Ilustrasi mengobrol (pexels.com/ Anastasiya Gepp)
Setiap orang memiliki latar belakang dan tumbuh di lingkungan yang berbeda. Pengaruh yang diberikan lingkungan sangat menentukan sikap dan nilai yang kita percaya. Jika kamu tumbuh di lingkungan yang mengajarkan untuk selalu minta maaf, lama-kelamaan, hal itu jadi kebiasaan yang otomatis kamu lakukan dalam situasi apa pun. Tanpa sadar, kamu pakai "maaf" sebagai kata default dalam komunikasi.
Jika kebiasaan ini sudah terbentuk dalam dirimu, maka kamu perlu membangun ulang kebiasaan baru. Walaupun gak bisa diubah secara instan, tapi tetap bisa kamu lakukan kok. Mulailah dengan mengganti kata "maaf" dengan ucapan terima kasih dan penjelasan yang mendukung. Misalnya, alih-alih bilang, "Maaf ya, telat balas", coba ganti dengan, "Makasih ya, sudah menunggu." Makna yang sama, tetapi memberikan perspektif yang berbeda pada dirimu sendiri.
Hal-hal baik memang perlu dibangun dalam diri, termasuk meminta maaf. Akan tetapi, jika kamu merasa permintaan maafmu yang berlebihan menjadi sinyal negatif, maka kamu perlu memahami apa yang menjadi penyebabnya. Cobalah untuk mengubah sudut pandangmu dan membangun kesadaran tentang arti permintaan maaf tersebut. Dengan begitu, nilai dirimu akan lebih baik, sementara hubunganmu dengan orang lain pun tetap terjaga.
Sumber referensi:
https://therapyinanutshell.com/saying-sorry/
https://hbr.org/2023/08/stop-over-apologizing-at-work
https://www.sagetherapy.com/post/saying-sorry-all-the-time-when-constant-apologizing-goes-too-far