Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan Hukum

Siapkah semua perguruan tinggi negeri beralih status?

Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Salah satu poinnya menyamakan tingkat otonomi semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi berstatus Badan Hukum (BH).

Makassar, IDN Times - Pertengahan Agustus 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Karomani, Rektor Universitas Lampung (Unila). Rektor ditetapkan tersangka dugaan suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru Unila tahun 2022.

Direktur Penyidikan pada Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut Karomani memanfaatkan jalur seleksi mandiri penerimaan maba untuk keuntungan pribadinya. Modusnya, para orang tua calon maba membayarkan sejumlah uang jika ingin anaknya diterima di kampus itu. Uang itu di luar pembayaran resmi pihak universitas.

“Besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (dengan orang tua calon mahasiswa baru) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan,” kata Asep, dalam konferensi pers di KPK, Minggu (21/8/2022).

Unila merupakan kampus otonom berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Ristek Dikti), mereka diberi sedikit fleksibilitas mengelola organisasi. Salah satu bentuk otonomi adalah membuka penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri, di luar seleksi nasional dan seleksi bersama perguruan tinggi negeri.

Kasus korupsi di Unila terkuak di tengah proses pengajuan kampus itu menjadi status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Jika pengajuan disetujui, otonomi kampus bakal berlaku lebih meluas. Tidak hanya dalam menggelar penerimaan mahasiswa baru, melainkan kewenangan tata kelola dan pengambilan keputusan secara penuh tentang keuangan, sumber daya manusia, dan akademik.

Di sisi lain, pemerintah tengah merancang agar semua perguruan tinggi negeri kelak berstatus badan hukum. PTN dengan status BLU maupun satuan kerja didorong menerapkan otonomi setingkat. Hal itu jadi salah satu poin dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Status PTN BH bukan hal baru. Soal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sejauh ini sudah 15 PTN di Indonesia berstatus Badan Hukum. Lalu, bagaimana penerapannya selama ini?

Baca Juga: Unhas Akui Lebih Mandiri setelah Berstatus PTN BH

Baca Juga: Rektor UIN Mataram Pesimis dengan Ketentuan PTN Badan Hukum

1. Kampus PTN BH didorong mengelola dana secara mandiri

Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan HukumKepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo (IDN Times/Ilman Nafian)

Status PTN Badan Hukum diterangkan pada Pasal 65 di UU Pendidikan Tinggi. Menurut pasal itu, status penyelenggaraan otonomi PTN BH bisa diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri untuk meghasilkan pendidikan tinggi bermutu.

PTN BH memiliki tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri. Mereka berhak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel. Selain itu punya wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan, wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi, serta wewenang membuka, menyelenggarakan, dan menutup program studi.

Aturan lebih detail soal PTN BH tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Termasuk bentuk-bentuk otonomi pengelolaan keuangan. Di sana diterangkan, PTN BH bisa merencanakan pengelolaan anggaran, menentukan tarif setiap jenis layanan, menerima dan membelanjakan uang, berinvestasi, hingga bekerja sama dengan pihak ketiga.

Kemendikbud Dikti mengajukan RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada DPR RI. Usulan disampaikan lewat rapat kerja pemerintah dengan Badan Legislasi DPR, 24 Agustus 2022. Menurut Pasal 141 di draf RUU Sisdiknas, jika nantinya aturan baru disahkan, maka semua PTN bakal menjadi berstatus badan hukum, paling lama delapan tahun sejak RUU diundangkan. 

Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo mengungkapkan, RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan dan mencabut tiga undang-undang terkait pendidikan. Yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

PTN BH, kata Anindito, merupakan badan hukum nirlaba milik negara yang diberi mandat untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sebagai badan hukum, PTN BH memiliki otonomi pengelolaan keuangan, otonomi untuk mengelola SDM, dan otonomi akademik. Otonomi inilah yang memungkinkan PTN BH menjadi agile, efisien dan efektif untuk menjalankan misi pendidikannya. Namun, otonomi ini harus dibarengi dengan akuntabilitas yang tinggi. 

“Sebagai badan hukum nirlaba, PTN BH tidak berorientasi pada keuntungan finansial. Pendapatan yang diperoleh PTN BH seluruhnya diiventasikan kembali untuk meningkatkan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi. Persepsi bahwa PTN menjadi komersial ketika menjadi badan hukum sebenarnya tidak tepat,” katanya.

2. Siasat kampus dan manfaat yang terasa

Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan HukumPemandangan pintu masuk dan tugu nama kampus Universitas Hasanuddin di Tamalanrea, Kota Makassar. (Dok. Direktorat Komunikasi Universitas Hasanuddin)

Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu  perguruan tinggi berstatus PTN BH. Status itu disandang sejak 16 Januari 2017.

Wakil Rektor Unhas Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan dan Bisnis, Prof Adi Maulana, mengatakan bahwa Unhas menjadi lebih mandiri sejak menyandang status PTN BH. "Intinya tata kelola kampus dengan kemandirian secara finansial. Itu hal mendasar yang selama ini berjalan di Unhas," ujar Prof Adi kepada IDN Times, Minggu (4/9/2022).

Adi menjelaskan, Unhas kini bisa membuka program studi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat tanpa bermohon ke pemerintah pusat. Salah satu program studi baru di Unhas yaitu, program studi S2 manajemen kebencanaan yang kini sangat dibutuhkan masyarakat. 

"Sebelum Unhas bertransformasi menjadi PTN BH tentu saja untuk pembukaan program studi masih sangat tergantung dari pusat. Sementara sekarang kita sudah berbadan hukum, saya kira kita bisa melakukan kajian-kajian secara internal,” ujarnya.

Selain itu, Unhas juga merasa lebih mandiri secara finansial. Selayaknya kampus lain yang berstatus PTN BH lainnya, Unhas juga diberikan otoritas untuk membentuk badan usaha sebagai salah satu income generator atau penghasil dana yang akan dikelola untuk operasional universitas. 

"Kita juga punya perusahaan berbadan hukum. Kita punya holding company yang diarahkan untuk yang berdasarkan aset. Jadi aset-aset Unhas ini yang kemudian kita kelola sedemikian rupa sehingga dia bisa meng-generate income. Unhas sudah punya hotel sendiri yang dikelola secara profesional dan tentu saja income ini masuk ke Unhas," kata Adi.

Sebagai kampus berstatus PTN BH, Unhas juga masih mengalami tantangan.Salah satunya harus berkreasi mencari pendanaan operasional. Dalam hal ini, Unhas selama tiga tahun ini tidak lagi diberikan alokasi dosen dan staf PNS serta tidak ada lagi alokasi anggaran untuk srana dan prasarana dari pemerintah.

Karena itu, kata Adi, dengan status PTN BH itulah maka Unhas diberikan keleluasaan untuk membuat badan usaha sendiri sebagai income generator. Dalam hal ini, Unhas memanfaatkan hasil penelitian dari ilmuwan-ilmuwannya. 

Dengan statusnya, Unhas keluar dari pakem kaku yang selama ini dianut banyak perguruan tinggi yaitu perguruan tinggi hanya jadi tempat belajar, meneliti dan pengabdian masyarakat. Padahal perguruan tinggi harusnya juga menjadi tempat untuk berinovasi. Setidaknya begitulah yang kerap disampaikan pihak Unhas ketika ada perguruan tinggi lain yang studi banding.

"Jadi hasil penelitian itu bukan hanya sekedar temuan-temuan belaka tapi harus berinovasi. Artinya sesuai yang dibutuhkan masyarakat sehingga nanti dia bisa menjual. Bisa bermitra dengan dunia usaha, industri sehingga bisa mempertahankan income," katanya.

Universitas Airlangga (UNAIR) di Surabaya, Jawa Timur telah 16 tahun berstatus PTN BH. Direktur Kemahasiswaan UNAIR Prof. Dr. M. Hadi Shubhan, SH, mengatakan, penerapan status PTN BH di UNAIR, terbukti melejitkan prestasi UNAIR dalam World Class University (WCU).

"Dari yang sebelumnya ranking 800 kini ranking 369," ujar Hadi kepada IDN Times, Sabtu (3/2022).

Selain itu, kapasitas mahasiswa baru juga meningkat. Dari yang sebelumnya 6.000 mahasiswa kini menjadi 8.300 mahasiswa. "Dari anggaran per tahun Rp500 miliar, kini Rp1,3 triliun kampus berkreasi mencari pendanaan untuk operasional dengan berbagai cara seperti hilirisasi hasil riset kampus, kerjasama tridarma dengan korporasi dan penambahan kuota mahasiswa baru," kata Hadi.

Hadi menyebut, selama UNAIR berstatus PTN-BH, ada banyak manfaat yang telah diterima oleh UNAIR. Mulai dari pengelolaan kampus yang lebih profesional, melejitnya rangking Universitas dan penyediaan sarana dan prasarana yang lebih modern. "Menyediakan beasiswa yang mencapai 27 persen dari total mahasiswa, memberikan kesejahteraan bagi pegawai baik dosen maupun pegawai administrasi," ucapnya.

Universitas Brawijaya di Malang, Jatim, juga mengalami perbedaan sejak berstatus PTN BH. Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Internasionalisasi Prof. Moch Sasmito Djati menjelaskan bahwa dahulu universitas hanya mengedepankan pengajaran saja. Tetapi kini kemudian berkembang menjadi pengajaran dan riset. Setelah dua poin tersebut terpenuhi, maka kampus harus bisa bersaing secara global. Untuk bisa bersaing secara global, maka universitas harus memiliki memiliki otonomi sendiri dalam hal ini menjadi PTNBH.

"Untuk bisa jadi PTNBH setidaknya ada dua poin penting yang harus dipenuhi. Pertama adalah sisi manajerial kampus harus benar-benar bagus. Kemudian poin kedua adalah produktivitas dari para dosen dalam melakukan penelitian juga harus tinggi," urainya Jumat (2/9/2022). 

Sasmito menyebut bahwa ketika sudah beralih status menjadi PTNBH, maka UB kini masuk ke dalam persaingan terbuka. Untuk itu perlu strategi yang matang agar kampus yang berada di Jl Veteran, Kota Malang itu bisa bertahan bahkan bersaing dengan kampus-kampus lain secara internasional. Pihaknya menyiapkan rencana jangka pendek dan panjang. Untuk rencana jangka pendek maka fokus pertama adalah memperbaiki struktur kinerja internal kampus. Kemudian juga mencoba memaksimalkan unit usaha yang ada untuk menopang kampus. Meskipun, Sasmito menyebut bahwa subsidi dari pemerintah juga masih tetap ada.

"Salah satu hal yang kami siapkan adalah dengan membangun badan usaha baik akademik maupun non akademik. Untuk yang jangka pendek tentu saja badan usaha non akademik yakni memaksimalkan dari unit-unit usaha yang dimiliki. Sementara untuk jangka panjangnya tentu dari badan usaha akademik yakni temuan penelitian para dosen yang kemudian menjadi hak paten dan jadi bisnis," imbuhnya. 

Baca Juga: Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi Kerugian

3. PTN BH bikin uang kuliah jadi lebih mahal?

Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan HukumIlustrasi SNMPTN (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww/aa.)

Salah satu bentuk otonomi meluas PTN BH adalah perguruan tinggi berwenang menetapkan tarif layanannya. Ini berarti termasuk uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa. Tapi pihak kampus menepis peralihan status bikin biaya kuliah naik.

Prof. Moch Sasmito Jati mengatakan, status PTNBH tidak lantas membuat pihak kampus bisa semena-mena menarik uang pendidikan dari mahasiswa. Ia menyebut bahwa terkait uang kuliah mahasiswa tersebut ada mekanisme-mekanisme yang mengatur. Pihak kampus juga tidak bisa sembarangan menaikkan atau menarik uang kuliah yang besar hanya dengan alasan untuk menambah pemasukan. Terlebih, subsidi dari pemerintah masih tetap jalan normal.

"Kalau di UB sejauh ini masih normal. UKT tidak ada kenaikan, karena untuk menaikkan UKT itu harus seizin menteri. Kalau biaya kuliah semakin mahal memang benar. Tetapi perlu diketahui juga 30 persen dari mahasiswa kami ada yang mendapat beasiswa dan untuk biaya UKT juga tidak sama rata," katanya. 

Prof. Hadi Subhan juga berpendapat demikian. Menurut dia, status PTN-BH di UNAIR tidak ada kaitannya dengan mahalnya UKT. Sebab, UKT bukan satu-satunya sumber pendapatan di UNAIR.

"Bahkan komposisinya hanya sekitar 30 persen saja (UKT), yang 70 persen dari APBN dan hilirisasi produk serta kerjasama tridarma," jelasnya.

Sarana dan prasana pembangunan di UNAIR dibangun dengan berbagai sumber pembiayaan. Dormotory Mahasiswa misalnya, yang dibangun dari sumbangan Pemerintah Daerah dan fasilitas olahraga dari alumni serta korporasi swasta.

Sementara untuk pembiayaan pegawai, dari UNAIR sendiri dengan berbagai portofolio yang ada. " Bahkan kini birokrasinya lebih fleksibel untuk mengangkat pegawai sesuai kebutuhan dan kemampuan UNAIR sendiri baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas," tutur Hadi.

Di Unhas, Prof. Adi Maulana mengatakan mahasiswa tak perlu khawatir. Pasalnya ada banyak beasiswa yang tersedia. Mahasiswa bebas mengurus beasiswa yang diinginkan, mulai dari beasiswa untuk mahasiswa berprestasi hingga untuk keluarga kurang mampu.

"Unhas memberikan beasiswa yang sangat besar jumlahnya. SPP kami bahkan sampai sekarang termasuk yang termurah kalau dibandingkan dengan PTN lain yang tidak berstatus badan hukum. Karena kami punya motto, kami tidak ingin hidup dari SPP karena SPP membebani masyarakat," kata Adi. 

Beasiswa itu juga tak sedikit yang berasal dari income yang didapatkan Unhas dari berbagai sumber pendanaannya. Salah satu sumber pendanaan itu, kata Adi, didapatkan juga dari hasil kreasi para peneliti Unhas seperti hak paten yang dikerjasamakan dengan industri dan usaha sehingga mampu memberikan beasiswa bagi mahasiswa.

"Justru kita hidup dari kerja sama. Ada dunia usaha atau industri yang menggunakan hak paten dari inovasi-inovasi yang kami ciptakan. Temuan peneliti-peneliti Unhas kita kerjasamakan dengan dunia usaha sehingga ketika mereka mau menggunakan paten tersebut tentu saja mereka akan membayar atau ada dana kerja sama," kata Adi. 

Soal ini diaminkan Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo. “Bukti empiris menunjukkan bahwa PTN-PTN yang berbadan hukum justru memberi lebih banyak beasiswa dan menyediakan bangku kuliah bahwa mahasiswa dari keluarga sosial-ekonomi lemah. Selain itu, biaya kuliah di PTN BH tidak lebih mahal dari di PTN non Badan Hukum,” dia menerangkan.

4. Belum semua kampus siap beralih status

Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan HukumGedung Rektorat Universitas Lampung (Unila). (IDN Times/Istimewa)

Meski dipandang positif, belum semua perguruan tinggi negeri (PTN) siap menuju status badan hukum. Salah satunya Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut Rektor UIN Mataram Prof Masnun Thahir, konsekuensi menjadi PTN BH sangat besar.

"Kami ini secara objektif belum siap sekarang. Mungkin 5 tahun ke depan arahnya ke sana. Tapi tentunya setiap regulasi di perguruan tinggi kita harus terima. Hanya saja kita harus objektif mengenai kesiapan kita. Apalagi kalau sudah menjadi PTN BH, konsekuensi-konsekuensinya besar," katanya saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Sabtu (3/9/2022).

UIN Mataram sendiri berstatus BLU. Untuk menuju PTN BH, kata Masnun, perlu evaluasi tentang kemampuan kampus. Saat ini, hanya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta perguruan tinggi berbasis pendidikan keagaam di Indonesia yang sudah merintis menjadi PTN BH. 

"Karena mengurus perguruan tinggi tidak sekadar persoalan akademik tetapi juga sosial segala macam, bagaimana kesiapan kita. Cukup berat juga mengarah ke PTN BH. Apalagi dari PTN Satker. Itu hil yang mustahal," ucapnya.

Apabila menjadi PTN BLU, semua otonomi pengelolaan kampus diserahkan kepada perguruan tinggi bersangkutan. Sementara dengan status PTN BLU saja masih belum kuat. Masnun menyebutkan, kampus di bawah Kementerian Agama belum semuanya berstatus PTN BLU. Jumlahnya disebutkan sekitar 30 persen kampus yang sudah berstatus BLU. 

"Untuk mengarah ke PTN BH perlu uji objektivitas. Kemudian perangkat-perangkat yang kita persiapkan. Terutama perangkat yang lain bukan sekadar sumber daya manusianya tetapi perangkat tentang regulasi," ujarnya.

Masnun menambahkan, kampus berstatus BLU sendiri harus juga memperoleh penguatan guna memastikan keberlanjutannya. Selain itu juga memperbanyak publikasi jurnal-jurnal internasional guna memperkuat branding perguruan tinggi. Branding secara akademik dan non akademik untuk menarik perhatian masyarakat agar melanjutkan kuliah di kampus tersebut. 

Di Universitas Lampung (Unila), peralihan status menjadi PTN BH sedang digodok. Usai kasus korupsi rektor mencuat, pihak kampus memutuskan menunda sementara pengajuan tersebut.

"Persiapan Unila menjadi PTNBH sementara ini di kementerian sedang dipending dulu usulannya. Karena ada kasus tadi (OTT Prof Karomani dkk)," ujar Plt Rektor Unila, Mohammad Sofwan Effendi saat dimintai keterangan, Kamis (1/9/2022).

Ia menambahkan, bukan sekadar tersandung kasus suap, Unila juga terhalang terkait kekurangan sejumlah kelengkapan dokumen syarat pengajuan universitas sebagai PTNBH. "Ini sudah dibahas dan kekurangannya hanya sedikit, kalau sudah melampaui passing grade penilaian kinerja PTNBH maka usulan akan sejalan pembenahan di dalam kampus," papar Sofwan.

Terkait kendala tersebut, Sofwan menyampaikan, pihaknya kini memiliki pekerjaan rumah untuk mampu meyakinkan tim penilaian PTNBH, bila Unila sudah mulai berbenah. Sehingga proses pengajuan tersebut, bisa jalan beriringan dengan upaya perbaikan internal kampus.

Upaya tersebut dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, Unila harus kian solid secara internal, tanpa terkecuali mulai dari seluruh wakil rektor, dekan, dosen, hingga para mahasiswa untuk kompak bertekad menjadikan kampus lebih baik melalui skema PTNBH.

Kedua, Unila bersama para warga kampus harus memberikan dan memperlihatkan opini positif kepada publik dengan kinerja nyata. Misalnya, melalui beberapa riset-riset hingga pelaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tetap berjalan tanpa hambatan.

Terkait batas waktu penundaan pengurusan PTNBH, Sofwan mengatakan hingga saat ini belum ada tenggat. Tapi diharapkan pengajuan PTNBH dapat kembali bergulir 2023. 

Wacana penetapan Unila sebagai PTNBH disebut-sebut menghadirkan prospek potensial hingga kekhawatiran tertentu, Sofwan menjelaskan, alih status PTNBH, Unila lebih leluasa dan fleksibel mengelola internal. Termasuk urusan SDM, manajemen keuangan, hingga aset. Misalnya, seluruh aset di Unila kecuali tanah bakal menjadi hak milik kampus, sehingga memiliki fleksibilitas dalam menata manajemen sesuai visi misi Unila.

Sedangkan sisi kekhawatiran, Unila tidak lagi menerima bantuan dibanding semasa berstatus PTN Badan Layanan Umum (BLU). Tapi kampus PTNBH kemungkinan tak lagi mendapatkan formasi dosen PNS, termasuk alokasi pindahan PNS hingga PPPK.

"Jadi ASN dan PPPK itu mungkin tidak lagi mendapat formasi dari pemerintah, karena semua nantinya akan berstatus sebagai dosen Unila. Tapi jelas, untuk dosen sudah ada tetap dipertahankan, namun tidak ada penambahan dosen PNS baru," kata pejabat Direktur Sumber Daya, Ditjen Dikti Ristek tersebut.

Sementara dari sisi pengawasan pengelolaan dana, Sofwan mengklaim, kampus PTNBH akan memperketat pengaturan dan pengawasan alokasi pendanaan. Dikarenakan dapat langsung dipantau oleh publik atau pihak eksternal menjalin kerjasama dengan Unila.

"Semisal PTN BLU, karena dana dari pemerintah pasti diaudit BPK, selaku badan audit pemerintah. Termasuk audit akuntan publik dilakukan setiap tahun, sehingga ada aturan dari Kementerian Keuangan terkait pengelolaan BLU," katanya.

Menyikapi wacana usulan PTNBH tersebut, Rektor Unila periode 1998-2008, Prof Muhajir Utomo menilai, target realisasi pembentukan PTNBH bagi Unila di awal 2023 terbilang buru-buru alias masih terlalu dini. Pasalnya, kampus kebanggaan Provinsi Lampung itu masih perlu mempersiapkan perencanaan dengan matang.

Catatan terutama pada peningkatan aspek penguatan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi, tata kelola kelembagaan, income generating (finansial), dan peranan sosial bagi Unila.

"Mohon maaf, menurut saya Unila belum saatnya menjadi PTNBH sekarang. Mungkin 4-8 tahun ke depan. Perlu diingat, akuntabilitas dan kemandirian finansial Unila sampai detik ini masih lemah. Perkuat dulu minimal dua masalah itu," kata Prof Muhajir.

Pengelolaan keuangan secara mandiri disebut rentan diselewengkan. Di Unhas, dihadirkan organisasi internal yakni Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai pengawas. MWA ini tak hanya beranggotakan pihak dari Unhas saja melainkan dari luar Unhas juga seperti perwakilan alumni, tokoh masyarakat, menteri, utusan dosen, hingga utusan pegawai.

"MWA ini yang mengontrol terutama dalam hal finansial. Kemudian ada juga Senat Akademik dan mereka ini fungsinya selain pengawasan terhadap tata kelola organisasi juga khusus keuangan mereka punya satu unit sendiri di MWA," kata Prof. Adi Maulana.

Dengan adanya organisasi yang bertugas sebagai pengawas, maka diharapkan tidak akan terjadi kasus korupsi ataupun penyelewengan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Jadi kami tidak bisa seenaknya saja karena rektor sebagai pimpinan universitas harus memberikan laporan keuangan setiap tahun bahkan setiap saat kalau misalnya MWA meminta pertanggungjawaban. Bahkan segala keputusan strategis sudah ada aturannya," kata Adi.

5. Status PTN BH bisa menguntungkan atau merugikan

Menakar Untung-Rugi Otonomi Perguruan Tinggi Badan HukumIlustrasi Pendidikan (IDN Times/Arief Rahmat)

Status perubahan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi PTN Badan Hukum atau PTN BH bisa menghasilkan keuntungan, atau malah menimbulkan kerugian. Keputusan ini dinilai bisa merugikan jika pembelajaran akademik kurang masif.

Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Cecep Darmawan mengatakan, ide PTN BH sebenarnya bertujuan agar perguruan tinggi bisa lebih otonom terutama mandiri dalam akademik.

"Namun akan jadi masalah jika penyelenggaraan pendidikan kurang masif atau terkesan jadi mahal, terus terpaku juga pada pengelolan non akademik," ujar Cecep, Kamis (1/9/2022).

Menurutnya, dari pengalaman UPI yang sudah berstatus PTN BH sejak 2004, secara akademis memang banyak ditemukan perkembangan yang baik dari peralihan status tersebut. Namun, masih banyak juga kekurangan yang ditemukan dari keputusan itu.

"Pengalaman UPI saya ikut di dalamnya dari 2004 sampai sekarang memang banyak perkembangan baik dari akademik tapi non-akademik. Taoi masih banyak kendala memang PTN BH ini, semangatnya birokrasi yang tidak melulu terkungkum oleh regulasi," ungkapnya.

Peralihan dari PTN ke PTN BH pun, cenderung menjadi alat bagi beberapa kepentingan. Misalnya, lewat timbulnya aturan di mana rektor bisa dipilih oleh anggota Majelis Wali Amanat (MWA) yang berisi orang internal dan eksternal.

"Pengalaman saya PTN BH, pemilihan rektor dari MWA bisa langsung dan ini anggotanya dari internal dan ekstermal. Ini sering kali ada gesekan dan kepentingan, karena MWA menentukan rektor," ucapnya.

Mengenai itu, otonom perguruan tinggi dari sisi non-akademik masih menemui beberapa masalah. Cecep menyimpulkan bahwa PTN BH bisa saja membuat sistem pendidikan semakin baik, namun justru sisi non-akademik bisa terjadi sebaliknya.

Adapun yang dimaksud non-akademik adalah managerial keuangan, aset, dan beberapa aspek lain diluar kaitan dengan akademik.

"Otonomi non-akademik ini yang serta merta membuat perguruan tinggi ada yang kreatif bisa dapat aset banyak, yang tidak kreatif ya tidak dapat. Artinya, belum ada jaminan pasti bahwa PTN BH ini menimbulkan keuntungan," katanya.

Cecep memberikan masukan bahwa dalam aturan ini ada baiknya kembali dibenahi dan dievaluasi. Sebab, akan menjadi hal yang percuma jika status berubah tapi pembelajaran pada mahasiswa tidak masif. Saat disinggung soal rencana pemerintah yang mengajukan RUU Sisdiknas, menurutnya lebih tepat jika ditunda dulu.

"Harus ditunda dulu agar peraturan pendidikan di kita jelas, dan itu bisa jadi semacam panduan. Saya merasa ini belum intens dan banyak peraturan perguruan tinggi masih sumir," katanya

"Harus dirumus ulang substansi materi oleh RUU Sisdiknas. Ini kan model sama seperti omnibus law, jadi menyatukan beberapa aturan pendidikan tinggi. Ini belum tepat dan lebih baik ditunda," kata dia.

Penulis: Ashrawi Muin (Makassar), Khusnul Hasanah (Surabaya), Alfi Ramadana (Malang), Tama Wiguna (Bandar Lampung), Muhammad Nasir (Mataram), Azzis Zulkhairil (Bandung)

Baca Juga: Siasat UNAIR Setelah Berstatus PTN-BH

Baca Juga: Tantangan Universitas Brawijaya Lebih Berat Setelah Jadi PTNBH 

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya