Beda Sikap UoM dan Kampus Indonesia Menangani Kasus Kekerasan Seksual

Sikap patriarki masyarakat tercermin dalam kebijakan

Makassar, IDN Times - Seiring dengan mencuatnya kabar Reynhard Sinaga dan kejahatan kejinya yang mengguncang Inggris, sejumlah kalangan di Indonesia turut membicarakan sikap University of Manchester (UoM) dalam menyikapi kasus pelecehan seksual.

Dalam pernyataan resminya pada 6 Januari silam, pihak UoM mengaku terkejut dengan skala perbuatan sang alumnus. Selain itu, turut dikonfirmasi bahwa beberapa orang dalam "komunitas kampus" telah mengalami dampak langsung.

Pihak UoM sendiri turut membuka layanan pengaduan melalui telepon yang menawarkan dukungan untuk korban kekerasan seksual ataupun bagi mereka yang terdampak. Civitas academica yang merasa telah menjadi korban Rheynard pun dapat melaporkannya melalui layanan pengaduan tersebut.

1. University of Manchester langsung membuka layanan konseling untuk para korban atau yang merasa terdampak

Beda Sikap UoM dan Kampus Indonesia Menangani Kasus Kekerasan SeksualIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Sejumlah organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks), dalam rilis persnya pada Selasa (7/1) kemarin, turut menyoroti perbedaan sikap institusi kampus. Yang menjadi pembanding adalah kasus Agni di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Ricky Gunawan, menjelaskan ada tiga pembeda sikap mencolok antara UoM dan UGM. Yang pertama, adalah keberpihakan pada korban. UoM memang tidak menutup-nutupi fakta kasus Rheynard dalam pernyataan resminya. Mereka bahkan menyediakan beragam layanan dukungan bagi sivitas akademika yang terdampak langsung ataupun tidak langsung.

"Mereka menyebutkan sejumlah nomor telepon layanan konseling yang bisa diakses oleh para korban. Sebaliknya, UGM justru cenderung menutup-nutupi dengan dalih 'nama baik' dan justru tidak memiliki keberpihakan yang kuat pada korban," ujar Ricky saat dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (9/1) malam.

2. Kultur patriarki disebut turut mendasari perbedaan sikap

Beda Sikap UoM dan Kampus Indonesia Menangani Kasus Kekerasan Seksualpexels.com/@timmossholder

Yang kedua, kultur sosial Inggris dan Indonesia turut mendasari lahirnya perbedaan sikap. Unsur patriarkis yang masih melekat kuat dalam benak banyak orang turut tercermin ketika masyarakat tanah air berhadapan dengan perkara genting seperti kekerasan seksual.

"Sikap UoM yang keberpihakan pada korbannya itu kuat tentu karena mungkin mereka memiliki sistem dan kultur yang lebih menjunjung kesetaraan. Sementara UGM nampaknya masih memiliki kultur patriarkis yang kuat di dalam institusinya," lanjut Ricky.

Yang terakhir adalah keterbukaan terhadap pihak eksternal untuk menyelesaikan masalah yang muncul. Ricky menjelaskan bahwa UoM bekerjasama dengan sejumlah pihak yakni kepolisian Manchester, psikolog eksternal, dan masih banyak lagi. Sementara UGM disebutnya terlihat seolah menutup diri dari bantuan atau asistensi pihak luar.

Baca Juga: Kasus Reynhard Sinaga, Indonesia Hormati Putusan Pengadilan Inggris

3. Di banyak kasus, usaha korban mencari keadilan dihalangi oleh pemangku kebijakan kampus

Beda Sikap UoM dan Kampus Indonesia Menangani Kasus Kekerasan Seksualilustrasi kekerasan perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

"Berkaca dari kasus Agni, seharusnya UGM menggunakan kesempatan itu untuk perbaiki diri dalam hal ketika ada kasus kekerasan seksual di dalam lingkungan UGM. Tapi draft regulasi penanganan kekerasan seksual yang sudah disiapkan justru malah banyak yang dipreteli," paparnya.

Kasus kekerasan seksual dalam lingkungan pendidikan tinggi memang sudah acap kali terjadi. Sejumlah kampus memang telah bertindak tegas dengan memberi sanksi berupa pencabutan status mahasiswa. Namun, usaha korban mencari keadilan sering dibenturkan oleh upaya para pemangku kebijakan untuk menjaga citra.

"Saya khawatir ke depannya, ketika ada korban kekerasan seksual di UGM, mereka tidak akan berani maju melapor karena tidak ada dukungan dari institusi. Dan hal inilah yang justru akan memperburuk nama baik atau reputasi UGM," pungkas Ricky.

Baca Juga: Kasus Reynhard Sinaga Mencuatkan Pentingnya Pengesahan RUU PKS

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya