Wajib Karantina 5 Hari bagi Pendatang di Sulawesi Utara Dibatalkan

Surat Edaran Gubernur ditarik sehari setelah dikeluarkan

Manado, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut), pada Sabtu, 5 Februari 2022, mencabut Surat Edaran Nomor 440/22.1248/Sekr-Dinkes tentang Penegakan Protokol Kesehatan COVID-19 di Provinsi Sulawesi Utara. Padahal, SE tersebut baru dikeluarkan sehari sebelumnya.

Dalam aturan yang dikeluarkan pada Jumat, 4 Februari 2022, tersebut memuat ketentuan bagi pelaku perjalanan dari luar Sulut wajib melakukan karantina mandiri 5x24 jam sejak tiba di Sulut.

Namun, aturan tersebut segera dicabut dan diganti dengan SE Nomor 440/22.1257/Sekr-Dinkes tentang Penegasan Atas Surat Edaran Gubernur Sulawesi Utara Nomor 440/22.1248/Sekr-Dinkes tentang Penegakan Protokol Kesehatan COVID-19 di Provinsi Sulawesi Utara.

Dalam SE yang baru, semua pelaku perjalanan dari luar Sulut sudah tidak lagi wajib melakukan karantina mandiri 5x24 jam sejak tiba di Sulut.

Karantina mandiri hanya berlaku bagi kontak erat kasus COVID-19 yang terdeteksi dari pelaku perjalanan dari luar Sulut.

1. Proses karantina dilakukan secara selektif

Wajib Karantina 5 Hari bagi Pendatang di Sulawesi Utara DibatalkanSuasana pelabuhan Manado, Sulawesi Utara, Selasa (8/2/2022). IDN Times/Savi

Juru Bicara Satgas COVID-19 Sulut, dr Steavan Dandel, mengatakan karantina bukan tidak dilakukan sama sekali, melainkan dilakukan dengan cara selektif.

Dandel menjelaskan, dalam poin pertama surat edaran lama, karantina mandiri menggunakan sistem blanket, yaitu semua orang dalam satu moda transportasi dianggap sebagai kelompok yang rentan menularkan penyakit.

Agar tidak menularkan penyakit ke orang lain, mereka harus melakukan karantina selama satu kali masa inkubasi terpendek.

“Sementara pada poin ketiga surat edaran terbaru, proses karantinanya dilaksanakan secara selektif pada orang yang berada di sekitar tempat duduk dari penumpang yang positif COVID-19,” jelas Dandel.

2. Pengamat kebijakan publik menilai SE terbaru tidak populis

Wajib Karantina 5 Hari bagi Pendatang di Sulawesi Utara DibatalkanRapid antigen di Pelabuhan Manado, Sulawesi Utara, Selasa (8/2/2022). IDN Times/Savi

Pengamat Kebijakan Publik, Goinpeace Tumbel, mengungkapkan pencabutan SE Nomor 440/22.1248/Sekr-Dinkes tidak populis dan tidak linear dengan peningkatan kasus COVID-19 baik di Sulut maupun nasional.

Dosen Pascasarjana Universitas Manado (UNIMA) ini mengatakan, perumusan kebijakan harus melihat berbagai perspektif.

“Kalau dari segi kesehatan, karantina 5x24 jam penting untuk memproteksi masyarakat, tapi kalau dari segi ekonomi lain lagi, maka perlu diuji dari berbagai perspektif,” ujar Goin.

Dalam merumuskan kebijakan, Goin meminta pemerintah tak hanya mementingkan sisi ekonomi namun abai terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat. Selain itu kebijakan yang dikeluarkan juga harus diikuti dengan penjelasan yang transparan kepada publik.

“Kebijakan sudah disosialisasikan dengan baik saja masyarakat bisa abai terhadap protokol kesehatan, apalagi kalau tidak. Sebuah kebijakan kan harus memberikan solusi, bukan justru menambah masalah baru,” sambung Goin.

3. Kajian kebijakan dianggap tidak matang

Wajib Karantina 5 Hari bagi Pendatang di Sulawesi Utara DibatalkanIlustrasi pandemik COVID-19. (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Epidemiolog Sulut, Jonesius Eden Manoppo menganggap bahwa kajian kebijakan SE Nomor 440/22.1248/Sekr-Dinkes tidak matang. “Kajiannya berarti tidak matang karena sudah diterbitkan, kebijakan kok ditarik kembali. Sedangkan ada hal-hal yang perlu kebijakan mendesak tapi sampai saat ini belum ada kebijakannya,” kata Jones.

Kebijakan lama yang mengharuskan pelaku perjalanan dari luar Sulut melakukan karantina 5x24 jam, dianggap Jones sudah tidak relevan sejak awal, karena penerapannya dilakukan ketika sudah ada transmisi lokal varian baru Omricon.

Jones menganggap, jika kebijakan tersebut diambil tiga atau empat pekan yang lalu, maka transmisi lokal bisa ditunda.

Jika kebijakan karantina 5x24 jam terus dilaksanakan, justru akan terjadi penumpukan pelaku perjalanan di tempat karantina. Hal ini bisa menyebabkan bias apabila ada pelaku perjalanan yang dikarantina dan justru menjadi positif dalam masa karantina.

Di sisi lain, ada kelonggaran yang sebelumnya diterapkan kini harus diperketat kembali untuk mencegah varian baru Omricon merebak dan kasus COVID-19 di Sulut meningkat.

“Kalau kasusnya mulai menanjak lagi, kita balik kebijakannya. Yang terakhir misalnya sekolah tatap muka 100%, ya sekarang kita kurangi. Kalau kasus menanjak lebih tinggi lagi, bisa terapkan bekerja dari rumah 50%. Nanti kalau lebih tinggi lagi baru pembatasan orang di tempat umum. Tapi itu semua bertahap. Kita kembalikan saja seperti waktu sebelum pelonggaran itu,” terang Jones.

Selain itu, kata Jones, vaksinasi COVID-19 di Sulut tetap perlu digencarkan baik untuk dosis pertama, kedua, maupun booster.

Penulis: Savi

Kontributor IDN Times

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya