Kasus Reynhard Sinaga Mencuatkan Pentingnya Pengesahan RUU PKS

Pengesahan RUU Kekerasan Seksual kembali didorong

Makassar, IDN Times - Nama Reynhard Sinaga (36) mencuat dalam pemberitaan sejumlah media selama beberapa hari terakhir. Mahasiswa doktoral Indonesia yang sedang menempuh studi di Inggris tersebut dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah menjadi terdakwa atas kasus kekerasan seksual terparah di Negeri Ratu Elizabeth.

Reynhard terbukti bersalah atas 159 serangan seksual, dengan rincian 136 perkosaan, 8 percobaan perkosaan, 15 pencabulan (indecent assault) terhadap 48 orang laki-laki 

Reynhard pun menjadi buah bibir baik di media sosial hingga situs berita daring. Namun, timbul miskonsepsi dan disinformasi terkait kasus kekerasan seksual hingga lahirlah stigma terhadap kelompok tertentu menurut latar belakang pelaku.

Prihatin atas reaksi tersebut, sebanyak 16 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) pun bersikap.

1. Aliansi organisasi dan LSM yang tergabung dalam Kompaks menentang upaya pembelokan isu kekerasan seksual sebagai cara memupuk kebencian kelompok rentan LGBT

Kasus Reynhard Sinaga Mencuatkan Pentingnya Pengesahan RUU PKSIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Kompaks, dalam rilis persnya pada Selasa (7/1) mendukung setiap upaya kepolisian dan pengadilan Inggris untuk menegakkan hukum atas kasus kekerasan seksual. Apapun jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas gender pelaku maupun korban.

Kekerasan seksual bisa dilakukan oleh dan kepada siapa pun tanpa memandang kelas, tingkat pendidikan, agama, umur, jenis kelamin, dan orientasi seksual. Kekerasan seksual berupa perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan, dan serangan seksual yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga adalah hal keji dan tindak kriminal. Kompaks mendukung penuh hukuman berat terhadap Reynhard atas perbuatannya.

Namun, Kompaks menyebut bahwa menyalahkan orientasi seksual untuk tindakan kriminal seseorang adalah upaya membelokkan isu kekerasan seksual ini sebagai jalan memupuk kebencian terhadap kelompok rentan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).

2. Media-media diminta berfokus pada penanganan kasus, bukannya identitas pelaku dan korban

Kasus Reynhard Sinaga Mencuatkan Pentingnya Pengesahan RUU PKSIlustrasi pelecehan seksual. IDN Times/Sukma Shakti

Selain itu, Kompaks turut menyoroti pemberitaan media di Indonesia. "Sebaiknya framing-nya berkaitan dengan penanganan kasus kekerasannya. Bukan identitas pelaku dan korban," ujar Ryan Korbarri, ketua organisasi Arus Pelangi --salah satu LSM yang tergabung dalam Kompaks--, saat dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (9/1).

Modus yang dilakukan Rheynhard dalam melakukan kejahatannya ialah, membuat korban tak sadarkan diri lantaran menenggak minuman, dari situ Rheynhard kemudian melakukan tindak kriminalnya.

Kompaks menyebut bahwa narasi media di Indonesia harusnya berfokus pada hubungan seks di saat tidak berdaya. Selain itu, mereka turut menyoroti pemahaman masyarakat Indonesia perihal sexual consent atau persetujuan seksual ternyata belum merata. Kompaks pun kembali mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR-RI, agar membuka pintu pemahaman masyarakat atas kekerasan seksual.

Baca Juga: Disebut Predator Seksual, Reynhard Sinaga Diduga Perkosa 190 Pria

3. Turut disoroti pula beda cara University of Manchester dan Universitas Gajah Mada menindaki kasus kekerasan seksual di lingkungannya

Kasus Reynhard Sinaga Mencuatkan Pentingnya Pengesahan RUU PKSIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, RUU KS dianggap akan menjadi perangkat hukum yang mencegah dan menangani kekerasan seksual serta memberi proses pemulihan pada korban. Kompaks memberi contoh University of Manchester (UoM), tempat Reynhard menempuh studi, yang langsung membuka layanan pengaduan melalui telepon sekaligus menawarkan dukungan untuk korban kekerasan seksual ataupun bagi mereka yang terdampak. 

Mereka membandingkan beda cara yang ditempuh Universitas Gajah Mada (UGM) dalam menangani Agni. "Di pernyataan resmi UoM, bisa dilihat jelas bahwa mereka tidak menutup-nutupi fakta kasus yang telah terjadi. Sebaliknya, UGM justru cenderung menutup-nutupi dengan dalih 'nama baik' dan justru tidak memiliki keberpihakan kuat pada korban," tutur Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, pada Kamis (9/1).

Kompaks menyebut bahwa kasus Reynhard menemui titik terang sebab adanya hukum yang mengakomodir penanganan kasus kekerasan seksual. Sementara di Indonesia, pemberitaan di media mengenai kasus kekerasan seksual pada umumnya cenderung menyalahkan korban (victim blaming), intimidasi, sampai dengan impunitas pelaku.

Kompaks pun mendorong agar kasus tersebut menjadi pembelajaran, serta mendorong pengesahan RUU KS yang berfokus pada penanganan kasus kekerasan seksual dan pemulihan korban, tanpa sekat-sekat biner.

Baca Juga: Kasus Reynhard Sinaga, Indonesia Hormati Putusan Pengadilan Inggris

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya