Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pasangan (Pexels.com/Mikhail Nilov)
Ilustrasi pasangan (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Kurangnya self-love dapat membuat rentan terhadap pasangan manipulatif

  • Kecenderungan untuk "menyelamatkan" orang lain bisa membuat terjebak dalam hubungan tidak seimbang

  • Trauma masa lalu yang belum sembuh memengaruhi cara memilih pasangan dan perlu diatasi agar tidak berulang dalam hubungan berikutnya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Hubungan yang sehat seharusnya membawa kebahagiaan dan pertumbuhan, bukan kesedihan atau rasa tertekan. Tapi, pernahkah kamu merasa terjebak dalam siklus pasangan toxic?

Terkadang, tanpa disadari, kita sendiri yang berkontribusi pada pola ini. Yuk, cari tahu apa saja penyebabnya agar kita bisa keluar dari lingkaran pasangan toxic!

1. Kurangnya self-love

Ilustrasi alasan selalu ketemu pasangan toxic(Pexel.com/Photo By: Kaboompics.com)

Ketika kamu tidak mencintai diri sendiri, kamu cenderung mencari validasi dari orang lain. Hal ini bisa membuatmu lebih rentan terhadap pasangan yang manipulative. Alih-alih melihat tanda bahaya, kamu mungkin justru merasa “butuh” mereka untuk merasa utuh.

Self-love adalah fondasi hubungan yang sehat. Tanpa itu, kamu akan sulit menetapkan batasan atau mengenali red flag. Belajarlah menghargai dirimu, dan kamu akan menarik orang yang menghargai kamu dengan tulus.

2. Kecenderungan untuk "menyelamatkan" orang lain

Ilustrasi alasan selalu ketemu pasangan toxic(Pexel.com/Ron Lach)

Banyak dari kita merasa tertarik pada pasangan yang bermasalah karena dorongan untuk “menyelamatkan” mereka. Walaupun niatmu baik, hal ini sering kali membuat kamu terjebak dalam hubungan yang tidak seimbang.

Ingat, kamu bukan terapis atau superhero. Hubungan yang sehat melibatkan dua individu yang saling mendukung, bukan satu pihak yang terus-menerus mengorbankan dirinya demi yang lain.

3. Trauma masa lalu yang belum sembuh

Ilustrasi alasan selalu ketemu pasangan toxic(pexel.com/cottonbro studio)

Pengalaman masa lalu, seperti hubungan yang abusif atau kurangnya kasih sayang, dapat memengaruhi cara kamu memilih pasangan. Kamu mungkin terbiasa dengan rasa sakit sehingga sulit membedakan cinta yang sejati dari hubungan yang toxic.

Penting untuk menyembuhkan diri terlebih dahulu. Terapi atau berbicara dengan orang yang kamu percaya bisa membantumu memahami dan melepaskan trauma ini agar tidak berulang dalam hubungan berikutnya.

4. Takut kesepian

Ilustrasi alasan selalu ketemu pasangan toxic(Pexel.com/Leyla Qəhrəmanova)

Ketakutan akan kesendirian sering kali membuat seseorang bertahan dalam hubungan toxic. Kamu mungkin berpikir, “Daripada sendirian, lebih baik dengan dia.” Tapi apakah kebahagiaanmu sepadan dengan harga yang harus dibayar?

Kesendirian bukan sesuatu yang harus ditakuti. Justru, momen ini bisa menjadi waktu untuk mengenal dirimu lebih dalam dan mempersiapkan diri untuk hubungan yang lebih baik di masa depan.

5. Membiarkan red flag berlalu

Ilustrasi alasan selalu ketemu pasangan toxic(Pexel.com/Mahdi Bafande)

Sering kali, tanda-tanda toxic sudah terlihat sejak awal, tapi kamu memilih untuk mengabaikannya. Entah karena cinta, harapan, atau sekadar tidak ingin ribut, kamu membiarkan perilaku buruk pasangan terus berlangsung.

Mengenali red flag dan bertindak tegas bukan berarti kamu jahat, melainkan tanda bahwa kamu menghormati dirimu sendiri. Jangan takut kehilangan orang yang tidak pantas berada di hidupmu.

Hubungan toxic bukan takdir, melainkan pola yang bisa kamu ubah. Mulailah dari diri sendiri—belajar mencintai, menghargai, dan menetapkan batasan yang jelas. Dengan begitu, kamu tidak hanya menghindari pasangan toxic, tapi juga menciptakan ruang untuk hubungan yang penuh cinta dan penghormatan. Kamu berhak bahagia, dan perjalanan untuk itu dimulai sekarang!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team