Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin Pulang

Melihat dari dekat penerapan larangan mudik di daerah

Makassar, IDN Times -  Febri bakal merasakan kesedihan yang sama tahun ini, saat mendengarkan lantunan takbir di tanah rantau. Lagi-lagi dia gagal melewatkan momen hari raya lebaran di kampung halaman.

Pada tahun 2020 lalu, Febri tertahan di tempatnya bermukim, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia tidak bisa pulang ke kampung halaman di Lampung karena pemerintah melarang mudik di masa Idulfitri. Setahun berselang, pemerintah menerapkan aturan serupa dengan alasan menekan potensi penularan COVID-19.

Febri sebenarnya sejak jauh hari sudah menyusun rencana mudik. Namun sekarang dia tidak bisa apa-apa. Pemerintah memutuskan melarang pergerakan orang antar daerah pada 6-17 Mei 2021.

"Sudah persiapan aku malahan. Mulai dari dana sama kendaraan, karena niat pengin sesekali mudik darat tapi tidak pakai transportasi umum," katanya pada Kamis, 6 Mei 2021.

Mau-tidak mau, Febri mengurungkan niat bertemu sanak saudara di kampung. Dia juga mengaku punya pertimbangan selain larangan mudik, yakni kasus penularan virus corona yang masih tinggi. Apalagi salah satu orang tuanya masuk kelompok orang rentan karena punya komorbid.

“Ternyata sebetulnya aku masih galau mau balik," dia melanjutkan.

Larangan mudik tertuang dalam enam poin pada Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Larangan mudik berlaku bagi semua orang dengan perjalanan antar kabupaten/kota, provinsi, maupun negara. Baik itu menggunakan transportasi darat, kereta api, laut, dan udara. Pengecualian berlaku bagi kelompok masyarakat tertentu dengan tugas atau kepentingan mendesak, dengan menyertakan hasil tes COVID-19.

Larangan mudik sudah berlaku sejak pekan lalu. Pemerintah daerah menerapkannya lewat penyekatan jalur lintas batas. Orang-orang tertahan tak bisa pulang kampung, meski ada juga yang bersiasat dengan mudik lebih awal. Di sisi lain, aturan itu berdampak terhadap mata pencarian kelompok masyarakat tertentu.

IDN Times merangkum serba-serbi larangan mudik dari sejumlah daerah di Indonesia. Berikut ini kisahnya.

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangPoin-poin larangan mudik. IDN Times/Aan Pranata

Baca Juga: Kisah Perantau di Yogyakarta, 2 Tahun Menahan Rindu Bertemu Keluarga

Baca Juga: Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua Pandemik

1. Antara mudik virtual dan pulang kampung lebih awal

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangIlustrasi mudik (IDN Times/Imam Rosidin)

Mudik lebaran jadi rutinitas wajib bagi sebagian masyarakat Indonesia saat lebaran Idulfitri. Momen itu jadi ajang silaturahmi sekaligus melepas rindu bersama sanak keluarga di kampung halaman. Namun larangan mudik mengubah kebiasaan orang-orang di hari raya.

Sultan, seorang aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Provinsi Lampung, memaklumi kekecewaan orang tua di kampung karena dia tidak bisa pulang tahun ini. Baginya hari raya tanpa sanak saudara terasa kurang lengkap. Namun teknologi memudahkannya bertatap muka secara daring dengan orang di tempat jauh.

"Sedih memang, tegur sapa maaf-maafan sama keluarga khususnya ke orang tua cuma bisa lewat video call. Mudah-mudahan saja wabah ini bisa cepat diselesaikan," katanya.

Ada yang pasrah, ada juga yang menyiasati larangan mudik dengan pulang kampung lebih awal. Dela (36), meninggalkan Tangerang, Banten, menuju Bojonegoro, Jawa Timur, dua hari sebelum masa larangan mudik. Dia menempuh jalur darat dengan bus.

"Kalau gak cepet-cepet nanti malah nggak bisa mudik lagi," kata Dela di terminal bayangan  Pasar Lembang, Ciledug, Kota Tangerang, Selasa 4 Mei 2021.

Ada konsekuensi bagi yang mudik dini, yakni harga tiket yang melonjak drastis. Perusahaan otobus menerapkan serentak menerapkan kebijakan itu. Seperti yang dirasakan Waluyo (53), yang menebus tiket Rp450 ribu untuk perjalanan dari Tangerang Menuju Madiun, Jatim.

"Naik 2 kali lipat dibanding biasanya. Cuma ya saya tetap beli saja," katanya.

Baca Juga: Kisah Pemudik di Lampung, Dua Tahun Tak Bertemu Sanak Keluarga 

Baca Juga: Harga Tiket Naik 2 Kali Lipat Tak Jadi Penghalang Warga untuk Mudik 

2. Ramai-ramai menerapkan sanksi putar balik bagi yang nekat mudik

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangIlustrasi. IDN Times/Mia Amalia

Larangan mudik ditegakkan lewat pengoperasian titik penyekatan antar wilayah. Badan Pemelihara Keamanan Polri mencatat, setidaknya ada 381 titik penyekatan di Sumatra, Jawa, dan Bali. Yang terbanyak di Jawa Barat, dengan jumlah 158 titik.

SE Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 13/2021 tidak secara tegas menetapkan sanksi bagi pelanggar larangan mudik. Yang disebutkan adalah sanksi berupa denda, sanksi sosial, kurungan dan/atau pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Meski begitu, pemerintah daerah nampaknya kompak menerapkan aturan serupa bagi masyarakat yang nekat mudik: putar balik!

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut, pada dua hari pertama larangan mudik, 6-7 Mei, polisi di titik penyekatan memutar balikkan sekitar 22 ribu kendaraan. Mereka mencoba menerobos batas antar wilayah untuk mudik.

"Setiap hari hampir 11 ribu kendaraan diputar balik. Itu dari data 26 ribu kendaraan yang telah dirazia," kata Ridwan.

Dampak pengetatan dan kendaraan diputar balik, lalu lintas di sekitar perbatasan disebut jadi tidak begitu ramai. Masyarakat yang berniat mudik diduga mengurungkan niatnya karena tahu akan sulit untuk lolos dari pengawasan petugas.

Emil memastikan penyekatan tidak hanya di jalan-jalan besar, melainkan hingga jalan kecil yang kerap dijadikan jalur tikus oleh para pemudik. "Sehingga ga usah menyiasati (mudik), nantinya capek sendiri. Semua potensi zona mudik sudah ditutup,” ucap Emil, sapaan Ridwan kamil.

Di Jawa Timur, pada Kamis 6 Mei, ribuan kendaraan dari luar daerah ditolak masuk. Para pengendara diminta putar balik karena tidak membawa surat tugas dari tempat kerja atau tanpa surat hasil negatif COVID-19.

Direktur Lalu Lintas Polda Jatim Kombes Latif Usman mengatakan, pada hari pertama, ada 3.169 kendaraan yang tidak dibiarkan masuk. Mereka umumnya berasal dari Jawa Tengah dan Bali. Jumlah kendaraan yang diputar balik dipastikan terus bertambah seiring masa larangan mudik.

"Kendaraan yang keluar atau masuk provinsi Jatim akan dilaksanakan pemeriksaan pos screening, bilamana terindikasi mudik akan diputar balik sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Latif, Jumat.

Di Kalimantan Timur, kepolisian daerah setempat membangun 74 posko pada setiap perbatasan kabupaten/kota. Ada 155 ribu petugas gabungan TNI-Polri dan pemerintah daerah yang berjaga mengadang pemudik.

Gubernur Kaltim Isran Noor secara khusus juga mengantisipasi penyebaran COVID-19 dari luar negeri dengan membatasi perjalanan internasional baik di bandar udara maupun pelabuhan. “Saya perintahkan kepada petugas di lapangan, untuk mengawasi pelaku perjalanan internasional secara ketat, pastikan pelaksanaan karantina di tempat yang telah ditunjuk,"  ujarnya.

Baca Juga: Mudik Ditiadakan, Penumpang Transportasi Turun hingga 90 Persen

Baca Juga: Kisah Miris Sopir di Balik Larangan Mudik: Kami Gak Tau Mau Ngapain!

3. Mudik lokal lebih longgar di sebagian daerah

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangTidak ada penyekatan di perbatasan Makassar-Gowa di Jalan Aroepala (Hertasning), Minggu (9/5/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

Satgas sudah menegaskan bahwa mudik dilarang, termasuk di delapan wilayah aglomerasi. Namun ada pemerintah daerah yang memberikan kelonggaran kepada warganya.

Misalnya di Sulawesi Selatan. Pemerintah Provinsi tidak menyekat arus lalu lintas di kasawan terpadu Mamminasata, meliputi Makassar, Maros, Sungguminasan dan Takalar. Pos yang didirikan di batas-batas wilayah cuma untuk memantau kegiatan warga dan kendaraan dari luar daerah.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sulsel, Muhammad Arafah, membernarkan bahwa tidak ada pos penyekatan di perbatasan masing-masing wilayah aglomerasi. Penyekatan cuma ada pada perbatasan terluar di empat wilayah tersebut. Sedangkan warga Mamminasata cuma diberi peringatan agar tidak lengah dengan kelonggaran.

"Untuk implementasi di lapangan saat ini (cuma) imbauan kepada masyarakat. Itu hanya pos pemantauan," katanya.

Di Sulawesi Barat, Ketua DPRD Provinsi setempat Suraida Duka menyatakan aktivitas mudik lokal tidak dilarang. "Mudik Lebaran tahun ini boleh dilakukan antara Kabupaten di Sulbar, dan dilarang dilakukan antar Provinsi," kata Suraida dikutip dari Antara, Jumat (7/5/2021).

Suraida mengatakan larangan mudik tetap berlaku di Sulbar. Namun yang dilarang adalah perjalanan antar provinsi, misalnya dari Sulbar ke Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan atau sebaliknya. Larangan mudik antar provinsi untuk mencegah penyebaran COVID-19 lebih meluas.

"Kecuali yang akan mudik berada di wilayah Sulbar, boleh mudik antarkabupaten saja," ujarnya

Sementara itu Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap mengizinkan perjalanan antarkabupaten/kota di wilayahnya. Soal itu tertuang dala Surat Edaran (SE) Gubernur DIY Nomor: 27/SE/V/2021 tentang Ketentuan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah di Wilayah Aglomerasi Yogyakarta Raya Dalam Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).

"Bagi aglomerasi Yogyakarta Raya dimungkinkan melaksanakan perjalanan antar kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta," tulis poin pertama pada SE Gubernur DIY yang berlaku efektif 8-24 Mei tersebut.

Disebutkan pada poin berikutnya bahwa kegiatan silaturahmi sama sekali tidak dilarang, dengan catatan lebih dulu tes COVID-19 dan menjaga protokol kesehatan. Warga yang silaturahmi juga dilarang menginap di rumah saudara atau kerabat. Pengawasan dimaksimalkan oleh Posko COVID-19 di tingkat kelurahan.

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menuturkan, pengawasan dan pengamanan mudik lokal di wilayah aglomerasi bukan persoalan sepele, melihat kondisi kabupaten/kota di kawasan Yogyakarta Raya yang saling menopang satu dengan yang lain. Belum lagi banyaknya akses penghubung antar kabupaten/kota di DIY yang bisa jadi celah.

"Terus terang kalau itu akan dilaksanakan di Jogja (DIY) sulit," kata Aji di kantornya, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (7/6/2021) lalu.

"Taruhlah, bagaimana kita membatasi orang dari Bantul ke kota (Yogyakarta), jalannya ada berapa, yang jalan kaki saja bisa. Ini yang agak berat," sambungnya.

Baca Juga: Hanya Pos Pantau, Tak Ada Penyekatan Pemudik di Makassar

Baca Juga: Mudik Lokal Dilarang, Sultan Izinkan Silaturahmi antarwilayah di DIY

4. Larangan mudik di kawasan aglomerasi yang bikin bingung

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangJuru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Bakti Bawono Adisasmito (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Pemerintah terkesan tidak konsisten soal larangan mudik, terutama di wilayah aglomerasi. Awalnya ada delapan wilayah aglomerasi yang jadi pengecualian. Daerah itu adalah kota-kota yang tergabung dalam kawasan tertentu dan berkesinambungan.

Belakangan, Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menekankan bahwa pemerintah melarang mudik lokal di kawasan aglomerasi. Larangan tersebut sebagai bentuk upaya mencegah penularan COVID-19 saat momen mudik Lebaran.

"Untuk memecah kebingungan masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi, dengan urgensi mencegah dengan maksimal interaksi fisik sebagai cara transmisi virus dari satu orang ke orang lain," katanya dalam konferensi virtual di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (6/5/2021).

Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengaku bingung dengan "perubahan" aturan soal larangan mudik. "Karena kemarin waktu rapat sama Mendagri, hanya boleh aglomerasi. Terus sekarang tiba-tiba (tak boleh)," kata Arief, Jumat (7/5/2021).

Arief berharap pemerintah pusat jelas dalam memberi perintah melalui penerbitan aturan atau pernyataan yang dikeluarkan. Agar pihaknya tak bingung dalam mengambil tindakan di lapangan.

"Yang penting kita berharap pemerintah pusat jelas dan tegas. Tegas dan jelas artinya ada ketegasan ada kejelasan. Jadi gak rancu. kita yang di lapangan bingung jadinya," kata Arief.

Soal apakah pihaknya mendukung kebijakan larangan mudik lokal, Arief menyatakan tak bisa serta merta memberi dukungan. Alasannya, banyak warga Kota Tangerang berinteraksi dengan warga daerah lain yang berdekatan seperti Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan.

"Pasar induk adanya di Kota Tangerang, nanti orang tangsel dia nyuplai bahan pangan dari mana? Misalnya ya. Kalo pedagang di sini, terus pedagang barang ada, pembeli ngga dateng, di sana makan apa?" kata Arief.

Baca Juga: Wiku: Mudik di Wilayah Aglomerasi Dilarang

Baca Juga: Soal Larangan Mudik Lokal, Wali Kota Tangerang: Bikin Bingung! 

5. Mereka yang merana karena penyekatan wilayah

Larangan Mudik: Menyekat Wilayah, Membendung yang Ingin PulangSelamat Simarmata, 54, Salah satu supir bus lintas Riau-Sumatera yang terdampak COVID-19 (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Bagaimana pun, kebijakan pemerintah pasti ada pro dan kontra. Meski pencegahan COVID-19 jadi tujuan, larangan mudik tetap disambut negatif terutama oleh mereka yang terdampak langsung. Sebut saja sopir atau pengusaha angkutan umum antar daerah.

Sopir angkutan jalur Makassar-Bone di Sulsel, awal, tidak punya pilihan selain menganggur sementara. Dia awalnya sempat nekat mencari celah untuk menghindari adangan petugas. Namun ternyata larangan mudik juga membuatnya sulit mencari penumpang.

"Terpaksa dikandangkan (simpan) dulu mobil," ujarnya.

Awal memahami bahwa pemerintah sedang berupaya mengendalikan laju penyebaran COVID-19. Namun dia berharap berbagai kebijakan diimbangi dengan solusi konkret kepada masyarakat yang terdampak. Dia mencontohkan dirinya sendiri yang jadi kehilangan pemasukan karena tidak bisa mengangkut penumpang.

“Pasti kita sabar, tidak mungkin mau dilawan pemerintah. Tapi apa solusinya bagi orang-orang yang kayak kita ini. Itu yang seharusnya ada juga.” 

Suara senada disampaikan Simarmata, mandor supir bus RAPI di Medan, Sumatra Utara. Selama masa larangan mudik, praktis semua armada yang biasa beroperasi antar provinsi diparkir. Apalagi sebelum ada larangan itu, aktivitas penumpang juga sudah lesu.

"Sejak tahun lalu ada COVID-19,  penumpang sudah berkurang karena tidak ada lagi yang mau naik bus," katanya saat ditemui di loket RAPI di Jalan Sisingamangaraja Medan.

Ambo Dalle, Ketua Organisasi Angkutan Darar (Organda) Kalimantan Timur menyebut pengusaha moda transportasi terseok-seok karena pandemik. Pendapatan menurun lebih dari 70 persen karena semakin kurang orang mau naik transportasi umum. Dan penyekatan antar wilayah membuat situasinya semakin parah. Tapi mau bagaimana lagi?

“Karena pandemik ini semua bisa dimaklumi. Berat memang tapi harus tabah dihadapi,” ucapnya soal larangan mudik.

Baca Juga: Ridwan Kamil: Sudah 22 Ribu Kendaraan Diputar Balik di Jabar 

Baca Juga: Soal Lebaran Dilarang Mudik, Ini Curahan Hati Ketua Organda Kaltim

Baca Juga: Kisah Miris Sopir di Balik Larangan Mudik: Kami Gak Tau Mau Ngapain!

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya