Survei FSGI: Banyak Guru dan Siswa Tidak Kenal Aplikasi Kuota Belajar

Hanya sedikit dari aplikasi rujukan Kemendikbud yang dipakai

Makassar, IDN Times - Upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud RI memaksimalkan belajar daring rupanya masih terhalang kompetensi memaksimalkan aplikasi pendukung, baik oleh pendidik atau pelajar.

Dalam survei terbaru yang diadakan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada 2-3 Oktober kemarin, diperoleh fakta bahwa guru serta siswa tidak mengenal apa saja aplikasi yang bisa diakses menggunakan bantuan Kuota Belajar Kemendikbud.

"Berdasarkan hasil survei tersebut FSGI berkesimpulan bahwa masih ada aplikasi di luar rujukan Kuota Belajar lebih dikenal dan lebih banyak digunakan oleh guru dan siswa," ujar Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Fahriza Marta Tanjung, seperti dikutip dari ANTARA pada Minggu (4/10/2020).

1. Aminin, salah satu aplikasi pendukung untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, ternyata jarang dilirik oleh guru dan murid

Survei FSGI: Banyak Guru dan Siswa Tidak Kenal Aplikasi Kuota BelajarTampilan situs belajar daring mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Aminin. (Aminin.com)

Menurut survei FSGI, sebanyak 86,2 persen dari 116 guru responden tidak mengenal aplikasi khusus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Aminin, yang termasuk dalam program Kuota Belajar. Hal yang sama juga terjadi pada siswa.

"Bahkan pada siswa persentasenya lebih besar lagi sekitar 91,2 persen dari 295 siswa tidak mengenal aplikasi Aminin. Jadi kita bisa berkesimpulan bahwa aplikasi ini kurang dikenal baik pada guru maupun siswa," lanjut Fahriza.

Malah, aplikasi yang paling sering digunakan guru PAI adalah aplikasi situs berbagi video YouTube, aplikasi berbasis pesan WhatsApp dan aplikasi ruang kelas Google Classroom.

2. Hal serupa juga dialami oleh aplikasi Duolingo untuk mata pelajaran Bahasa Inggris

Survei FSGI: Banyak Guru dan Siswa Tidak Kenal Aplikasi Kuota BelajarTampilan situs belajar daring mata pelajaran Bahasa Inggris, Duolingo. (Duolingo.com)

Hal serupa juga ditemui dalam persentase pemakaian aplikasi pembelajaran Bahasa Inggris. Dari 80 guru responden, sebanyak 22,6 persen mengenal aplikasi Duolingo. Kemudian 16,7 persen untuk Bahaso, 11,9 persen untuk Birru lalu 14,3 persen untuk Cakap.

Namun, mengenal aplikasi ternyata bukan berarti guru bersangkutan bisa menggunakannya. Sebanyak 18 dari 80 responden yang mengenal Duolingo, ternyata hanya 7,1 persen yang mengaku sering memakainya. Sebanyak 13,1 persen hanya kadang-kadang, sedang 79,8 persen mengaku tak pernah menggunakannya.

Baca Juga: Ribuan Siswa SD dan SMP di Makassar Sulit Mengakses Belajar Daring

3. Aplikasi video konferensi jadi salah satu aplikasi yang paling sering digunakan

Survei FSGI: Banyak Guru dan Siswa Tidak Kenal Aplikasi Kuota BelajarIlustrasi penggunaan aplikasi video konferensi Zoom. (Unsplash.com/Gabriel Benois)

Hal serupa terjadi pada siswa. Sebanyak 560 peserta didik yang menjadi responden, hanya 28,9 persen yang mengenal Duolingo. Aplikasi Bahaso sebanyak 17,7 persen, 15,4 persen untuk Cakap dan 8,0 persen untuk Birru.

Dari 145 siswa yang mengenal Duolingo, hanya 7 persen yang sering menggunakannya. Hanya 16,8 persen kadang-kadang, dan 76,3 persen mengaku tak pernah memakainya sama sekali.

Ternyata, aplikasi yang sering digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris antara lain WhatsApp, aplikasi ruang kelas, aplikasi video, aplikasi kamus Bahasa Inggris, dan aplikasi konferensi video.

4. FSGI berkesimpulan bahwa kurangnya serapan jumlah kuota bantuan Kemendikbud sejalan dengan sedikitnya aplikasi yang digunakan

Survei FSGI: Banyak Guru dan Siswa Tidak Kenal Aplikasi Kuota BelajarSeorang guru menunjukkan pesan pemberitahuan mendapatkan kuota gratis dari Kemendikbud di SMP NU Al Ma'ruf, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (29/9/2020). (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Berdasarkan survei, maka FSGI berkesimpulan bahwa tingkat pengenalan dan penggunaan aplikasi pembelajaran masih rendah. Di sisi lain, aplikasi yang didukung oleh Kuota Belajar Kemendikbud ternyata bukan perangkat utama dalam proses belajar mengajar daring.

"Rendahnya tingkat pengenalan dan penggunaan juga berpotensi mengakibatkan rendahnya serapan jumlah kuota yang sudah dialokasikan pada kuota belajar," pungkas Fahriza.

Ada 19 aplikasi belajar dan 5 aplikasi konferensi video masuk dalam program canangan Mendikbud Nadiem Makarim tersebut. Selain beberapa yang disebutkan tadi, ada juga Ayoblajar, Quipper, Ruang Guru, Sekolah.mu, Zenius, Cosco Webex dan Google Meet.

Baca Juga: Siswa di Makassar Belajar Daring di Kuburan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya