Kasus Kejahatan Seksual di Jeneponto, Pelaku Umumnya Kerabat Korban

UPT PPA Sulsel tangani 5 kasus di Jeneponto

Makassar, IDN Times - Kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, marak terjadi. Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak Pemerintah Provinsi Sulsel, mencatat, ada lima kasus yang mereka tangani sepanjang Januari-Agustus 2022. Para pelaku umumnya merupakan orang dekat korban.

Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-Dalduk KB) Sulsel, Meisy Papayungan, mengatakan, kasus kejahatan seksual di Jeneponto mematahkan asumsi umum yang menganggap pelaku kekerasan seksual seperti perkosaan hanya dilakukan oleh orang yang tidak ada kaitan kekerabatan dengan korban.

"Jadi kita perlu membuka wacana baru terkait dengan fenomena kekerasan seksual pada anak," kata Meisy kepada IDN Times, Selasa (2/8/2022).

1. Ancaman kejahatan seksual dari kerabat korban

Kasus Kejahatan Seksual di Jeneponto, Pelaku Umumnya Kerabat KorbanIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Meisy, pelaku kejahatan seksual, berkaca pada kasus di Jeneponto, merupakan orang-orang terdekat para korban. Pada kasus yang menimpa bayi berusia 14 bulan, Maret 2022 lalu, pelakunya yaitu kakek tiri korban. Kepada polisi, pelaku mengaku khilaf. Begitupun kasus yang menimpa bayi 19 bulan pada Juli lalu. Saat kejadian, korban sedang dititipkan di rumah kakek-neneknya.

"Pertanyaannya adalah kenapa orang terdekat? Salah satunya, mereka [anak-anak] yang paling availabe, mudah dijadikan korban, kemudian dianggap tidak akan melaporkan atau tidak akan ketahuan," kata Meisy.

2. Mengatasi para pelaku kejahatan seksual

Kasus Kejahatan Seksual di Jeneponto, Pelaku Umumnya Kerabat Korbanilustrasi kekerasan pada anak/perempuan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Kejahatan seksual, menurut Meisy, jangan hanya membahas pada penanganan korban. Seharusnya, kata dia, seluruh pihak bersama-sama merumuskan sistem pencegahan dengan berfokus pada modus pelaku.

"Sekarang pada anak kecil, apa yang bisa mereka lakukan? [perlindugan diri], persoalannya adalah pada [modus] pelaku jarang dibahas," Meisy menerangkan.

Pihak UPT PPA Sulsel, jelas Meisy, telah berupaya merumuskan sistem pencegahan dengan mempelajari kasus-kasus kekerasan seksual di Sulsel.

"Dari segala hal, yang menjadi titik fokus penanganan adalah pelaku, kami diskusi dengan psikolog soal pelaku," katanya. "Pelaku dianggap tidak bisa mengendalikan emosi atau hasrat dan itu terjadi karena melihat kesempatan atau kondisi." Menurutnya, siapapun bisa menjadi pelaku kejahatan seksual.

3. Penanganan korban kejahatan seksual

Kasus Kejahatan Seksual di Jeneponto, Pelaku Umumnya Kerabat Korbanilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Rehabilitasi medis dan psikisi pada korban kejahatan seksual, jelas Meisy, membutuhkan proses yang sangat panjang. Apalagi pada korban yang merupakan anak-anak. "Yang pertama dikuatkan adalah keluarga atau ibunya, dia orang pertama yang mendampingi korban," ucap Meisy.

Kehadiran UPT PPA juga sangat penting sebagai representasi pemerintah untuk memenuhi hak-hak korban. "Mereka butuh apa, kami selalu berusaha sediakan," katanya.

Baca Juga: Bayi 19 Bulan di Jeneponto Diduga Diperkosa, Bejat!

4. Kasus kekerasan seksual di Sulsel

Kasus Kejahatan Seksual di Jeneponto, Pelaku Umumnya Kerabat Korban15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

Hingga awal Agustus 2022, Meisy mengatakan, pihaknya telah menangani sekitar 200 kasus kekerasan seksual di Sulsel, dengan mayoritas kasus terjadi di Kota Makassar.

Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) oleh DPR, menurut Meisy, membawa harapan pada pencegahan dan penanganan kasus kejahatan seksual agar lebih komprehensif.

Namun, kata Meisy, sejak UU TPKS disahkan pada Mei 2022, belum ada kasus yang diproses dengan menggunakan pasal dalam undang-undang tersebut. "Tetapi kalau melihat isinya harusnya ini lebih memungkinkan untuk menjerat banyak pelaku," ucap Meisy.

Sebelumnya, penanganan kasus kejahatan seksual di Sulsel masih banyak terkendala oleh ketentuan-ketentuan antara lain, kehadiran saksi dan kurangnya alat bukti.

Baca Juga: Pemprov Sulsel Dampingi Korban Dugaan Perkosaan di Jeneponto

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya