5 Tanda Hedonic Treadmill Sudah Menguasai Hidupmu, Waktunya Berubah!

Pernah gak sih, kamu merasa gak pernah puas dengan apa yang sudah kamu miliki? Selalu mengejar barang baru, pencapaian baru, tapi tetap aja bahagianya cuma sebentar? Tenang, kamu gak sendirian. Fenomena ini disebut hedonic treadmill, kondisi di mana kita terus mengejar kebahagiaan material tapi gak pernah merasa cukup.
Hedonic treadmill ini kayak lari di atas treadmill yang gak pernah membawa kita ke mana-mana. Kita selalu merasa kurang dan gak pernah puas dengan yang sudah ada. Parahnya lagi, siklus ini bisa bikin kelelahan emosional dan kehampaan hidup. Nah, untuk membantu kamu mengenali apakah sudah terjebak dalam fenomena ini, yuk simak lima tanda hedonic treadmill berikut!
1. Selalu merasa bosan dengan apa yang baru kamu dapatkan

Kamu pernah merasa super excited saat beli gadget baru, baju branded, atau barang impian lainnya? Tapi entah kenapa, setelah beberapa hari atau minggu, rasa bahagia itu menguap begitu aja. Barang yang tadinya kamu puja-puja kini terasa biasa aja, dan perhatianmu sudah teralih ke barang lain yang lebih baru atau lebih mahal.
Saat hedonic treadmill menguasai, kamu akan kesulitan mempertahankan rasa puas dari apa yang kamu miliki. Hal-hal yang dulunya bikin kamu excited kini terasa hambar, dan kamu mulai cari sensasi baru yang lebih intens. Sayangnya, pola ini akan terus berulang, membuat kamu gak pernah benar-benar puas dengan apa yang kamu punya. Kebahagiaan kamu jadi sangat bergantung pada stimulus eksternal yang semakin lama semakin sulit memuaskan standarmu.
2. Terus membandingkan hidupmu dengan orang lain di media sosial

Media sosial jadi katalisator sempurna bagi hedonic treadmill di era digital ini. Kamu terus-menerus lihat highlight reel kehidupan orang lain yang tampak sempurna, mulai dari liburan mewah, rumah baru, hingga karier yang cemerlang. Akibatnya, kamu selalu merasa kurang beruntung dan berusaha mengimbangi standar hidup yang kamu lihat di timeline.
Siklus perbandingan sosial ini sangat berbahaya karena gak akan pernah ada habisnya. Selalu ada orang yang punya rumah lebih besar, mobil lebih mewah, atau karier lebih cemerlang. Tanpa kamu sadari, kamu membangun standar kebahagiaan berdasarkan hal-hal eksternal yang sebenernya gak realistis. Ketika ini terjadi, kamu lupa menghargai proses dan pencapaian personalmu sendiri, karena terlalu sibuk mengejar standar yang dibangun oleh feed media sosialmu.
3. Selalu fokus pada target berikutnya tanpa merayakan pencapaian saat ini

Kamu baru aja dapat promosi yang sudah lama kamu impikan, tapi alih-alih merayakan dan menikmati momen tersebut, pikiranmu sudah melompat ke target berikutnya. Mungkin jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar, atau status yang lebih prestisius. Gak pernah ada kata "cukup" dalam kamusmu, karena selalu ada yang lebih besar dan lebih baik yang harus dikejar.
Orang yang terjebak dalam hedonic treadmill cenderung punya pola pikir "setelah ini, baru aku akan bahagia". Mereka percaya kebahagiaan adalah sesuatu yang akan datang di masa depan setelah mencapai target tertentu, bukan sesuatu yang bisa dinikmati saat ini. Sayangnya, saat target tersebut tercapai, kebahagiaan yang dijanjikan gak pernah datang seperti yang dibayangkan, dan mata sudah tertuju pada target berikutnya.
4. Menganggap kepuasan hidup selalu terkait dengan pembelian dan konsumsi

Kalau kamu sering merasa stress atau sedih, apakah solusi pertama yang kamu pikirkan adalah berbelanja, makan di restoran mahal, atau membeli sesuatu untuk "menghibur diri"? Mengandalkan retail therapy sebagai jalan pintas menuju kebahagiaan adalah tanda jelas bahwa hedonic treadmill sudah mengambil alih hidupmu.
Pola ini bisa jadi sangat mahal secara finansial dan emosional. Setiap kali kamu merasa down, kamu akan mengeluarkan uang untuk mendapatkan dopamine hit jangka pendek. Namun, kebahagiaan yang didapat dari pembelian material biasanya berlangsung sangat singkat. Sebelum kamu sadar, kamu sudah kembali ke baseline emosional, dan mulai mencari pembelian berikutnya yang bisa memberikan sensasi bahagia sesaat itu lagi.
5. Kesulitan menikmati momen sederhana dalam hidup

Matahari senja yang indah, kopi pagi yang harum, atau tawa lepas bareng teman-teman mungkin terasa biasa dan gak istimewa bagimu. Kamu kesulitan menemukan joy dalam hal-hal kecil dan sederhana karena selera kebahagiaan kamu sudah terlalu tinggi. Tanpa disadari, hedonic treadmill telah menumpulkan kemampuanmu untuk mengapresiasi keindahan sederhana dalam hidup sehari-hari.
Saat kamu terjebak dalam pola hedonic treadmill, kamu akan terus mengejar pengalaman yang lebih besar, lebih ekstrem, atau lebih mewah. Akibatnya, momen-momen sederhana yang seharusnya bisa membuatmu bahagia terasa membosankan dan gak berarti. Kamu mungkin merasa hampa saat bersantai di rumah dan selalu butuh stimulasi eksternal untuk merasa hidup. Padahal, kemampuan untuk menikmati hal-hal sederhana justru merupakan kunci kebahagiaan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Mengubah pola hedonic treadmill memang gak instan, tapi langkah kecil yang konsisten bisa bikin perbedaan besar. Ingat, kebahagiaan bukanlah titik akhir yang harus dikejar, melainkan perjalanan yang bisa kamu nikmati di setiap langkahnya. Jadi, sudah siap untuk turun dari hedonic treadmill dan memulai perjalanan kebahagiaan yang lebih autentik?
Sumber rujukan:
- https://www.psychologytoday.com/us/basics/hedonic-treadmill/amp
- https://medium.com/better-humans/how-to-undo-the-effects-of-the-hedonic-treadmill-7217648e1496
- https://www.forbes.com/councils/forbescoachescouncil/2022/05/18/three-signs-you-are-on-a-hedonic-career-treadmill/
- https://positivepsychology.com/hedonic-treadmill/
- https://www.healthline.com/health/hedonic-treadmill