Guma, Senjata Tradisional Sulteng sebagai Mahar Pernikahan Suku Kaili

Tidak ada lagi penempa besi khusus membuat Guma di Sulteng

Palu, IDN Times - “Kalau dibilang ambil itu parang, berarti kita disuruh berkebun tetapi kalau dibilang ambil itu Guma, artinya ambil itu pusaka. Tanda kita akan berperang,” kata Dedy Gidion, Ketua Pusaka Tadulako saat berbincang dengan IDN Times di Kota Palu.

Guma adalah senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah dan sebagian besar dimiliki warga suku Kaili. Hampir semua warga bersuku Kaili pada zaman dulu memiliki guma sebagai senjata untuk berperang. Saat ini diperkirakan masih terdapat ribuan bilah Guma yang dimiliki masyarakat suku Kaili.

“Waktu bencana ada ratusan guma yang hilang ketika dipamerkan di Palu Nomoni. Apalagi di daerah Petobo, hampir semua rumah memiliki guma namun habis tertimbun,” cerita Dedy.

1. Sejarah Guma sebagai senjata perang masyarakat Sulteng

Guma, Senjata Tradisional Sulteng sebagai Mahar Pernikahan Suku KailiGuma, senjata tradisional Sulawesi Tengah/IDN Times/Istimewa

Hingga kini belum yang bisa menjelaskan secara rinci asal mula "Guma" jadi nama senjata khas Suku Kaili. Hanya saja, kat Dedy, secara luas masyarakat Sulteng mengenalnya sebagai sebutan untuk senjata khusus saat perang terjadi di masa lalu.

Tidak ada aturan khusus bagi siapapun untuk memiliki senjata Guma. Kata Dedy, hampir semua rumah masyarakat Suku Kaili wajib menyimpan setidaknya sebilah Guma. Namun, beberapa Guma berusia ratusan tahun tidak terawat dengan baik.

“Guma ditaruh di tiang raja atau tiang tengah rumah. Mereka meyakini keberadaan Guma akan menjadikan rumah itu kokoh. Ada beberapa masyarakat yang saya temukan seperti itu,” cerita Dedy.

2. Tak ada lagi pembuat Guma di Sulawesi Tengah

Guma, Senjata Tradisional Sulteng sebagai Mahar Pernikahan Suku KailiGuma, senjata tradisional Sulawesi Tengah yang digunakan untuk berperang/IDN Times/Istimewa

Sebagai produk budaya asli Suku Kaili, kelestarian Guma terancam karena tidak ada lagi penempa khusus untuk membuat Guma di Sulawesi Tengah. Hal itu berbeda dengan kondisi di beberapa tempat lain di nusantara, seperti pembuat keris di Jawa atau Badik di Sulawesi Selatan. 

Sekretaris Komunitas Pusaka Tadulako, Rifai Yarujampu mengatakan di Sulawesi Tengah tidak ada yang bisa menempah besi atau bilah guma secara tradisional seperti zaman dulu. Hal ini diakui berdasarkan penelusuran selama tiga tahun.

Yang ada saat ini, kata Rifai, hanya pengrajin gagang Guma yang banyak ditemukan di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala. Tentunya dengan bahan yang sama yaitu tanduk kerbau.

“Kan teknik membuat pusaka dengan parang biasa itu berbeda. Tekniknya pusaka yaitu melipat besi sampai 40 kali lipatan dengan berbagai jenis bahan besi yang berbeda,” jelas Rifai.

Berdasarkan catatan sejarah, jelas Rifai, memang ada penempa besi khusus pembuat Guma pada tahun 1920-an di wilayah Kulawi dan Pamona.

Di Pamona, pusaka ini harus dibuat orang khusus karena ada beberapa ritual yang harus dijalankan. Rituanya dimulai dari pencarian besi dalam tanah dengan memotong seekor ayam. Usus ayan akan dibacakan mantra dan dari ritual ini akan diketahui berapa dalam tanah yang akan digali untuk mengambil biji besinya.

“Bukunya saya baca yang diterbitkan Museum Sulawesi Tengah dengan narasumber ketua ada di Poso. Sayangnya cara ini tidak terwarisi lagi,” ucap Rifai.

Menurut Rifai, Guma ini kemungkinan bisa dibuat di daerah lain, namun modelnya akan berbeda karena teknik pembuatannya yang tidak sama lagi. Belum lagi model gagangnya hampir tidak ada yang sesempurna yang dibuat pengrajin pada zaman dulu.

“Guma bisa dimiliki siapa saja tetapi ada perbedaan pada gagang dan bilahnya. Pusaka yang dipegang orang-orang tertentu berketurunan raja atau bangsawan berbeda dengan yang dipegang masyarakat biasa,” tambahnya.

Baca Juga: Kisah Ina Tobani, Generasi Terakhir Pembuat Kain Kulit Kayu di Sulteng

3. Guma sebagai senjata perang dan mahar perempuan keturunan bangsawan

Guma, Senjata Tradisional Sulteng sebagai Mahar Pernikahan Suku KailiPameran senjata tradisional Sulawesi Tengah./IDN Times/Kristina Natalia

Selain sebagai senjata khas untuk berperang, Guma bagi masyarakat Suku Kaili juga kerap digunakan sebagai mahar saat seorang pria melamar perempuan keturunan raja atau bangsawan Kaili. Hingga kini, kata Rifai, kebiasaan adat itu masih dipraktikkan di beberapa daerah di Sulawesi Tengah.

“Selain guma ada juga tombak doke yang tidak ditemukan di daerah lain. Unik dan tidak ada samanya, hanya dimiliki suku Kaili. Tombak ini masih digunakan sebagai simbol ritual adat dan mahar seorang perempuan,” terangnya.

Baca Juga: Puluhan Senjata Tradisional Sulteng Berusia Ratusan Tahun Dipamerkan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya