Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct Message

Berawal dari DM lalu berujung di pelaminan, uwu banget ~

Makassar, IDN Times - Marta menilai aplikasi kencan online atau dating app hanya medium perantara bagi orang-orang yang menginginkan hubungan yang gak serius-serius amat, cinta satu malam, contohnya. 

"Aku males dengan short relationship, gak tertarik one night stand (ONS), dan males basa-basi. Aku selalu mengidentikkan dating app dengan orang-orang yang cuma mau have sex," katanya.

Penilaian perempuan 29 tahun asal Yogyakarta itu tidak bertahan lama. Sebab pada Januari 2017, ia dengan lelaki yang menjadi suaminya sekarang dipertemukan oleh Tinder, aplikasi kencan online yang cukup banyak diminati orang Indonesia.

Beda tipis dengan Wachid Azis dari Demak. Ia memang sengaja mengunduh aplikasi Tinder karena kesepian ditinggal teman-teman kampus yang lulus duluan. Tak butuh lama untuk pria berusia 28 itu berkenalan dengan beberapa orang. Salah satunya kini menjadi pacar tersayang. Namun sebelum sampai di match pamungkas, ia pernah melalui pengalaman unik. 

"Pernah dulu ketemu terus diajakin jadi downline MLM (multilevel marketing). Terus (aku) kabur, besoknya aku blok semua kontaknya," kenangnya sambil tertawa saat berbicara kepada IDN Times.

Pengalaman Marta dan Azis serupa dengan Dayana asal Kazakhstan dan Fiki Naki, YouTuber hits Tanah Air yang berkenalan melalui platform video Ome TV dan bikin heboh muda-mudi Indonesia. Mereka adalah bagian dari pengguna internet yang jumlahnya semakin hari kian bertambah. 

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada kuartal II tahun 2020 lalu menunjukkan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta. Di mana kontribusi terbesar berada di Pulau Jawa dengan jumlah 56,4%.

Sementara Statista pada Februari 2020 juga melaporkan, pengguna media sosial terbanyak di Indonesia berasal dari generasi Millennials kelompok umur 25-34 tahun dari seluruh populasi. Rinciannya, laki-laki 20,6 persen dan perempuan 14,8 persen. Selanjutnya yaitu Generasi Z atau Gen Z usia 18-24 tahun, dengan rincian 16,1 persen laki-laki dan 14,2 persen perempuan. Kemudian kelompok usia 13-17 tahun, di mana 6,2 persen adalah laki-laki dan 7,1 persen yakni perempuan.

1. Aplikasi khusus kencan bukan satu-satunya jalan menemukan cinta di internet

Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct MessageIlustrasi Pasangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Beberapa pasangan yang kami wawancara di berbagai kota di Indonesia mengaku, tidak menggunakan aplikasi khusus kencan online saat bertemu, berkenalan dan akhirnya saling jatuh cinta. Pada umumnya, tipe seperti ini tidak terburu-buru mencari kekasih. Mereka ingin menikmati momen demi momen perjuangan mendekati belahan jiwa. Intinya butuh kesabaran dan upaya ekstra.

Cici Nur Khasanah, contohnya. Perempuan asal Lampung ini tak pernah berharap akan bertemu jodoh melalui Facebook. Awalnya ia hanya iseng mengirimkan permintaan pertemanan kepada akun Billy Sandi pada pertengahan Januari 2020 lalu.

"Kerjaan aku kan emang di media sosial, jadi aku suka iseng tambahkan orang-orang yang pertemanannya banyak agar lebih terpercaya," ujar perempuan berusia 24 tahun ini. Cici mengaku setelah menambahkan Billy sebagai teman, ia dihubungi terlebih dulu melalui kotak pesan.

"Setelah itu kita intens chat lanjut ke WhatsApp, terus tiga bulan kemudian baru memutuskan bertemu," terang Cici.

Cici merinci perjuangannya mencari tahu sosok Billy. Sebab hubungannya kali ini tak ingin main-main, tapi berlanjut sampai ke pelaminan. Menurut Cici memang tak mudah mengenal orang asing di dunia maya. Sebab dibutuhkan kesabaran dan ketelitian untuk mengenal orang tersebut.

"Waktu masih chat belum ketemu, aku masih biasa saja belum ada pikiran bakal serius. Tapi setelah ketemu baru aku menilai dia dari caranya bicara, cara menatap aku itu terlihat kalau dia serius," kata dia.

Siapa sangka keisengannya tersebut justru membawanya sampai ke pelaminan dalam waktu yang cukup singkat. September 2020, pasangan ini mantap ke jenjang serius membina bahtera rumah tangga. 

Facebook pula yang membantu perkenalan Gede P asal Klungkung, Bali, dengan Ni Komang YD, yang saat ini menjadi istrinya. Mereka kini telah dikaruniai dua orang anak.

Gede P mengakui bahwa sebelumnya ia sama sekali tidak saling kenal dengan istrinya, walau mereka tinggal sekota. Keduanya dipertemukan melalui Facebook sekitar tahun 2013 silam. Saat itu Facebook sedang sangat populer dibandingkan dengan Twitter ataupun Instagram.

"Hampir semua remaja saat itu menggandrungi Facebook, " kata Gede P.

Awalnya Gede P mengaku melihat unggahan foto temannya yang juga menandai Komang YD. Saat itu pula Gede P mengaku tertarik dan menambahkan YD sebagai temannya.

"Setelah dikonfirmasi itu, kami tidak langsung saling kenalan. Tapi saya mulai aktif mengomentari postingan istri saya," ungkapnya.

Berawal dari saling komentar di beranda, keduanya pun lantas intens menjalin komunikasi via kotak pesan. Hingga akhirnya mereka mencoba untuk bertemu langsung.

"Kebetulan kami satu kota, jadi tidak ribet ketemunya. Apalagi beberapa teman saya juga mengenalnya. Ketemu lah kami saat itu di Balai Budaya Klungkung," ungkapnya.

Saat bertemu, tidak ada kejanggalan apapun. Ia bertemu dengan Komang YP seperti sosok apa adanya yang ada di foto media sosialnya. Mengingat saat itu juga belum banyak aplikasi filter yang membuat foto orang terlihat berbeda dengan aslinya.

"Saat pertama kali bertemu, mungkin yang berbeda itu sikapnya. Saat itu istri saya lebih pendiam dari pada saat di Facebook. Saya sempat berpikir, apa dia memandang saya di luar ekspetasinya? Tapi sifat canggung mungkin alami, jika pertama kali bertemu setelah akrab di Medsos," ungkapnya.

Setelah bertemu itu, mereka pun menjadi lebih akrab di dunia nyata dari pada di media sosial. Hingga akhirnya mereka memutuskan berpacaran kemudian menikah.

2. Mereka yang dipertemukan Instagram

Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct MessageIlustrasi Pasangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Via, 31 tahun, dan Novan yang berusia 26, sama-sama warga Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Pasangan ini menikah di bulan Juli 2020 lalu. Mereka saling mengenal di media sosial Instagram. Via sehari-hari mengelola sebuah akun literasi dengan pengikut lebih dari 300 ribu. Dari situlah perkenalan mereka bermula. 

"Akhirnya suami mulai cari tahu siapa yang pegang atau author akun itu. Dia mulai ikuti akun Instagram pribadi saya juga," ungkap Via yang kesehariannya juga mengajar privat bahasa Inggris dan mengaji tilawati.

Via mengaku, sebenarnya agak takut juga kalau harus mengenal seseorang dari media sosial. Namun cara pendekatan Novan berbeda. Pria yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan tambang tersebut sangat sopan, sehingga Via merespon baik ajakan perkenalan Novan.

Via bercerita, awal mula kedekatan mereka karena sang suami mengikuti akun pribadinya. Novan mulai stalking dan mencari tahu tentang dirinya setelah terlebih dahulu mengetahui akun literasi yang ia kelola.

"Disitu dia mulai tahu saya author-nya, lalu pas saya menulis buku, dia juga beli," katanya.

Via telah menulis dua buku, yang pertama diterbitkan perusahaan asal Jakarta, sementara buku kedua ia produksi sendiri dan jual dengan sistem PO atau pre order. "Ternyata dia cari tahu biodata saya, dan di situ dia tahu saya asli Balikpapan. Sama seperti dia," kenangnya.

Dari situ juga suaminya tahu ia mengajar secara privat, dan banyak hal lain tentang dia Via. Sampai ketika Via menjual merchandise dengan tema akun literasinya Novan kerap membeli semua yang ia jual secara online. 

Komunikasi berlanjut, Via mulai merasakan kenyamanan. "Tapi ya belum ada rasa. Saya ingat dia lama-lama memberanikan diri telepon pertama kali. Obrolan juga makin nyaman dan kami makin sering komunikasi," ujarnya.

Suatu ketika, pada 11 Januari Via menerima kado berupa bunga yang ternyata dikirim Novan. Kaget, namun hatinya senang, karena ternyata ada perhatian dari laki-laki yang tinggal di kawasan Strat 1, Balikpapan Utara ini.

"Kata dia supaya sama dengan lagu Gigi (band). Dia kirimi saya bunga ke rumah via ojek online, saya kaget dan akhirnya tahu kalau dia udah cari tahu soal saya termasuk alamat saya. Sebenarnya memakan waktu cukup lama sampai kami benar-benar intens komunikasi," ungkapnya.

Setelah intens komunikasi, Via sebenarnya merasa makin takut, tidak mau mengartikan kedekatan ini secara berlebihan. Apalagi saat itu ia belum pernah bertatap muka.

"Saya takut perasan nyaman semakin mendalam juga. Padahal belum tahu dia yang mana orangnya," katanya.

Sampai akhirnya, Via mendesak untuk bertemu ketika Novan cuti ke Balikpapan. Via meminta didatangi saja di rumahnya. Diakuinya selama chat mulai intens beberapa kali Novan membicarakan keseriusan dan bermaksud mengajaknya serius ke jenjang pernikahan.

"Masih ingat pertama kali nge-date di salah satu cafe di kawasan Sungai Ampal. Kami baru ketemu setelah sekitar 4 bulanan," ujarnya. 

Setelah pertemuan itu mereka kian dekat. Selang beberapa waktu mulailah sepakat menjalin hubungan. Namun tentu mereka terpaksa menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship (LDR). Pasalnya Novan mesti kembali bekerja di Banjarmasin.

Pasangan lainnya yang juga berkenalan melalui Instagram adalah Lutfi Zulfani dan Mulia Chandra Prasasti. Ada sedikit keunikan dari pertemuan mereka. Lutfi sudah lebih dulu memerhatikan Sasti di sebuah kafe. Namun karena tak berani menghampiri secara langsung, Lutfi akhirnya mencari Sasti melalui Instagram.

"Jadi aku nanya-nanya ke temenku buat cari info siapa namanya. Cari tahu media sosialnya, terus dia orang mana," ujar pecinta fotografi yang menetap di Lampung.

Usaha Lutfi tak bertepuk sebelah tangan, sampai akhirnya mereka intens menjalin komunikasi di media sosial dan berlanjut menjadi pasangan kekasih. Saat ini, usia hubungan mereka sudah hampir dua tahun.

Tentu saja ada banyak tantangan yang harus mereka hadapi saat menjalani hubungan jarak jauh. Sebab Sasti harus kembali bekerja di sebuah bank di Jakarta, sedangkan Lutfi berada di Lampung menekuni profesinya sebagai fotografer pernikahan.

"Karena LDR jadi kadang berantem karena curiga gak jelas. Sudah kenalan di medsos dan pacaran di medsos, jadi butuh kesabaran lebih buat menjalin komunikasia," papar Lutfi.

Baca Juga: Kisah Muda-mudi Semarang Cari Jodoh Via Online, Dari Benjut ke Lanjut

3. Berani membangun komitmen meski belum pernah bertemu langsung

Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct MessageFatma (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Meski belum bertemu langsung, beberapa narasumber juga mengaku berani mengikat komitmen dengan orang yang dikenalnya melalui media sosial atau aplikasi kencan. Khania, 23 tahun, asal Klungkung, Bali pun menjalani hal tersebut. Ia berkenalan di media sosial dengan seorang laki-laki yang saat ini menjadi pacarnya. Komang, 23 tahun, memang berasal dari Kota Denpasar, namun karena harus menjalankan tugas mengabdi untuk negara, ia lebih sering berada di luar Pulau Bali.

Keduanya berkenalan secara tidak sengaja melalui WhatsApp, saling bertukar nomor dan kemudian melakukan pendekatan. Hubungan keduanya tidak terlepas dari peran sahabat, yang saat itu mengenalkan mereka satu sama lain. Khania mengaku perjalanannya menjalin komunikasi dan pendekatan dengan Komang tidaklah mudah. Hampir setahun Khania hanya berkomunikasi dengan menatap layar handphone. 

Hubungan mereka pun tak semulus yang dibayangkan, pertengkaran sering terjadi. Karena pengakuan Khania, ia adalah sosok perempuan yang tidak terbiasa dengan komunikasi yang jarang dan apalagi belum pernah bertemu. Orang terdekat Khania pun tidak menyetujui hubungan dengan cara seperti ini karena alasan Khania selalu memiliki hubungan putus nyambung dan juga belum pernah bertemu Komang.

Namun keduanya menemukan kecocokan pada suatu hal lain yaitu bisa bercanda dan berbicara pribadi masing-masing. Ketika keduanya bercanda dan saling mengejek, maka ia merasa seritme dan seirama dengan Komang.

Perasaan ragu, takut, dan penasaran akan sosok Komang memenuhi pikirannya. Selama hampir setahun Khania tidak bertemu kekasihnya. Ia baru bertemu Komang pada November 2020 lalu, itu pun hanya dua hari saja. Khania mengaku kikuk saat untuk pertama kalinya bertemu pacar dunia mayanya tersebut. Menurutnya, ada perbedaan suara yang ia rasakan pada pasangannya tersebut. Suara Komang lebih berat saat ditelepon, seperti bapak-bapak, namun saat bertemu empat mata, suaranya seperti remaja pada umumnya.

“Ragu, takut. Penasaran sih. Ragu tapi penasaran gitu. Tapi takut gitu. Karena sebelumnya aku nggak pernah long distance relationship (LDR) dan belum pernah ketemu sama sekali. Dan kenalan lewat HP doang. Lewat ya media sosial itu. Ya udah aku coba aja. Awalnya coba-coba sih. Coba-coba berhadiah,” ungkapnya sambil tertawa.

Rasa penasaran itulah yang membuatnya bertahan dengan hubungan pacar dunia mayanya ini. Ia menguatkan dan meyakinkan dirinya sendiri. Berusaha menemukan alasan untuk tetap bertahan bersama Komang meskipun jarang ketemu.

Jalan cinta Khania dan Komang mungkin sedikit lebih mudah dibanding cerita Fatma di Aceh yang kini tengah menjalani hubungan dengan Emre yang asli warga Ankara, Turki. Pasangan lintas negara itu bertemu di Instagram pada 2019 lalu.

"“Awalnya itu kami berkenalan lewat sosial media, Instagram. September 2019 itu, aku lagi scroll pencarian dan dapat foto dia di pencarian itu. Aku klik, tapi waktu itu akunnya privasi jadinya cuma aku follow (mengikuti),” kata Fatma menceritakan.

Kami sempat diajak Fatma untuk melihat cara mereka berkomunikasi melalui sambungan video call Whatsapp. 

Merhaba, nasılsın canım? (Hallo, apa kabar sayang?),” terdengar suara Emre berbicara dengan Bahasa Turki tak lama setelah panggilan video tersebut dimulai.

Iyiyim, sen nasılsın canım? (Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu sayang?)” sahut Fatma. Keduanya pun larut dalam perbincangan.

Dua bulan berkomunikasi, hubungan keduanya pun semakin dekat. Merasa telah menemukan kenyamanan dalam kehidupan, dua insan berbeda negara, budaya, dan terpisah oleh jarak ini pun coba menyatukan hati mereka.

Baik Fatma maupun Emre, keduanya juga mengaku jika mereka mendapatkan sambutan hangat dari masing-masing pihak keluarga. Meski hanya sebatas bertemu melalui panggilan video. Emre juga memiliki niat untuk datang ke Aceh menjumpai Fatma, namun apabila pandemik COVID-19 telah berakhir.

Ketika ditanyakan mengenai keseriusan hingga sampai ke jenjang pernikahan, wanita yang memiliki lesung pipi itu pun hanya bisa tersenyum malu.

“Insyaallah doain aja. Kita gak tahu ke depan bagaimana,” ungkap Fatma.

Baca Juga: Cewek ABG 15-20 Tahun di Semarang Kerap Tertipu Layanan Jodoh Online

4. Tips menjalin hubungan dengan orang yang baru kamu kenal lewat media sosial

Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct MessageIlustrasi Tinder. IDN Times

Berkenalan dengan orang baru di media sosial bukan tanpa risiko. Sebab kamu tidak pernah tahu seratus persen kebenaran kata-kata yang mereka sampaikan. Karena itu, semua narasumber yang kami wawancarai mengaku berusaha secara mandiri mencari tahu fakta-fakta terkait doi.

Vivi asal Makassar mengatakan, dirinya sampai mengulik jauh latar belakang Alan, pria yang kini menjadi suaminya, setelah mereka berdua berkenalan dan semakin akrab lewat Tinder. Ia masih merasa asing dengan pria yang dikenalnya di internet itu.

"Sudah saya telusuri semua latar belakangnya, kayak kampusnya cocokkah, medsosnya dan lainnya. Hamdalah jujur dan lurus. Dan pastinya mapan dan ada kerjanya. Betul-betul saya telusuri sampai kantornya" kata Vivi. 

Vivi berpesan kepada kamu yang sedang mencari pasangan di media sosial agar disiplin melakukan check and recheck, misalnya dengan mengecek tempat kuliah atau kerja.

"Di Linkedin, tapi paling bagus cek di Dikti. Kalau dia ngaku lulusan ini itu cek saja skripsinya, biasa kan ada di repository kampus," kata Vivi.

Vivi juga berpesan kepada kalian yang menjalin hubungan dengan teman di media sosial supaya jangan cepat baper. Soalnya banyak sekali teman Vivi yang juga gagal karena baper di awal. 

"Kalau awal ketemu atau chat sudah membahas arah intim, SKIP! Kalau sudah minta tolong transfer ini itu, pinjam duit, beliin barang, SKIP!," dia melanjutkan.

Jika diminta bertemu pertama kali, Vivi menyarankan supaya bertemu di tempat ramai supaya jika terjadi apa-apa mudah untuk meminta tolong atau kabur. Jika memulai percakapan, sebaiknya hanya membahas hal-hal yang general saja dan jangan terlalu mendalam.

"Sebenarnya mau ketemu orang via apa pun kita harus selalu hat-hati takut ada modus terselubung," katanya.

Senada dengan Vivi, Marta juga berpesan demikian. "Dating app gak selamanya jadi ajang esek-esek atau ketemu cowok gak bener. Tergantung pintar-pintarnya kita nge-filter diri," katanya. "Meskipun cowok baik-baik yang serius di dating app mungkin satu banding ratusan."

Menurutnya, kita perlu mengenali diri sendiri untuk membentuk filter itu. "Pertama, aku orangnya baperan, jadi aku tau bahwa opsi casual sex gak cocok buatku," Marta mencontohkan.

Kedua, kita perlu mengetahui tujuan memakai dating app atau media sosial. Cari partner yang tujuannya sama. Selain itu, menjaga diri tetap skeptis dan kritis terhadap partner chat sejak awal juga gak kalah penting.

"Screening partner chat. Kira-kira value dia sesuai value kita gak. Kan keliatan tuh dari ngobrol-ngobrolnya. Kroscek background-nya di Google, kali aja ada circle yang berpotongan."

Baca Juga: Saran Psikolog untuk Para Pencari Jodoh Lewat Online, Awas Tertipu!

5. Butuh kedewasaan dan pemahaman yang baik saat berkenalan dengan orang baru di media sosial

Panah Asmara Digital: Kisah-kisah Cinta Berawal dari Direct MessageIlustrasi Pasangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Akademisi Psikologi UIN Raden Intan Lampung, Cindani Trika Kusuma, tren bertemu jodoh di media sosial atau aplikasi digital terjadi karena kebutuhan untuk mendapat pasangan yang memberi rasa nyaman, kasih sayang, dan perhatian.

"Akhirnya anak-anak ini memiliki waktu lebih banyak untuk mencari orang-orang potensial melalui aplikasi ini," ujar psikolog yang berada di UPTD Perlindungan Anak dan Perempuan Lampung ini.

Memastikan tujuan dalam mencari pasangan juga penting, apakah sudah siap atau sekadar mencari pelampiasan karena kecewa dengan seseorang.

Cindani mengatakan, ketika sedang merasa kecewa dan membutuhkan orang lain untuk memberi kasih sayang lebih, lebih baik mendatangi profesional seperti psikolog untuk menyembukan trauma kecewa tersebut. Harapannya setelah trauma tersebut sembuh, kemudian bisa mencari cara menggunakan logika lebih dalam.

"Misal karena memerhatikan pemarah dia mencari sosok-laki yang bisa menyayangi. Tapi hal itu harus didefinisikan lagi, apakah saya cukup punya kebutuhan yang besar untuk itu? Atau saya harus mendatangi dokter?" tuturnya.

Lebih lanjut Cindani menyampaikan, mencari pasangan di media sosial bisa menjadi cara yang kurang tepat. Sebab untuk mencari pasangan, harus sudah mengenal sebelumnya.

Dari kasus yang didasarkan pada banyak anak di usia 16-17 tahun, sering menjadi korban pelecehan seksual karena berkenalan lewat media sosial. Mereka tidak tahu jika berkenalan dengan orang yang benar-benar baru, konsekuensinya adalah mendapat orang yang baik atau tidak baik.

"Tidak perlu ditanamkan juga pada teman-teman menciptakan Z. Kita tidak perlu percaya-percaya banget dengan orang tersebut, karena belum mengenal secara mendalam. Apa yang dilihat di media sosial itu bisa saja bohong," paparnya.

Cindani berkata, tak masalah berkenalan lewat media sosial asal mencari tahu lebih dalam siapa dia, keluarganya, dan siapa teman-teman sekitarnya. Kemudian riwayatnnya sejak kecil.

"Itu yang perlu kita dalami sebelum menaruh cinta kita 100 persen kepada mereka. Kalau sudah terjawab semua dan dia juga bersungguh-sungguh, kita baru bisa percaya dan cinta," terangnya.

Sementara sosiolog Universitas Hasanuddin, Rahmat Muhammad, berpandangan, pertemuan dua orang yang menjalin kasih karena bertemu di media sosial lazim terjadi saat ini. Kehadiran media sosial tidak dapat dimungkiri telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia.

"Ini menjadi fenomena menarik karena di era modern yang memanfaatkan teknologi pun prosesi sakral memasuki lembaga perkawinan juga diambil alih media sosial. Yang idealnya tetap mengacu aturan keagamaan kini terbantu oleh kehadiran medsos untuk menemukan jodoh, dulu tabu sekarang lumrah," katanya.

Dengan begitu, media sosial telah menjadi cara baru dalam membangun hubungan antara manusia satu dengan lainnya, tak terkecuali dalam membangun hubungan asmara.

"Karena relatif dari kedua belah pihak sudah menerima dan tidak persoalkan lagi, ikuti perkembangan zaman," kata Rahmat.

Tulisan ini merupakan kolaborasi dari beberapa hyperlocals IDN Times. Penulis: Silviana, Alfi Ramadana, Ashrawi Muin, Ardiansyah Fajar, Paulus Risang, Fatmawati, Muhammad Saifullah, Wayan Antara, Ayu Afria Ulita Ermalia, Anggun Puspitoningrum, Muhammad Iqbal, Doni Hermawan, Fariz Hardianto, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Yuda Almerio Pratama Lebang, Khaerul Anwar.

Baca Juga: Cerita Gadis Tangerang 'Gila Kerja', Cari Jodoh dari Aplikasi Kencan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya