Melacak Jejak Gelap Peredaran Rokok Ilegal di Masyarakat

Jadi tantangan serius upaya pengendalian tembakau

Reporter: Teri, Hamdani (Kaltim), Dahrul Amri (Sulsel), Muhammad Nasir, Juliadin JD (NTB), Tama Wiguna (Lampung), Debbie Sutrisno, Bangkit Rizki, Inin Nastain (Jabar), Arifin Al Amudi (Sumut), Ayu Afria Ulita Ermalia (Bali), Muhammad Iqbal (Banten)

Makassar, IDN Times - Upaya pemerintah mengendalikan penggunaan tembakau melalui kenaikan tarif pita cukai rokok tampaknya belum membuahkan hasil. Maraknya peredaran rokok ilegal di tengah masyarakat jadi salah satu tantangan serius.

Sepanjang tahun 2023, aparat di berbagai wilayah Indonesia mengungkap peredaraan rokok ilegal dengan nilai miliaran. Bea Cukai Makassar, misalnya, menyita 3,4 juta batang rokok tanpa pita cukai atau dengan pita cukai palsu. Barang itu bernilai sekitar Rp3,6 miliar, dengan potensi kerugian negara dari perhitungan cukai sekitar  Rp4,9 miliar.

Peredaran rokok tidak hanya berdampak negatif terhadap penerimaan negara dari cukai rokok. Sedangkan bagi masyarakat, rokok ilegal bisa membahayakan kesehatan karena tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan. Selain itu, rokok ilegal juga dapat memicu terjadinya tindak kriminal seperti penyelundupan dan perdagangan gelap.

Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak, Kalimantan Barat, Risnawati Wahab mengatakan, peredaran rokok ilegal di masyarakat cukup mencemaskan. Pasalnya, rokok ilegal cenderung sulit diawasi, dan berpotensi mengandung bahan-bahan campuran yang menambah risiko kesehatan.

“Sebenarnya dari perspektif kesehatan, konsumsi rokok ilegal maupun legal dapat membawa risiko kesehatan serupa. Namun, rokok ilegal cenderung lebih sulit diawasi, sehingga kualitas dan bahan tambahan yang digunakan mungkin tidak terkontrol dengan baik,” kata Risna saat diwawancarai di Awal Januari 2024.

“Kandungan rokok ilegal tanpa cukai bervariasi, dan sering kali sulit dipastikan dengan jelas karena produksinya ilegal. Rokok ilegal dapat mengandung campuran yang tidak diizinkan atau bahan tambahan berbahaya,” dia melanjutkan.

Laporan kolaborasi hyperlocal IDN Times memotret tentang bagaimana maraknya peredaran rokok ilegal di berbagai daerah.

Baca Juga: Sosialisasi Rokok Ilegal, Bea Cukai: Rugikan Negara dan Diri Sendiri

1. Masyarakat tergiur harga murah, gengsi urusan belakangan

Melacak Jejak Gelap Peredaran Rokok Ilegal di MasyarakatMural 'Gempur Rokok Ilegal' di Jalan Kebangkitan Nasional, Surakarta, Sabtu (2/12/2023) (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pada awal tahun 2024, tarif cukai hasil tembakau (CHT) naik rata-rata 10 persen. Keputusan itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022, dan PMK Nomor 192 Tahun 2022. Naiknya tarif cukai bisa memicu peralihan masyarakat untuk membeli rokok ilegal, yang tentunya berpotensi membuat peredarannya semakin merajalela.

Dr. M, Zainul, akademisi Universitas Islam Kalimantan (Uniska) menyebut, kenaikan harga rokok memang memicu perilaku konsumen. Jika penghasilan masyarakat juga naik, mereka mungkin masih dapat membeli rokok yang lebih mahal. Namun, jika penghasilan tidak berubah, konsumen cenderung mencari alternatif rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal tanpa cukai.

"Di saat harga rokok naik kalau tidak disertai dengan kenaikan penghasilan masyarakat maka konsumen rokok dengan sendirinya akan mencari rokok yang murah, salah satunya rokok ilegal," ujarnya saat diwawancarai di Kampus Uniska pada Sabtu (20/1/2024).

Rizal, warga Bandung, Jawa Barat, merupakan salah satu perokok aktif yang kerap membeli rokok noncukai dari sejumlah warung langganannya maupun lewat media sosial seperti Facebook. Dengan membeli rokok noncukai, tapi rasa mirip dengan rokok dijual di minimarket, perbandingan harganya lebih dari setengah.

"Kalau beli merk Ma***oro sebungkus bisa Rp25 ribu sampai Rp30 ribu, nah rokok noncukai ma bisa Rp13 ribu sebungkus. Rasanya kan bisa milih tapi ga beda jauh," kata Rizal, Jumat (19/1/2024).

Rizal menuturkan, saat ini makin banyak rokok tak berpita cukai yang dijual di pasaran. Rasanya pun bervariasi, tinggal dipesan sesuai keinginan, pedagang langsung memberikan referensi merk apa saja yang bisa dibeli. "Saya juga awalnya karena ga ada uang terus ditawarin sama teman, pas ke pedagang juga ada yang tawarin. Coba beli dan sampe sekarang kadang masih suka cari pas ga ada uang," kata dia.

Rokok ilegal dapat dengan mudah dikenali karena biasanya tidak dilengkapi pita cukai. Adapun jika pakai pita cukai, biasanya berbeda dengan produk rokok ilegal. Pada rokok ilegal, desain dan warna pita cukainya cenderung memudar atau tidak jelas, mirip dengan kertas print biasa, serta tanpa hologram..

Kemudahan membeli rokok noncukai juga diakui Bima, warga Bandung. Belakangan memang marak upaya aparat memberangus peredaran rokok ilegal di kios, yang membuat penjualannya sedikit lebih terbatas. Namun penjualannya tetap marak melalui daring, milsanya di media sosial.

" Kaya di FB (Facebook), ini tinggal ketik aja 'rokok noncukai' nanti keluar banyak. Tapi memang belinya sekarang COD (bayar saat bertemu), jadi tidak di warung-warung gitu," ungkap Bima.

Ziran, pemuda di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengakui bahwa kondisi ekonomi memicunya beralih mengonsumsi rokok ilegal. Apalagi sebagai petani, terutama di musim hujan, dia harus mengirit pengeluaran.

"Pengeluaran kami sebagai petani untuk membeli obat-obatan, bibit, dan lainnya cukup tinggi. Jadi harus hemat, beli rokok yang murah dan mudah dijangkau," katanya. 

Dia juga menambahkan bahwa aroma dan cita rasa rokok ilegal tidak jauh berbeda dengan rokok legal. Begitu juga dengan kemasannya, rapi dan terlihat elegan saat dikonsumsi di tempat umum. "Meskipun peredarannya bersifat diam-diam, tapi rokok ilegal cepat laku,” dia menambahkan.

Hal senada disampaikan Yadi, pegawai perusahaan swasta di Kota Bandar Lampung, Lampung. Dia mengaku sudah dua tahun terakhir mengonsumsi rokok ilegal, karena pengalaman rasanya tak jauh beda dengan yang dilengkapi pita cukai.

"Yang jelas harga lebih terjangkau dengan rasa hisap hampir sama. Kalau dulu orang masih sembunyi-sembunyi ngerokok ilegal karena gengsi, tapi kalau sekarang orang-orang kebanyakan makin terang-terangan. Ibaratnya di lingkungan sama tongkrongan santai saja," katanya.

2. Disebar sembunyi-sembunyi, sudah jadi rahasia umum di kalangan pedagang

Melacak Jejak Gelap Peredaran Rokok Ilegal di MasyarakatRokok ilegal berbagai merk disita Satpol PP NTB. (dok. Satpol PP NTB)

Menurut penelusuran di berbagai daerah, penjualan rokok ilegal atau non cukai saat ini masih marak di masyarakat. Pembelian yang banyak dilakukan di media sosial dan harga yang jauh dibandingkan rokok bercukai membuat perputaran barang tersebut sulit dihentikan.

Seorang pedagang berinisial KN di Mataram mengakui mudahnya kios kecil menjual rokok ilegal berbagai merek. Rokok tanpa pita cukai dijual dengan harga variative, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per bungkus.

Rokok ilegal yang dijual oleh KN umumnya diperoleh dari orang-orang yang datang dari luar perkampungan. Mereka biasanya datang menjelang malam atau tengah malam untuk menawarkan beragam produk rokok. "Tidak ada distributor khusus seperti rokok legal lainnya," katanya.

"Karena harganya murah, kami beli. Kadang beli dua hingga lima pak sekaligus. Cepat laku juga, berbeda dengan rokok legal," ungkapnya.

Ali, pemuda di Bandar Lampung, sehari-hari membantu menjaga warung milik keluarganya. Selain menjual makanan ringan dan berbagai bahan pokok, tokoknya turut menjajakan rokok ilegal. Bagi dia, menjual produk rokok ilegal mentungungkan bagi pedagang maupun pembeli, karena harganya lebih miring.

"Ya kalau kita pedagang gak usah modal banyak-banyak buat nyediain rokok di kios, gitu juga pembeli bisa tetap ngebul sama harga rokok yang murah. Apalagi sekarang harga-harga rokok merek terkenal semua naik," imbuhnya seraya memperlihatkan tumpukkan rokok ilegal di warung.

Terlepas dari anggapan terdengar setengah miris tersebut, ia mengakui menjual rokok ilegal memang dilarang sekalipun beberapa penampilannya telah menyerupai rokok legal. Maka dari itu, rokok-rokok tersebut tidak dijual terang-terangan alias tak dipajang di jajaran etalase.

"Kalau nanya suplainya dari mana, ya sudah jadi rahasia umum antar pedagang mereka-mereka (pengedar rokok ilegal) itu ada salesnya juga yang keliling nawarin rokok ini," tambah dia.

Maraknya peredaran rokok ilegal juga ditemui di Pontianak. Banyak pedagang asongan yang bahkan memajang rokok noncukai di gerobak di pinggiran jalan. Salah satu pedagang asongan yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, dia tak kesusahan untuk mendapatkan rokok ilegal.

“Ada yang datang nawarkan untuk jual rokok ini, biasanya disuruh coba dulu nanti mana rokok yang lebih laku baru kita stok banyak,” ucapnya.

3. Sampai di mana aparat bertindak?

Melacak Jejak Gelap Peredaran Rokok Ilegal di MasyarakatKegiatan pemusnahan rokok ilegal sebanyak 7.050.620 juta batang dan 73,8 liter minuman mengandung etil alkohol ilegal di Desa Sarirejo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Kamis (2/11/2023). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Selama tahun 2023, upaya penindakan rokok ilegal marak jadi isu pemberitaan di media massa. Aparat, dalam hal ini Bea Cukai bersama pemerintah daerah mengungkap penjualan dan distribusi rokok yang berpotensi merugikan negara. Dari barang-barang yang disita, ada yang pelakunya ditangkap, namun sebagian tak terungkap. Kebanyakan, barang disebut berasal dari luar daerah.

Di Kota Bandung, sebanyak 19 juta batang rokok ilegal disita oleh petugas Bea Cukai dari hasil penindakan dalam periode 1 Januari hingga 5 Desember 2023. Banyaknya rokok ilegal yang disita menandakan Bandung Raya masih jadi daerah rawan peredaran rokok tidak bercukai tersebut.

Kepala Kantor Bea Cukai Bandung Budi Santoso mengatakan, penyitaan 19 juta batang rokok ilegal menandakan bahwa minat masyarakat membeli rokok ilegal relatif tinggi. Hal itu disebabkan karena mahalnya harga rokok resmi yang dijual di pasaran.

Budi menerangkan, 19 juta batang rokok ilegal yang disita dan telah dimusnahkan itu didapat dari penindakan yang dilakukan Bea Cukai bersama instansi terkait di wilayah Bandung Raya. Sementara itu, di area Jawa Barat, Kantor Wilayah Ditjen Bea dan Cukai atau Kanwil Bea Cukai mampu menyita sebanyak 23 juta batang rokok ilegal siap edar sepanjang periode Januari hingga Juli 2023 ini atau selama sekitar 7 bulan terakhir. Jutaan batang rokok ilegal itu disita melalui program gempur rokok ilegal yang masif pada tahun ini.

Di Sumatra Utara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) setempat menyita rokok ilegal sebanyak 2,3 juta batang pada periode 2022-2023. Jika dikumulatifkan nilainya ditaksir senilai Rp 2,376 miliar.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera Utara Mulyadi Simatupang mengatakan, penertiban barang illegal menjadi prioritas pemerintah dalam menjaga keamanan, ketertiban, dan kesehatam masyarakat. Serta melindungi ekonomi negara dari barang-barang yang tidak memenuhi standar kualitas hingga berbahaya.

“Pemerintah Indonesia terus melakukan penertiban barang ilegal secara berkelanjutan yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Seperti rokok tanpa cukai, minuman beralkohol tanpa izin. Kemudian pakaian bekas atau balpress dan merk lain,” ucap Mulyadi.

Pada tahun 2022, tercatat 267 kali penindakan rokok ilegal di seluruh Bali. Ada 1,7 juta batang rokok disita, ditambah 8.500 gram tembakau iris, dan 48,6 liter cairan rokok elektrik. Jumlahnya naik pada 2023, dengan jumlah sitaan 3,4 juta batang rokok.

“Pelanggaran di bidang cukai yang sering ditemukan saat penindakan adalah rokok tanpa dilekati pita cuka,” kata Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) A Denpasar, Yudho.

Yudho menegaskan, pidana bagi pelanggar cukai palsu diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai. Pasal 54 UU Cukai itu mengatur bahwa bagi pihak yang menjual barang kena cukai dan tidak dikemas menggunakan pita cukai, maka ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang harus dibayar.

Sementara itu, Pasal 55 UU Cukai juga mengatur bahwa bagi pihak yang memalsukan pita cukai maka diancam dengan pidana penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama 8 tahun dan atau denda paling sedikit 10 kali nilai cukai dan paling banyak 20 kali nilai cukai yang harus dibayar. “Pada prinsipnya rokok yang tidak dilekati pita cukai atau rokok ilegal tidak memiliki izin edar,” ungkap Yudho.

Di Makassar, dari jutaan batang rokok ilegal yang disita, ada satu tersangka yang dijerat pidana. Plt Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Zaeni Rokhman mengatakan tersangka ditangkap beserta barang bukti rokok ilegal yang didatangkan dari pulau Jawa. Meski tidak menyebut identitasnya, tersangka, kata dia, sudah dijerat dengan hukuman ultimum remedium, yaitu denda tiga kali lipat dari nilai cukainya.

"Ada satu tersangka dan sudah diserahkan ke kejaksaan Negeri Pangkajene,"kata Zaeni di Makassar, Rabu, 17 Januari 2024.

Selain diproduksi di dalam negeri, ada juga rokok ilegal yang masuk dari negara tetangga seperti Malaysia. Hal itu antara lain terungkap dari penindakan di sejumlah wilayah perbatasan di Kalimantan Barat.

“Yang banyak selama ini di Nanga Badau, Kapuas Hulu, Entikong Sanggau, kemudian semua perbatasan ada. Rokok ilegal ini dari luar negeri, banyaknya dari Malaysia,” ucap Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJBC Kalbagbar Murtini.

Pintu perbatasan di wilayah Kalbar kerap kali menjadi sasaran para pedagang untuk menyelundupkan rokok ilegal. Terlebih di setiap perbatasan di Kalbar punya ribuan jalan "tikus" yang dapat disasar mereka. Bea Cukai Kalbagbar juga rutin melakukan penindakan. Mereka merazia sejumlah pasar tradisional di Kalbar dan menindak ketika pemasar rokok ilegal tengah mendistribusikan produknya.

“Yang dirazia sejauh ini kita ada program gempur rokok ilegal, biasa ke pasar-pasar tradisional kemudian ada yang dari luar, ketika sedang diangkut. Kalau razia kita dalam setahun banyak, berapa kalinya gak nentu, banyak yang insidental juga,” ucapnya.

Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi menganggap peredaran rokok ilegal sebagai perhatian serius. Berkaca pada penindakan Bea Cukai Mataram selama tahun 2023, ada 6,3 juta batang rokok ilegal yang disita di wilayah itu. Gita mengatakan, pihaknya kini fokus pada upaya memberantas di level distribusi, selain juga mengatasi penjualan di tingkat eceran atau warung.

"Kami akan mengidentifikasi jalur masuknya rokok ilegal ini. Kami tidak hanya berfokus pada tingkat penjualan, melainkan kami akan memperhatikan juga sisi distribusinya. Ini merupakan bagian integral dari strategi kami," kata Gita.       

Selain penindakan, upaya pemberantasan rokok ilegal juga perlu menyentuh langkah mitigasi. Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandar Lampung, Arif mengatakan, pihaknya gencar menggelar kegiatan sosialisasi dengan turun langsung ke masyarakat, terutama pedagang menjual rokok di kabupaten/kota Lampung.

Dikatakannya, sosialisasi terhadap barang kena cukai itu merupakan bentuk komitmen Bea Cukai Lampung memberantas peredaran rokok ilegal. Petugas menginformasikan kepada pedagang rokok tentang bagaimana mengidentifikasi ciri-ciri rokok ilegal.

"Pedagang diberitahukan mengenai larangan dan sanksi dapat diterima dari penjualan rokok illegal, sebagai upaya memberikan pemahaman kepada mereka terkait bahaya peredaran rokok ilegal merugikan negara dan masyarakat luas," ucap dia

Melalui kegiatan sosialisasi ini, pihaknya mengharapkan, para pedagang rokok dapat lebih paham aturan dalam menjalankan bisnis perdagangannya. "Tentunya diharapkan bisa mengurangi peredaran rokok ilegal. Demi bea cukai makin baik," tandas Arif.

4. Ada campur tangan industri rokok besar?

Melacak Jejak Gelap Peredaran Rokok Ilegal di MasyarakatPemusnahan rokok ilegal yang dimusnahkan Kanwil Bea Cukai Kalimantan Bagian Selatan.

Manajer Program Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Nina Samidi menilai, maraknya rokok ilegal belakangan ini dicurigai ada kaitannya dengan industri rokok besar. Bisa jadi, produk-produk rokok ilegal sengaja disebar sebagai taktik industri rokok yang legal untuk membuat pemerintah khawatir ketika ingin kembali menaikkan cukai rokok.

"Nah, justru yang mesti diselidiki adalah dari mana rokok ilegal ini berasal gitu. Produsennya ini tidak pernah diungkap benar-benar sampai ujungnya ya. Sampai pangkalnya, hulunya itu ada di siapa sebenarnya rokok ilegal ini," kata Nina, Sabtu (20/1/2024).

Menurut Nina, bisa saja ada produsen besar rokok-rokoknya legal, sengaja mengeluarkan rokok ilegal untuk mengganggu stabilitas cukai rokok nasional.

"Saya rasa sih bukan karena mengambil keuntungan ya, tapi justru keuntungannya lebih kepada situasi. Jadi, ketika rokok ilegal itu kelihatan sangat marak, maka bisa jadi pemerintah di tahun berikutnya akan takut menaikkan cukai. Karena ancamannya," kata dia.

Dan di sisi lain, lanjutnya, karena masyarakat juga jadi terbiasa untuk mencari rokok yang lebih murah dengan kehadiran rokok ilegal. Sehingga pemerintah akan berpikir bahwa nanti jangan-jangan capaian pendapatan negara dari sektor cukai jadi sulit tercapai.

Nina mengungkapkan, sebenarnya angka peredaran rokok ilegal dalam lima tahun terakhir cenderung menurun. Pada tahun 2016 angkanya mencapai 12,1 persen dan pada tahun 2020 angkanya turun di angka 4,8 persen. "Puncaknya 2021 itu hanya tiga persen. Walaupun di 2022 itu naik lagi 5,5 persen," kata dia.

Namun sebenarnya, kata Nina, peredaran rokok ilegal ini bukan semakin marak. Rokok ilegal saat terlihat lebih marak, salah satu alasannya karena penindakannya itu muncul di media semakin besar.

"Jadi Kemenkeu sendiri, dalam hal ini di Dirjen Bea Cukai, kan punya program gempur rokok ilegal yang sangat masif ya di daerah-daerah. Mereka memakai berbagai media untuk mempromosikan program ini. Mulai dari baliho-baliho pimpinan daerah ya, bupati, wali kota itu semuanya bikin baliho gempur rokok ilegal," ujarnya.

Nina mengungkapkan, rokok ilegal ini merupakan isu di berbagai negara yang tengah menerapkan kenaikan tarif cukai untuk melakukan pengendalian tembakau. "Pemerintah sendiri harus tahu ya bahwa isu rokok ilegal ini selalu menjadi salah satu senjata di seluruh dunia, di negara manapun (ini senjata) oleh industri besar untuk membuat pemerintah di negara-negara tersebut menjadi ragu untuk menaikkan cukai rokoknya," Nina melanjutkan.

 

Baca Juga: Naiknya Cukai Rokok yang Tak Berdampak pada Penurunan Jumlah Perokok

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya