Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi Selatan

Turut serta nama dua gembong teroris Santoso dan Daeng Koro

Makassar, IDN Times - Temuan mengejutkan baru saja diumumkan Mabes Polri pada Rabu (24/7). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, menyebut bahwa pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel di Pulau Jolo, Filipina, pada akhir Januari silam adalah pasangan suami istri  yang berasal dari Sulawesi Selatan. Mereka bernama Rulli Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh.

Di sebut berasal dari Makassar, Rulli dan Ulfah pun menambah daftar panjang riwayat terorisme di Sulawesi Selatan. Jejak terorisme di Sulawesi Selatan bisa dirunut hingga 18 tahun silam. Belum lagi menghitung keterkaitan nama-nama yang sudah diringkus oleh polisi dengan jaringan teroris pimpinan Santoso dan Daeng Koro.

Berikut ini IDN Times menyajikan secuplik riwayat aktivitas sarat kekejian tersebut di Tanah Daeng.

Baca Juga: Terduga Pelaku Bom Filipina Sudah Lama "Menghilang" dari Sulsel

1. Insiden pemboman di Mall Ratu Indah tahun 2002 jadi yang terparah

Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi Selatan(Ilustrasi bom) IDN Times/Indiana Malia

Hari Kamis 5 Desember 2002 petang, sebuah bom rakitan meledak dalam restoran cepat saji McDonald's yang terletak dalam pusat perbelanjaan Mall Ratu Indah (MaRI). Para pengunjung --waktu itu tengah siap-siap menyantap hidangan berbuka puasa-- sontak berhamburan keluar sembari menerabas kepulan asap tebal. Kepanikan melanda seisi mall yang baru tiga tahun beroperasi.

Peristiwa di kawasan Jalan Sam Ratulangi tersebut menelan korban jiwa sebanyak tiga orang. Sebelas lainnya mengalami cedera dan luka parah. Dari penyelidikan yang dilakukan selama setahun usai peristiwa McD MaRI, Polri menyebut ada enam tersangka utama, satu diantaranya tewas bersama bom. Lima sisanya divonis penjara dengan masa bervariasi, mulai dari 4,7 tahun hingga seumur hidup.

2. Diawal dekade 2000-an, tiga peristiwa pengeboman mengguncang Sulawesi Selatan

Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi SelatanPixabay

Awal dekade 2000-an penuh rasa was-was bagi penduduk Makassar. Setahun sebelum peledakan McD MaRI, Jumat 12 Oktober 2001 dinihari, gerai Kentucky Fried Chicken di Kompleks Panakkukang Mas, Jalan Pengayoman --kini bagian dari Pasar Segar-- juga jadi sasaran teror bom. Beruntung tak ada korban jiwa. Ledakan hanya merusak jendela dan pintu masuk KFC, serta rumah penduduk sekitar.

Tak hanya terjadi di ibu kota provinsi, teror juga menyasar kabupaten yang jauh dari hingar bingar. Sabtu 10 Januari 2004 tengah malam, sebuah bom rakitan meledak di Kafe Sampoddo Indah yang terletak di tenggara Palopo, 370 km dari Makassar. Tiga orang tewas dan empat lainnya luka berat akibat peristiwa ini.

Tak butuh lama, kepolisan menangkap empat tersangka pelaku aksi keji tersebut. Keempatnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun otak peledakan tersebut, Jasmin bin Kasau, kabur dari Lapas Gunungsari Makassar pada September 2007 dan masih buron hingga sekarang.

3. Jaringan teroris Sulsel erat kaitannya dengan kelompok Santoso yang beroperasi di Poso

Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi SelatanIDN Times/Arief Rahmat

Dari puluhan pelaku tindak kejahatan terorisme yang sudah diringkus Polda Sulawesi Selatan sejak tahun 2002, ditemukan sebuah pola. Banyak dari mereka sempat aktif di Poso, Sulawesi Tengah, wilayah berstatus "merah" lantaran menjadi sarang sejumlah jaringan teror seperti yang dipimpin duo Santoso - Daeng Koro.

Contohnya Azhar Daeng Salam, "pengantin" alias pembawa bom bunuh diri di serangan McD MaRI 2002. Warga asal Sulteng itu rupanya sempat aktif dalam aksi pemboman di Poso selama awal dekade 2000-an.

Begitu juga para pelaku bom di Palopo 2004. Keempatnya diidentifikasi sebagai anggota Laskar Jihad, kelompok Islam radikal pimpinan Jafar Umar Thalib. Mereka bahkan ikut serta dalam kegiatan milisi yang dibentuk semasa Konflik Ambon tersebut, seperti kamp pelatihan --pengenalan teknik bertempur dan merakit bom-- di Kabupaten Poso.

Ada juga Awaluddin dan Andhika, pelaku pelemparan bom yang tak meledak pada November 2012 silam, dengan sasaran Gubernur Sulsel waktu itu yakni Syahrul Yasin Limpo. Menurut penelusuran Polri, keduanya adalah bagian dari jaringan Poso.

Baca Juga: Azyumardi: Kelompok Radikal Cari Cara Baru Sebarkan Radikalisme

4. Sulsel pun menjadi tempat pelarian sejumlah anggota kelompok radikal pimpinan Santoso

Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi SelatanANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang

Pada Agustus 2018, tim Densus 88 bersama Polda Sulsel dan Polres Bone menangkap empat terduga teroris. Dua diringkus di Kabupaten Bone, dua sisanya dibekuk di Kabupaten Luwu Timur. Meski  diketahui sehari-hari bekerja sebagai petani, keempatnya ternyata berperan sebagai penyuplai bahan peledak untuk jaringan Santoso. Dalam penangkapan tersebut, turut diamankan 15 kilogram bahan peledak.

Selain sebagai "wilayah kerja" jaringan Poso, Sulawesi Selatan juga menjadi tempat para buron bersembunyi lantaran berbatasan langsung dengan Sulawesi Tengah. Sabar Subagyo alias Daeng Koro, anggota inti kelompok Mujahidin Indonesia Timur, tewas pada April 2015 lalu. Pasca insiden Tanah Runtuh Poso, di mana anggota Jamaah Islamiyah menyerang sejumlah anggota polisi, Daeng Koro beserta rekan-rekannya diketahui sempat melarikan diri ke Makassar.

Penangkapan pelarian terbaru adalah pada April 2015, saat Ambo Ece yang berstatus buronan terorisme --pernah ikut pelatihan di Poso dan Walenrang-- dibekuk di Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo.

5. Indikasi keterlibatan warga Sulsel dalam bom bunuh diri di sebuah gereja di Filipina Januari 2019 menambah panjang riwayat terorisme Tanah Daeng

Merunut Jejak Panjang Terorisme di Sulawesi SelatanANTARA FOTO/Armed Forces of the Philippines -Western Mindanao Command/Handout via REUTERS

Terorisme menjadi salah satu fokus utama penanganan Polda Sulsel selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut bisa dilihat dari data sepanjang tahun 2018 di mana total 13 pelaku teror ditangkap di seluruh penjuru Sulawesi Selatan. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, bahkan menyebut angka tersebut jadi yang tertinggi se-Indonesia.

Kapolda Sulsel yang baru dilantik Januari kemarin, Irjen Pol Hamidin, berjanji meningkatkan peran aktif polisi dalam mencegah radikalisme tumbuh subur di tengah lingkungan. Bersama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), langkah sosialisasi dan dialog bakal menyasar setiap lapisan mulai dari masyarakat, sekolah hingga perguruan tinggi.

Temuan Polri terbaru perihal pasutri asal Makassar pelaku bom bunuh diri di Filipina pada Januari silam, yang merenggut nyawa 20 orang serta melukai 102 lainnya, agaknya menjadi sinyal bahwa mencegah terorisme di Sulsel adalah tugas penting yang harus ditangani bersama, polisi dan semua lapisan masyarakat. 

Baca Juga: Tetangga Tak Percaya Rullie dan Ulfah Pelaku Bom di Filipina

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya