OMS Sulsel Nyatakan Tidak Percaya Proses dan Hasil Pemilu 2024

Sebut kedaulatan rakyat atas demokrasi hilang di Pemilu 2024

Makassar, IDN Times - Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu 2024 Sulawesi Selatan (Sulsel), mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar menggelar ulang Pemilu 2024, karena terindikasi telah diintervensi oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui pengerahan kekuasaan.

Pernyataan tersebut merupakan salah satu sikap OMS Kawal Pemilu 2024 Sulsel, yang dibacakan bersama dalam konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar, Jumat (16/2/2024).

"Kami juga mendesak KPU RI dan Bawaslu RI untuk menghentikan proses penghitungan suara, karena dihasilkan dari sebuah proses kecurangan dan intervensi kekuasaan," kata salah satu aktivis OMS, Abdul Azis Dumpa.

Diketahui, Organisasi yang tergabung dalam OMS kawal Pemilu Sulsel terdiri dari GPP, Fik Ornop, LBH, ACC Sulawesi, YASMIB, PerDIK, Balla Inklusi, LRPKM, SP-AM, Walhi, KontraS, KPA, Lapar, AJI, YMC, LML, YPL, PBH Peradi, YBS, KPI, Yapta-U, AGRA, YMH, LBH APIK, ICJ Makassar, LP2K, KIPP, dan Wadjo Institute.

1. OMS Sulsel meminta Jokowi mundur

OMS Sulsel Nyatakan Tidak Percaya Proses dan Hasil Pemilu 2024OMS Kawal Pemilu Sulsel menggelar konferensi pers terkait Pemilu 2024, Jumat (17/2/2024). IDN Times/Dahrul Amri

Intervensi Jokowi pada Pemilu 2024, tegas Abdul Azis, terjadi secara terang-terangan. Karena itu, OMS Kawal Pemilu pun mendesak agar Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI karena dinilai telah melanggar konstitusi, hukum, dan etika.

"Dan sikap terang-terangan dan tidak netral yang membuat Pemilu tahun 2024 berjalan buruk dan penuh kecurangan. Untuk itu kami ajak seluruh koalisi masyarakat di berbagai daerah untuk bersikap terhadap masifnya kecurangan, politisasi program pemerintah, dan intimidasi pemilu," tegas Abdul Azis.

2. OMS tidak percaya pada proses pemilu 2024

OMS Sulsel Nyatakan Tidak Percaya Proses dan Hasil Pemilu 2024Ilustrasi kotak suara di TPS Makassar. (IDN Times/Asrhawi Muin)

Perwakilan lain dari OMS Kawal Pemilu 2024, Haswandi Andy Mas mengatakan, akibat dari proses Pemilu yang sudah tidak berbasis kejujuran dan keadilan (Jurdil) telah menghilangkan kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi.

"Pemilu ini sejatinya merupakan kedaulatan rakyat untuk memilih presiden dan wakilnya, serta para wakil rakyat (legislatif), berdasar pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Itu sesuai dalam UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 sebagaimana diubah berdasarkan Perlu 1 tahun 2022," tegasnya.

"Olehnya itu, kami secara sadar mengatakan bahwa tidak percaya terhadap proses pemilu 2024. Tidak ada lagi kedaulatan rakyat dan pemerintah yang dihormati dari pemilu yang curang, intimidasi, politisasi program serta pengerahan aparat negara," lanjut Haswandi.

Baca Juga: Aktivis OMS: Seleksi Anggota KPU Makassar Sarat Kepentingan Politik

3. OMS sebut rezim saat ini memakai pola terstruktur-sistematis

OMS Sulsel Nyatakan Tidak Percaya Proses dan Hasil Pemilu 2024Pemilu di TPS 17 Tambak Sarioso. (dok.pribadi/Melinda Fujiana)

Parahnya lagi kata Haswandi, indikasi pelanggaran atau kecurangan Pemilu 2024 yang terjadi, dilakukan oleh pemerintah atau rezim saat ini dengan pola-pola yang sifatnya terstruktur dan sistematis.

"Seperti perekrutan para anggota KPU RI dan Bawaslu RI, terutama di kabupaten dan kota. Indikasinya sarat konflik kepentingan, tidak transparan, dan tidak akuntabel," ungkapnya.

Kemudian pola ini juga terjadi pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90, di mana ketua MK saat itu, Anwar Usman yang meloloskan pencalonan Cawapres keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, anak sulung dari Presiden Jokowi, 

Kronologi putusan MK 90 ini menurut OMS Kawal Pemilu, dimulai pada Revisi UU MK lewat pengesahan UU 7/2020 tentang perubahan ketiga atas UU 24/2003, di mana materinya soal masa jabatan hakim konstitusi hingga 70 tahun, maksimal menjabat 15 tahun.

"Revisi ini (UU MK) dinilai cacat formil karena sejak awal kan tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) dan juga tidak penuhi syarat carry over, naskah akademik buruk, pembahasan tertutup," ujar Haswandi.

Akibat telah meloloskan Gibran, pada akhirnya ketua KPU, Hasyim Asy'ari dan 6 komisioner dijatuhi sanksi etik dan peringatan berat.

Baca Juga: OMS Kawal Pemilu Sulsel Buka Aduan ASN Tidak Netral di Pemilu

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya