JMK-Oxfam Ajak Jurnalis Sulteng Peka Isu Gender dalam Pemberitaan

Media dan jurnalis adalah garda terdepan pengubah perspektif

Makassar, IDN Times - Sering kali media massa mengangkat judul berita dengan kata-kata yang siratkan eksploitasi terhadap tubuh perempuan. "Wow! Beli Mie Di sini Bisa Dilayani Gadis Cantik dan Seksi" atau "Wanita Seksi dan Cantik Ini Tak Malu Jadi Petugas Antar Makanan" adalah dua contoh tajuk dari fenomena ini.

Masih banyak contoh perihal relasi media terhadap gender, terutama representasinya dalam artikel. Nah, stereotip ini dianggap semakin menjadi. Padahal stereotip adalah proyeksi pola pola pikir khalayak umum dan seksualitas perempuan.

Padahal media punya peran krusial dalam pembentukan opini publik dan advokasi, demi perjuangan kesetaraan dan keadilan gender. Bukannya melanggengkan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Media adalah corong propaganda terdepan dalam kampanye melawan stereotip tersebut.

1. Acapkali perspektif keberpihakan diabaikan dalam pemberitaan perihal tindak kejahatan seksual

JMK-Oxfam Ajak Jurnalis Sulteng Peka Isu Gender dalam PemberitaanIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Hal tersebut menjadi topik utama dalam acara media gathering dan diskusi publik bertajuk "Membangun Perspektif Gender dalam Pemberitaan" pada hari Kamis (5/2) di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Hadir sebagai narasumber adalah Ichan selaku Protection Officer JMK Oxfam serta Korwil IV Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nasional yakni Iwan Lapasare.

Acara ini menjadi bagian dari peringatan Hari Perempuan Internasional 2020 yang jatuh pada 8 Maret mendatang. Selain itu, diskusi ini juga bertujuan mengedukasi dan memberi pemahaman kepada jurnalis agar mengedepankan martabat setiap orang, tak terkecuali perempuan dan kelompok rentan, ketika mengemas suatu berita agar berperspektif gender.

"Korban tidak boleh disalahkan. Prinsip ini membutuhkan sensitivitas seorang jurnalis dan juga perspektif yang adil gender. Perspektif keberpihakan pada korban akan semakin menguatkan jurnalis untuk membela kebenaran dan mencari keadilan bagi korban," papar Iwan Lapasere di hadapan para jurnalis Sulawesi Tengah.

2. Jurnalis-jurnalis Sulawesi Tengah diajak bersama-sama melawan bias gender

JMK-Oxfam Ajak Jurnalis Sulteng Peka Isu Gender dalam PemberitaanDok. Oxfam Indonesia

Dalam acara tersebut, dijelaskan bahwa perspektif gender bagi jurnalis dan media sudah diatur dalam Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul." Penafsiran cabul di sini adalah penggambaran tingkah laku secara erotis melalui foto, gambar, suara, grafis dan tulisan yang bertujuan bangkitkan birahi.

Akan tetapi, yang menjadi sorotan adalah berita-berita kekerasan terhadap perempuan --pelecehan seksual atau pemerkosaan-- adalah penggunaan istilah yang memperhalus tindak kejahatan tersebut. Mulai dari "menggagahi", "menodai" dan "ditiduri".

Ada pula Pasal 5 KEJ yang mengatur bahwa identitas korban kejahatan asusila tak boleh disebutkan atau disiarkan. Hal serupa juga berlaku untuk identitas anak (berusia 16 tahun ke bawah) yang menjadi pelaku kejahatan.

Menurut Iwan, aksi harus dilakukan secara bersama-sama untuk memerangi bias gender di media. Diperlukan peran internal redaksi dalam memberi pemahaman atas perspektif gender ditambah pengawasan, serta pemantauan oleh Dewan Pers.

Baca Juga: Kisah Koh Afui, Pembuat Roti Buaya Berkalung Ban yang Viral di Palu

3. Organisasi nirlaba Oxfam turut berfokus pada isu-isu perempuan dalam pemberitaan di media

JMK-Oxfam Ajak Jurnalis Sulteng Peka Isu Gender dalam PemberitaanDok. Oxfam Indonesia

Fenomena tersebut turut menjadi fokus dari Jejaring Mitra Kemanusiaan (JMK) Oxfam, organisasi nirlaba yang juga fokus dalam isu-isu perlindungan perempuan. Ichan, selaku Officer Protection JMK Oxfam beranggapan bahwa respons jurnalis atas kasus kekerasan berbasis gender didasarkan pada isu pemberitaan. Apakah layak untuk di-follow up atau tidak.

Narasumber yang memahami isu perempuan amat wajib terlibat. Itu menjadi hal paling mendasar demi lahirnya produk jurnalistik dengan muatan keadilan dan menghindari bias gender. Ini juga wajib demi pembangunan perspektif atas perlindungan korban kekerasan seksual.

Baca Juga: Oxfam: Millennial Butuh Lebih Banyak Peluang Kerja

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya