KAKS Unhas Soroti Dugaan Kasus di KPI dan Ekspos TV ke Saiful Jamil

Ujung-ujungnya, korban tetap jadi yang paling menderita

Makassar, IDN Times - Selama sepekan terakhir, masyarakat menyoroti dua hal yang menyangkut dunia penyiaran nasional. Pertama pada Rabu lalu (1/9/2021), saat pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS mengungkap dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang ia alami di tempat kerjanya.

Kedua, kecaman masyarakat atas munculnya Saiful Jamil di layar kaca. Penyanyi dangdut itu dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2016 usai terbukti bersalah atas kasus pencabulan anak. Bebas pada Kamis silam (2/9/2021), ia langsung diundang mengisi program pagi salah satu stasiun televisi swasta.

Usai memancing reaksi negatif publik, kedua kasus ini akhirnya direspons oleh pihak terkait. Dugaan kasus di KPI segera naik ke penyidikan. Lalu pada Senin kemarin (6/9/2021), Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi meminta semua TV tak merayakan kebebasan Saiful Jamil.

1. KAKS Unhas menyebut kedua kasus punya benang merah yang sama

KAKS Unhas Soroti Dugaan Kasus di KPI dan Ekspos TV ke Saiful JamilIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Bagi Komite Anti Kekerasan Seksual (KAKS) Universitas Hasanuddin (Unhas), kedua kasus tersebut punya garis merah yang sama yakni ada trauma yang membekas amat dalam bagi para korban.

"Korban pelecehan dan kekerasan seksual dapat memiliki respon atau gejala yang sama seperti yang dirasakan oleh veteran peperangan," ujar perwakilan KAKS Unhas, Siti Khafidzah Mufti, saat dihubungi IDN Times pada Selasa siang (7/9/2021).

"Seperti korban masih dapat merasakan kejadian yang telah terjadi dan tubuh korban akan secara spontan selalu melakukan perlawanan yang dapat menyakiti fisik dan mental korban," lanjutnya.

2. Perlu ada keberpihakan terhadap korban dari pihak televisi

KAKS Unhas Soroti Dugaan Kasus di KPI dan Ekspos TV ke Saiful Jamilpexels.com/Pixabay

Menurut Icha, sapaan akrabnya, ini memberi gambaran bahwa korban kekerasan seksual punya potensi korban mengalami emotional trigger akan sangat besar.

"Mereka bisa ingat kembali peristiwa buruk yang pernah dialami. Pemicunya bisa mulai dari yang lewat depan rumah pelaku, lokasi kejadian, atau dia mungkin melihat orang yang mirip dengan pelaku," ujarnya. "Apalagi jika ternyata si pelaku muncul di televisi," imbuh Icha merujuk pada Saiful Jamil.

Ia menyebut keberpihakan pada korban pelecehan seksual harus dimiliki oleh pertelevisian dan masyarakat. Bukannya melihat momen untuk mendongkrak rating, di saat penyintas masih berjuang melawan rasa sakit lahir batin.

"Memberikan spotlight kepadanya dapat melukai korban berulang-ulang kali dengan cara membuka trauma korban terus menerus," paparnya.

Baca Juga: KAKS Unhas Jabarkan Gawatnya Kekerasan Seksual Selama Pandemik

3. KAKS Unhas mengapresiasi keberanian para korban untuk angkat bicara

KAKS Unhas Soroti Dugaan Kasus di KPI dan Ekspos TV ke Saiful JamilIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Icha tak menampik alasan media televisi mengundang Saiful Jamil didasari motif "memanusiakan manusia" dan "kesempatan kedua." Tapi ini dianggapnya berisiko terhadap cara pandang masyarakat atas kekerasan dan pelecehan seksual di Indonesia.

"Dengan tetap memberikan spotlight kepada seorang pelanggar adab dan norma, termasuk pelaku pelecehan dan pencabulan anak di bawah umur (pedofilia), ini dapat membangun struktur berpikir masyarakat yang beranggapan bahwa sanksi hukum yang dijalani pelaku ternyata tidak berisiko," paparnya.

Di sisi lain, ia mengapresiasi keberanian para korban angkat bicara dalam dua perkara tersebut. Terlebih untuk dugaan kasus yang terjadi dalam KPI, di mana MS mengaku mengalami perlakuan tak terpuji itu dari 2012 hingga 2014.

"Apresiasi juga untuk bagaimana polisi dan penyidik yang tidak melakukan victim blaming serta penyelesaian penyelidikan yang berbasis gender atau tidak melihat siapa korbannya," tutup Icha.

Baca Juga: Penjelasan soal Pelaku Kekerasan Seksual Direhabilitasi di RUU PKS

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya