Dari 53 Juta Bahan Baku, Vaksin Sinovac Jadi 43 Juta Dosis 

Sudah 24 juta dosis vaksin diproduksi, 17 juta disalurkan

Makassar, IDN Times – Indonesia menerima 16 juta dosis bahan baku vaksin COVID-19 dari Sinovac, Kamis (25/3/2021). Sehingga total vaksin yang datang hingga tahap ketujuh sebanyak 53,5 juta dosis.

Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Bio Farma, Bambang Heriyanto mengatakan pengolahan bahan baku menjadi vaksin jadi terus diupayakan. Dengan begitu kebutuhan terhadap dosis vaksin bisa terus terpenuhi.

“Sehingga kebutuhan vaksin COVID-19 bagi 181 juta penduduk Indonesia tercapai targetnya,” kata Bambang pada dialog daring yang diselenggarakan Tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis.

Baca Juga: Jokowi Gratiskan Vaksin COVID-19, BI Bantu Danai Pengadaan Vaksin

1. Tidak semua bahan baku bisa menjadi vaksin jadi

Dari 53 Juta Bahan Baku, Vaksin Sinovac Jadi 43 Juta Dosis Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Bio Farma, Bambang Heriyanto. Dok. Istimewa

Bambang menerangkan, dari 53,5 juta dosis bahan baku yang diterima, diperkirakan hasilnya menjadi 43 juta dosis karena waste test. Sejauh ini proses produksi sudah berjalan 24 batch atau sekitar 24 juta dosis vaksin.

“Sudah didistribusikan sebanyak 17 juta dosis. Datangnya 16 juta dosis hari ini akan memperpanjang proses produksi vaksin COVID-19 ini nanti,” ujar Bambang.

Menurut Bambang, waste taste lumrah terjadi dalam proses produksi bahan baku vaksin menjadi vaksin jadi. Sehingga tidak aneh apabila jumlah bahan baku yang masuk dan jumlah vaksin yang diproduksi berkurang beberapa persen.

2. Semua vaksin dicek kembali oleh BPOM

Dari 53 Juta Bahan Baku, Vaksin Sinovac Jadi 43 Juta Dosis Pekerja melakukan bongkar muat Envirotainer berisi vaksin COVID-19 Sinovac setibanya dari Beijing di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 31 Desember 2020. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Dr. Lucia Rizka Andalusia, Juru Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Badan POM juga menerangkan proses lanjutan agar vaksin COVID-19 bisa didistribusikan. Dia menyatakan vaksin merupakan produk berisiko tinggi karena sifatnya tidak stabil. Sehingga perlakuannya harus sangat hati-hati.

“Perlu diketahui pula bahwa setiap batch vaksin mendapatkan sertifikat pelepasan (certificate of release), maknanya bahwa vaksin tersebut sudah dicek kembali oleh Badan POM untuk menjaga mutunya,” kata dia.

“Sampai saat ini tidak ada kendala berarti pada proses pengujian hingga pemberian sertifikat pelepasan ini,” dia melanjutkan.

3. Kestabilan vaksin bertahan tiga bulan

Dari 53 Juta Bahan Baku, Vaksin Sinovac Jadi 43 Juta Dosis Humas RS Kanker Dharmais Anjari Umarjiyanto mengikuti vaksinasi COVID-19 (Dok. Pribadi/Anjari Umarjiyanto)

Lucia menyebut distribusi vaksin COVID-19 selalu dikawal Badan POM. Ada 34 UPT Badan POM di provinsi dan 40 Loka POM di kabupaten yang mengawal di sepanjang jalur distribusi, agar kondisi vaksin tetap bermutu dan disimpan dengan baik.

Vaksin COVID-19 yang didistibusikan saat ini masih baru. Pengujian stabilitas industri farmasi menunjukkan data kestabilan selama tiga bulan. Dengan data tersebut Badan POM memberikan batas kedaluwarsa vaksin COVID-19 selama enam bulan, baik Sinovac maupun Astrazeneca.

Baca Juga: Menkes Budi Prediksi Ada Kendala Suplai Vaksin dalam 4 Bulan ke Depan

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya