Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi minta maaf (pexels.com/ Vera Arsic)

Setiap orang pasti pernah berbuat salah dan meminta maaf atas kesalahannya. Tapi pernah gak, kamu merasa kalau kamu sering banget bilang “maaf”, bahkan untuk hal-hal kecil atau yang sebenarnya bukan salahmu? Kamu malah tetap merasa gak enak hati, walaupun sudah minta maaf dan dimaafkan.

Walaupun meminta maaf adalah sebuah tindakan terpuji, akan tetapi kalau dilakukan secara berlebihan, justru bisa mengganggu kepercayaan dirimu. Over-apologizing juga bisa menjadi tanda ada yang tidak beres dengan emosimu. Oleh karena itu, kenali enam penyebab meminta maaf secara berlebihan berikut ini, agar kamu bisa mulai memperbaikinya pelan-pelan.

1. Nilai diri yang rendah

Ilustrasi mencintai diri sendiri (pexels.com/ Pavel Danilyuk)

Kalau kamu merasa gak cukup baik atau gak pantas dihargai, kamu mungkin jadi mudah merasa bersalah meski gak berbuat salah. Akhirnya, kamu jadi sering minta maaf sebagai bentuk penyesuaian diri. Ini sering terjadi saat seseorang punya self-esteem yang rendah.

Merasa bersalah terus-menerus bukanlah Solusi atas permasalahan yang terjadi. Justru, hal tersebut bisa memperkuat keyakinan bahwa kamu selalu salah. Padahal, bisa jadi yang kamu lakukan sudah benar, dan gak ada yang perlu dipermasalahkan. Terimalah dirimu, dan percayalah bahwa kamu sudah memberikan apa yang mampu kamu berikan.

2. Kecenderungan menjadi people-pleaser

ilustrasi berkumpul dengan teman (unsplash.com/ Helena Lopes)

Orang yang punya kecenderungan people pleaser akan melakukan banyak hal demi membuat orang lain nyaman, bahkan dengan mengorbankan dirinya sendiri. Salah satu tandanya adalah sering minta maaf hanya untuk menjaga suasana tetap damai, atau menghindari terjadinya konflik. Padahal, konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi.

Meminta maaf atas kesalahan yang tidak dilakukan demi menjaga hubungan tetap baik mungkin terasa seperti pengorbanan yang baik. Masalahnya, kalau kamu terbiasa melakukan hal tersebut, justru akan bikin kamu terlihat gak punya pendirian. Kamu jadi mudah dimanfaatkan orang lain yang tahu kamu gak enakan. Dan ujung-ujungnya malah akan merepotkan dirimu sendiri.

3. Takut tidak disukai orang lain

ilustrasi tidak disukai (pexels.com/ Yan Krukau)

Perasaan takut ditolak, gak disukai, bahkan dijauhi, bisa mendorong seseorang minta maaf terus-menerus. Secara gak disadari, ada harapan kalau permintaan maafnya itu bikin orang lain tetap menerima dirinya. Padahal, bukan itu konsep hubungan yang sehat.

Ingat, kamu gak bisa mengontrol semua pandangan orang terhadapmu. Dan percaya deh, jadi diri sendiri jauh lebih sehat daripada terus-menerus berusaha nyenengin orang lain. Disukai orang lain itu bonus, bukan tujuan utama. Jadi, kamu gak perlu takut ada orang-orang yang gak menyukaimu dengan alasan apapun.

4. Terlalu perfeksionis

ilustrasi perfeksionis (pexels.com/ Mikhail Nilov)

Sikap perfeksionis sebetulnya bisa membantumu dalam beberapa hal. Akan tetapi, perfeksionisme kadang juga membuat kamu merasa belum cukup baik dalam melakukan banyak hal. Dalam pekerjaan misalnya, saat ada sedikit kekurangan, kamu langsung merasa bersalah dan buru-buru minta maaf. Padahal, gak semua kesalahan itu fatal atau perlu disesali sedalam itu.

Terjebak dalam pola pikir perfeksionis, justru akan membuatmu jadi overthinking dan gampang menyalahkan diri sendiri. Belajarlah menerima ketidaksempurnaan, supaya kamu lebih tenang dan realistis dalam melihat diri sendiri. Dan yang terpenting, gak perlu sampai meminta maaf secara berlebihan yang gak sepadan dengan kesalahan yang kamu lakukan.

5. Punya social anxiety

Ilustrasi cemas (pexels.com/ Alex Green)

Social anxiety juga bisa bikin kamu merasa cemas berlebihan saat berinteraksi dengan orang lain. Perasaan yang sering muncul biasanya adalah takut dianggap menyebalkan, salah bicara, atau menyinggung tanpa sadar. Dan untuk meredakan kecemasan itu, biasanya kamu jadi sering minta maaf.

Permintaan maaf berulang kadang jadi pelindung supaya kamu merasa aman. Tapi terlalu sering melakukannya justru bisa bikin kamu makin gak nyaman. Mengelola kecemasan sosial butuh waktu, tapi kamu bisa mulai dengan belajar membedakan mana yang benar-benar salah dan mana yang cuma kekhawatiran.

6. Kebiasaan yang terbangun lama

Ilustrasi mengobrol (pexels.com/ Anastasiya Gepp)

Setiap orang memiliki latar belakang dan tumbuh di lingkungan yang berbeda. Pengaruh yang diberikan lingkungan sangat menentukan sikap dan nilai yang kita percaya. Jika kamu tumbuh di lingkungan yang mengajarkan untuk selalu minta maaf, lama-kelamaan, hal itu jadi kebiasaan yang otomatis kamu lakukan dalam situasi apa pun. Tanpa sadar, kamu pakai "maaf" sebagai kata default dalam komunikasi.

Jika kebiasaan ini sudah terbentuk dalam dirimu, maka kamu perlu membangun ulang kebiasaan baru. Walaupun gak bisa diubah secara instan, tapi tetap bisa kamu lakukan kok. Mulailah dengan mengganti kata "maaf" dengan ucapan terima kasih dan penjelasan yang mendukung. Misalnya, alih-alih bilang, "Maaf ya, telat balas", coba ganti dengan, "Makasih ya, sudah menunggu." Makna yang sama, tetapi memberikan perspektif yang berbeda pada dirimu sendiri.

Hal-hal baik memang perlu dibangun dalam diri, termasuk meminta maaf. Akan tetapi, jika kamu merasa permintaan maafmu yang berlebihan menjadi sinyal negatif, maka kamu perlu memahami apa yang menjadi penyebabnya. Cobalah untuk mengubah sudut pandangmu dan membangun kesadaran tentang arti permintaan maaf tersebut. Dengan begitu, nilai dirimu akan lebih baik, sementara hubunganmu dengan orang lain pun tetap terjaga.

Sumber referensi:

  1. https://therapyinanutshell.com/saying-sorry/

  2. https://hbr.org/2023/08/stop-over-apologizing-at-work

  3. https://www.sagetherapy.com/post/saying-sorry-all-the-time-when-constant-apologizing-goes-too-far

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team