Banjir dan Longsor di Sulsel Dipicu Izin Konsesi yang Ugal-ugalan

Pemerintah diharap evaluasi mitigasi bencana

Intinya Sih...

  • Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel menilai banjir dan longsor di 6 kabupaten di Sulawesi Selatan menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam memitigasi risiko bencana alam.
  • Penyebabnya adalah kerusakan hutan akibat aktivitas tambang yang tidak diantisipasi oleh pemerintah, mengancam ketahanan pangan nasional.
  • Penanganan bencana harus memperhatikan kelompok rentan seperti perempuan, anak, disabilitas, serta melakukan pemulihan kepada masyarakat korban bencana.

Makassar, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel Untuk Keadilan Agraria dan Sumber Daya Alam menilai, banjir dan longsor yang terjadi di lima kabupaten di Sulawesi Selatan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam memitigasi risiko bencana alam.

Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, Rizki Angriani Arimbi mengatakan, banjir dan longsor di Kabupaten Luwu, Wajo, Enrekang, Sidrap, Toraja, dan Pinrang diakibatkan kerusakan hutan yang terjadi di area Gunung Latimojong.

“Berkurangnya tutupan hutan di bentang pegunungan Latimojong akibat aktivitas tambang tidak lepas dari keterlibatan pemerintah daerah. Konsesi tambang yang masuk area Gunung Latimojong inilah yang kemudian memicu bencana ekologis di lima kabupaten di Sulsel dengan bencana banjir dan longsor," ungkap Rizki dalam keterengan resmi yang diterima, Rabu (15/05/2024).

1. Pemerintah dinilai gagal memitigasi bencana

Banjir dan Longsor di Sulsel Dipicu Izin Konsesi yang Ugal-ugalanBanjir di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat (3/5/2024)/BPBD Sidrap

Dia mengatakan, dalam kondisi krisis dan kritis, Pemerintah Pusat hingga Provinsi Sulawesi Selatan terus mengoleksi dan mengeluarkan konsesi pengelolaan hutan di wilayah penyangga, termasuk Pegunungan Latimojong.

“Namun, alih alih membuat rencana mitigasi bencana pada area tersebut, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Luwu dan beberapa kabupaten lainnya justru membuka konsesi tambang dan gagal mencegah alih fungsi lahan secara besar-besaran,” tutur Rizki.

2. Banjir dan longsor ancam ketahanan pangan nasional

Banjir dan Longsor di Sulsel Dipicu Izin Konsesi yang Ugal-ugalanBanjir di Desa Awo Kecamatan Keera Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat (3/5/2024)/Istimewa

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel Untuk Keadilan Agraria dan Sumber Daya Alam, kondisi banjir dan longsor di sejumlah daerah dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Karena Kabupaten Luwu, Sidrap, Wajo, Enrekang dan Pinrang memiliki bentangan penyangga yang sama yaitu Pegunungan Latimojong yang merupakan gugusan pegunungan Verbeek dengan berbagai keunikan di dalamnya.

Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir mengatakan daerah yang berada di sekitar pegunungan Latimojong merupakan area dengan tanah yang produktif.

“Jika kejadian banjir dan longsor terus terjadi, maka hal tersebut dapat mengancam lumbung pangan nasional. Sulsel merupakan lumbung pangan nasional, kejadian banjir ini akan mengancam ketahanan pangan nasional” ungkapnya.

“Banjir dan longsor yang terjadi pada 6 Kabupaten di Sulsel menyebabkan ribuan hektar lahan pertanian milik warga tergenang banjir dan gagal panen. Berdasarkan data dari Bank Indonesia tahun 2023, sektor pertanian mendominasi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan berkisar 5,2 persen,” tukasnya.

3. Pemerintah dipandang gagap tangani bencana

Banjir dan Longsor di Sulsel Dipicu Izin Konsesi yang Ugal-ugalanTim SAR gabungan mengevakuasi warga terdampak banjir di Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Jumat (3/5/2024). ANTARA FOTO/Hariandi Hafid/ap/Spt.

Direktur Wallacea, Hamsaludin mengatakan situasi korban bencana ekologis sangat miris. Pasca bencana, pemerintah tidak sigap dan lambat menyediakan lokasi pengungsian untuk para korban bencana. Warga dari Kecamatan Latimojong bahkan meninggalkan desanya karena ketakutan adanya longsor susulan dan terancam terisolir.

Selain itu, dia mengatakan proses evakuasi korban sangat lambat. Berdasarkan hasil pemantauan Wallacea, banyak warga yang harus mengevakuasi dirinya sendiri dengan berjalan kaki puluhan kilometer tidak terkecuali anak-anak dan perempuan.

“Hal ini mereka lakukan karena tidak adanya tanda-tanda evakuasi melalui jalur darat, sedangkan evakuasi menggunakan helikopter sangat terbatas dan hanya berlangsung beberapa hari saja,” tutur Hamsaludin.

Baca Juga: Tim SAR Temukan Dua Jasad Korban Banjir di Luwu, Total 13 Tewas

4. Jangan abaikan kelompok rentan

Banjir dan Longsor di Sulsel Dipicu Izin Konsesi yang Ugal-ugalanPj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin menembus titik longsor di Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Kamis (9/5/2024). (Dok. Pemprov Sulsel)

Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel Untuk Keadilan Agraria dan Sumber Daya Alam mengharapkan penanganan bencana tidak melupakan kebutuhan kelompok rentan seperti kebutuhan bayi, balita, perempuan, perempuan hamil, perempuan lanjut usia dan disabilitas.

Serta, kebutuhan dasar seperti air bersih, makanan bergizi, pelayanan kesehatan, pakaian, pembalut, popok bayi balita, lansia di tempat-tempat pengungsian.

Situasi ini diharapkan membuka mata pemerintah untuk mengevaluasi konsesi-konsesi yang berada di kawasan hutan yang cacat hukum dan tidak sesuai peruntukan terutama bentangan Pegunungan Latimojong merupakan zona merah rawan bencana.

Kemudian, melakukan pemulihan kepada masyarakat korban bencana dengan memperhatikan penanganan khusus kepada kelompok rentan yakni perempuan, anak, disabilitas dan lansia.

Serta, mengganti mengganti kerugian baik materil maupun inmateril yang dialami warga akibat bencana. Sekaligus mengusut dugaan pelanggaran pidana lingkungan terhadap berbagai aktivitas pembukaan hutan terutama oleh perusahaan dan industri skala besar di bentang Pegunungan Latimojong.

Kontributor: Faisal Mustafa

Baca Juga: Duka Pegunungan Latimojong: Pohon Ditebang, Banjir-Longsor Menerjang

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya