area untuk sesat dan menyesatkan. Kampus adalah area akademis-epistemologis, dan bukan lagi  kajian teologis doktriner. 

Pernyataan ini merespon pihak-pihak yang meminta agar UIN Alauddin Makassar tidak menggelar seminar tentang Ahmadiyah di kampusnya. Rektor UIN Alauddin ini justru berpendapat penting membangun kerjasama dengan Jemaat Ahmadiyah Ahmadiyah (JAI) agar peran akademis dalam penelitian dan pengabdian kampus, dalam hal ini dosen dan mahasiswa, agar menjadi lebih berkembang. 

"Seminar tentang Ahmadiyah ini untuk menambah wawasan, bukan untuk mengurusi keyakinan masing-masing," ujarnya. 






 

Baca Juga: Ini 5 Isi Pertemuan JK dengan Para Tokoh Agama dan Pimpinan Ormas

2. Kontroversi soal Ahmadiyah sudah selesai!

Rektor UIN Alauddin Makassar: Kontroversi Ahmadiyah Sudah Selesai! warta-ahmadiyah.org

Tugas lembaga akademis, menurut Musafir adalah bagaimana mengupayakan Islam sebagai rahmatan lilalamin yang dapat merawat kerukunan dan persatuan di tengah perbedaan paham keagamaan. 

"Kontroversi tentang Ahmadiyah saya anggap sudah selesai," tegasnya. 

3. MUI harus bisa menjadi teladan perdamaian

Rektor UIN Alauddin Makassar: Kontroversi Ahmadiyah Sudah Selesai! warta-ahmadiyah.org

Sementara itu, narasumber dalam seminar itu, Guru Besar UIN Alauddin Makassar Prof Dr Qasim Mathar menggarisbawahi bahwa teladan perdamaian lebih penting daripada seruan tentang perdamaian. Karena itu ia menantang Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar menjadi rumah bagi seluruh paham Islam yang berbeda-beda, sehingga perdamaian dan persatuan dapat tercipta. 

Qasim mengaku sudah bosan dengan fatwa atau seruan MUI. Saat ini fatwa-fatwa MUI pun menurutnya tidak berwibawa. Akibatnya, MUI banyak ditinggalkan umat. 

"Berhentilah berfatwa. MUI harus mulai masuk ke Syiah, Ahmadiyah atau berkumpul dengan berbagai paham Islam dalam satu rumah," ujarnya mengajak MUI agar menjadi teladan bagi praktik Islam yang benar-benar mampu menciptakan kerukunan dan persatuan di tengah realitas Islam Indonesia yang beragam. 
 

4. Islam harus lebih terbuka memandang Ahmadiyah

Rektor UIN Alauddin Makassar: Kontroversi Ahmadiyah Sudah Selesai! warta-ahmadiyah.org

Sementara itu, narasumber lainnya yang turut hadir dalam seminar itu, Prof Dr Ahmad M Sewang menilai sulitnya membangun ukhuwah Islamiyah (persatuan Islam) di tengah perbedaan mazhab ketimbang ukhuwah basyariyah (solidaritas kemanusiaan) dan ukhuwah wathaniyah (persatuan bangsa). 

Sehingga, punggawa penting Ikatan Masjid-Mushalla Indonesia Muttahidah ini mendorong kalangan akademis UIN dan umat Islam secara umum supaya lebih terbuka dalam memandang Ahmadiyah yang berbeda dengan mazhab lainnya. 

"Kita harus bisa berbeda dan membiasakan perbedaan. Kita tidak bisa hidup sendirian. Kita harus hidup bersama dalam perbedaan," tegas Ahmad Sewang. 

Baca Juga: Begini Konsep Imam Mahdi Menurut Ahmadiyah

Topik:

  • M Gunawan Mashar

Berita Terkini Lainnya