Reportase KontraS Sulawesi: Rapor Merah Situasi HAM selama 2023

Negara dianggap masih melanggengkan impunitas dan represi

Makassar, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi mencatat, sepanjang 2023, negara masih terus melanggengkan impunitas dan segala bentuk represi dan perampasan hak dasar warga. Beragam catatan, pengalaman, dan refleksi tersebut dirangkum dalam Reportase HAM Akhir Tahun 2023 oleh Kontras Sulawesi.

Asyari Mukrim, Badan Pekerja Kontras Sulawesi, mengatakan, situasi rumit di Indonesia, khususnya di Sulawesi, harus menjadi perhatian seluruh pihak. Kekuatan kolektif, kata Asyari, harus terus digerakkan untuk membenahi sejumlah kekacauan penyelenggaraan negara.

"Di tengah semua kerumitan ini, Kontras Sulawesi meyakini bahwa pada akhirnya kekuatan massa rakyat yang akan menjadi kekuatan penting untuk terus mengingatkan, menentang, hingga mengubah situasi ini demi masa depan kemanusiaan untuk semua. Membangun gerakan politik massa yang berpegang teguh pada nilai-nilai demokrasi dan HAM untuk negara yang lebih bermartabat," kata Asyari kepada IDN Times, Senin (1/1/2024).

1. Rakyat berjuang sendiri dan negara hanya sibuk Pemilu

Reportase KontraS Sulawesi: Rapor Merah Situasi HAM selama 2023Reportase HAM akhir tahun 2023/KontraS Sulawesi

Asyari menjelaskan, situasi negara yang rumit saat ini, membuat masyarakat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan akan tegaknya hukum dan keadilan.

"Karena pada akhirnya, rakyat berjuang sendiri dan negara hanya sibuk pemilu demi perpanjangan tangan oligarki," sambung Asyari.

KontraS Sulawesi mengungkap, angka pelanggaran hak ekonomi dan sosial budaya meningkat pada 2023 seiring dengan lahirnya kebijakan seperti proyek strategis nasional (psn) dan penetrasi investasi di sektor energi.

"Eksploitasi nikel di region Sulawesi termasuk aktivitas pengelolaan bijih nikel yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan model pengelolaan yang tidak ramah K3."

Selain itu, kata Asyari, masyarakat di kawasan Lore Lindu di Sulawesi Tengah (Sulteng) semakin terpinggirkan karena penguasaan wilayah oleh negara, hingga mengakibatkan dugaan kriminalisasi.

"Terakhir, hal yang menjadi perhatian kami adalah masa segera berakhirnya beberapa lokasi HGU, baik yang dimiliki oleh negara melalui PTPN di Kabupaten Takalar dan Lonsum di Bulukumba yang selama ini menjadi wilayah konflik agraria akan menentukan masa depan krisis agraria selanjutnya di Sulawesi Selatan," jelasnya.

Sejumlah program pembangunan di Kota Makassar sendiri, menurut Asyari, kian memperparah situasi krisis iklim. Agenda reklamasi di wilayah pesisir Pulau Kodingareng dan Pulau Lae-Lae disebut berdampak pada kerusakan lingkungan yang masif.

2. Sentimen negatif terhadap pengungsi

Reportase KontraS Sulawesi: Rapor Merah Situasi HAM selama 2023NI dan keluarganya, pengungsu asal Rohingya, mengajukan permohonan KTP di Makassar/Istimewa

Situasi lain yang menjadi perhatian KontraS Sulawesi adalah ancaman digital yang menjadi penanda baru bagi persoalan HAM di Indonesia. Asyari menyebut bentuknya bisa berupa polarisasi yang mendominasi wacana publik serta berbagai ancaman kekerasan dan represi digital lainnya. Situasi demikian terlihat pada meningkatnya tren sentimen negatif terhadap pengungsi yang dilatarbelakangi oleh minimnya informasi terkait latar belakang yang mengakibatkan krisis pengungsi, terutama bagi pengungsi Rohingya.

Situasi umum lainnya, jelas Asyari, soal masih berlangsungnya praktek pembatasan kebebasan berekspresi dan berserikat, serta masih mandegnya berbagai kasus struktural.

"Extrajudicial killing, kasus pelecehan seksual oleh aparat keamanan di lembaga negara seperti di Kepolisian. Hal ini semakin menandai semakin mandegnya reformasi sektor keamanan dan institusi kepolisian yang mestinya menjadi lembaga publik yang terpercaya," ucap Asyari.

Baca Juga: Soroti Penegakan HAM, KontraS Sulawesi Anggap Jokowi Belum Memuaskan

3. Polarisasi politik berbasis serangan digital

Reportase KontraS Sulawesi: Rapor Merah Situasi HAM selama 2023ilustrasi menggunakan sosial media (pexels.com/Luis Quintero)

Kontras Sulawesi juga melihat bahwa situasi keriuhan Pemilu 2024 perlu diantisipasi dengan munculnya berbagai agenda polarisasi politik berbasis serangan digital. Ancaman friksi sosial berbasis digital hingga serangan doxing dan peretasan, menurut Asyari, perlu menjadi perhatian lebih.

"Sedangkan di sisi pemerintah dan pelaksana pemilu, isu ini cenderung diabaikan, terbukti dengan tidak seriusnya pemerintah mengatasi kebocoran data di KPU," tutup Asyari.

Baca Juga: KontraS Sulawesi: Kemunduran Demokrasi dan HAM Era Jokowi-Ma'ruf

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya