Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita (freepik.com/katemangostar)

Gak semua orang senang jadi pusat perhatian. Ada yang lebih nyaman berada di balik layar, mengamati dan mendengarkan tanpa banyak bicara. Mereka ini sering disebut sebagai orang yang lowkey, lebih memilih diam, hemat bicara, dan gak suka menonjolkan diri. Tapi sayangnya, sikap seperti itu kadang malah dipersepsikan negatif oleh orang sekitar.

Orang lowkey sering dianggap sombong, padahal mereka cuma menjaga ruang pribadinya. Sikap yang sebetulnya mencerminkan kenyamanan dalam diam justru dikira angkuh atau gak ramah. Padahal, kalau dilihat lebih dalam, mereka bukan gak peduli atau ingin memisahkan diri, tapi lebih ke memilih untuk menjaga batasan dan energi. Berikut ini lima sikap lowkey yang sering disalahartikan sebagai sombong, padahal sebenarnya enggak sama sekali.

1. Jarang mengunggah aktivitas di media sosial

ilustrasi wanita dengan HP (freepik.com/Lifestylememory)

Orang yang lowkey cenderung sangat selektif dalam berbagi kehidupan pribadinya di media sosial. Mereka gak merasa harus memamerkan setiap kegiatan atau pencapaian, karena bagi mereka validasi bukan berasal dari like atau komentar. Kadang, mereka justru menikmati momen secara penuh tanpa terganggu oleh keinginan untuk merekam atau membagikannya. Hal ini membuat mereka tampak tidak eksis atau dianggap menjauh dari lingkaran sosial.

Sayangnya, banyak orang salah menilai sikap ini sebagai bentuk keangkuhan atau eksklusif. Padahal, bisa saja mereka hanya sedang ingin menikmati privasi atau merasa gak perlu ikut tren. Keputusan untuk gak terlalu aktif di media sosial bukan berarti sok sibuk atau merasa lebih baik, melainkan bentuk dari cara mereka menjaga kesehatan mental. Mereka memilih hidup yang lebih tenang tanpa merasa perlu terus-menerus terlihat.

2. Memilih diam dalam obrolan ramai

ilustrasi mendengarkan teman (pexels.com/Liza Summer)

Dalam suatu pertemuan sosial, orang lowkey lebih nyaman mendengarkan daripada terlalu banyak bicara. Mereka bukan gak bisa ikut ngobrol, tapi lebih memilih mengamati terlebih dahulu sebelum memberikan komentar. Bagi mereka, percakapan yang terlalu ramai kadang terasa melelahkan dan gak semua hal perlu ditanggapi. Mereka akan bicara jika dirasa perlu atau jika benar-benar memiliki sesuatu yang relevan untuk disampaikan.

Sayangnya, diam mereka kerap disalahartikan sebagai dingin atau gak tertarik berinteraksi. Beberapa orang merasa tersinggung karena mengira mereka gak menghargai suasana atau enggan membaur. Padahal, mereka hanya menjaga energi dan merasa lebih nyaman dalam keheningan. Terkadang, mereka justru lebih menghargai percakapan dalam kelompok kecil yang lebih intim dan mendalam.

3. Gak suka menceritakan masalah pribadi

ilustrasi sendirian (freepik.com/freepik)

Orang yang lowkey cenderung menahan diri untuk gak terlalu terbuka soal kehidupan pribadinya. Bukan karena merasa paling kuat atau gak butuh bantuan, tapi karena mereka lebih nyaman menyelesaikan masalah secara mandiri. Mereka percaya bahwa gak semua hal perlu dibagikan, terutama hal-hal yang sifatnya emosional atau belum selesai diproses secara pribadi. Inilah yang membuat mereka terkesan tertutup atau enggan curhat.

Beberapa orang mungkin menganggap mereka terlalu tertutup atau bahkan menyimpan sesuatu. Dalam konteks sosial, sikap seperti ini bisa disalahpahami sebagai keengganan untuk mempercayai orang lain. Padahal, mereka justru menjaga relasi agar gak membebani satu sama lain dengan keluh kesah yang berlebihan. Bagi mereka, menyimpan hal tertentu bukan berarti menjauh, melainkan sebuah bentuk perlindungan terhadap diri sendiri.

4. Sering menolak ajakan nongkrong

ilustrasi nongkrong (freepik.com/freepik)

Menolak ajakan nongkrong bukan berarti sombong atau gak peduli pada teman-teman. Orang lowkey sering memilih untuk menghabiskan waktu sendirian karena merasa itu lebih mengisi ulang energi. Mereka bisa merasa kewalahan kalau harus sering berkumpul, apalagi dalam suasana yang ramai dan terlalu bising. Nongkrong terus-menerus bisa terasa seperti kewajiban yang menguras, bukan aktivitas yang menyenangkan.

Beberapa orang langsung menilai penolakan mereka sebagai bentuk penolakan terhadap pertemanan. Padahal, mereka tetap menghargai hubungan, hanya saja cara mereka menunjukkan perhatian gak selalu lewat kehadiran fisik. Mereka bisa menunjukkan kepedulian lewat cara yang lebih personal, seperti pesan singkat atau obrolan empat mata. Bagi mereka, kualitas waktu jauh lebih penting daripada kuantitas pertemuan.

5. Gak pernah pamer prestasi

ilustrasi percakapan (freepik.com/katemangostar)

Orang lowkey biasanya memilih untuk tetap rendah hati meskipun memiliki pencapaian yang luar biasa. Mereka gak merasa perlu mengumumkan setiap keberhasilan, karena kepuasan batin sudah cukup sebagai penghargaan. Bahkan dalam percakapan sekalipun, mereka jarang menyinggung soal prestasi atau hal yang bisa membuat mereka terlihat unggul. Mereka lebih nyaman merayakan pencapaian dalam diam atau hanya bersama orang-orang terdekat.

Namun, sikap ini sering dianggap sebagai tidak mau berbagi atau kurang suportif terhadap lingkungan sekitar. Ketika mereka gak ikut dalam euforia pamer keberhasilan, justru muncul anggapan bahwa mereka merasa paling hebat. Padahal, mereka hanya memilih untuk tetap membumi dan gak mencari sorotan. Mereka lebih menghargai proses dibandingkan pujian.

Orang yang lowkey bukan berarti sombong atau gak peduli, mereka hanya punya cara sendiri dalam menyikapi dunia. Ketidaktertarikan mereka terhadap validasi sosial bukan berarti anti sosial. Justru, mereka menyimpan kedalaman dan ketulusan yang jarang terlihat di permukaan. Kalau mampu melihat lebih dalam, ada ketenangan yang bisa sangat menenangkan dari kehadiran mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team