5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataan

Optimis boleh, berlebihan jangan!

Pernahkah kamu merasa yakin bahwa kamu tidak akan terkena flu di musim hujan, meskipun semua orang di sekitarmu sedang sakit? Atau, kamu nekat menerobos lampu merah karena yakin bisa lolos tanpa terjaring razia? Nah, fenomena ini bisa jadi karena kamu terjebak dalam optimism bias.

Optimism bias adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan kemungkinan hasil positif dan meremehkan kemungkinan hasil negatif. Fenomena ini umum terjadi dan dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari pengambilan keputusan hingga kesehatan mental.

Meskipun optimism bias umumnya memiliki efek positif pada kesehatan mental, namun terkadang juga dapat membawa konsekuensi negatif. Dikutip dari Verywellmind dan sejumlah sumber lain, yuk simak lima fakta menarik tentang optimism bias berikut untuk memahami lebih dalam fenomena ini!

Baca Juga: 5 Fakta Martha Mitchell Effect, ketika Kebenaran Dicap Sebagai Delusi

1. Optimism bias memiliki istilah-istilah lain

5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataanilustrasi berpikir (pexels.com/Tim Samuel)

Optimism bias tidak hanya dikenal sebagai “ilusi ketidakrentanan” atau “optimisme yang tidak realistis”, tetapi juga sebagai delusional optimism atau comparative optimism. Istilah-istilah ini menggambarkan kecenderungan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam cahaya yang lebih positif dibandingkan dengan orang lain, sering kali tanpa dasar yang kuat dalam realitas.

Psikolog Neil Weinstein adalah orang pertama yang mendeskripsikan fenomena ini pada tahun 1980, menunjukkan bahwa individu cenderung percaya bahwa mereka kurang mungkin mengalami peristiwa negatif dibandingkan dengan orang lain. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki kecenderungan alami untuk merasa spesial atau kebal terhadap masalah yang mungkin dihadapi orang lain.

2. Optimism bias mempengaruhi keputusan sehari-hari

5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataanilustrasi bekerja (pexels.com/Karolina Kaboompics)

Optimism bias mempengaruhi keputusan kita dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebiasaan sehari-hari hingga keputusan finansial yang besar. Misalnya, seseorang mungkin memilih untuk tidak membeli asuransi atau mengabaikan tanda-tanda awal masalah kesehatan karena percaya bahwa mereka tidak akan terkena masalah tersebut.

Kecenderungan ini juga dapat mempengaruhi perilaku kita dalam situasi yang berisiko, seperti mengemudi tanpa sabuk pengaman atau berinvestasi dalam skema yang berisiko tinggi. Meskipun optimism bias dapat memberikan dorongan kepercayaan diri, ia juga dapat menyebabkan kita mengabaikan informasi penting yang dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijaksana.

3. Optimism bias dapat berdampak negatif

5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataanilustrasi berbincang (pexels.com/August de Richelieu)

Optimism bias seringkali dianggap memiliki efek positif karena dapat meningkatkan motivasi dan ketahanan kita terhadap tantangan. Namun, kecenderungan ini juga dapat menyebabkan kita mengabaikan risiko dan tidak mengambil langkah pencegahan yang diperlukan.

Dalam konteks kesehatan, misalnya, Optimism bias dapat menyebabkan seseorang mengabaikan gejala penyakit atau menunda pemeriksaan medis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan konsekuensi yang serius. Demikian pula, dalam keuangan, bias ini dapat menyebabkan seseorang tidak mempersiapkan masa depan dengan baik, seperti tidak menabung untuk pensiun atau dana darurat.

4. Optimism bias terjadi secara universal

5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataanilustrasi bekerja di hari Jumat (pexels.com/Artem Podrez)

Optimism bias adalah fenomena global yang ditemukan di berbagai budaya dan negara. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80 persen populasi dunia memiliki tingkat optimism bias tertentu, yang menunjukkan bahwa ini adalah ciri khas manusia yang melintasi batas geografis dan sosial.

Meskipun tingkat optimism bias dapat bervariasi tergantung pada kondisi mental dan situasi saat ini seseorang, kecenderungan untuk melihat masa depan dengan cara yang lebih positif tampaknya merupakan bagian dari kondisi manusia. Ini menunjukkan bahwa ada keuntungan evolusioner dalam mempertahankan pandangan yang optimis.

5. Optimism bias berhubungan dengan kesehatan mental dan fisik

5 Fakta Optimism Bias, Fenomena Lebih Pilih Harapan daripada Kenyataanilustrasi bercermin (unsplash.com/Elisa Photography)

Optimism bias memiliki kaitan yang kuat dengan kesehatan mental dan fisik kita. Mengharapkan hasil yang positif dapat mengurangi stres dan kecemasan, yang pada gilirannya memiliki efek positif pada kesehatan fisik kita.

Selain itu, orang yang memiliki pandangan optimis cenderung memiliki motivasi yang lebih tinggi dan ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi kesulitan. Mereka juga cenderung memiliki hubungan sosial yang lebih kuat dan jaringan dukungan yang lebih baik, yang semuanya dapat berkontribusi pada kesejahteraan umum dan kualitas hidup yang lebih tinggi.

Dengan memahami dan mengelola optimism bias, kamu dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan terhindar dari konsekuensi negatif. Ingatlah, optimisme itu penting, tapi jangan sampai berlebihan!

Baca Juga: 5 Penyebab Seseorang Lari dari Kenyataan yang Tidak Menyenangkan

Muhamad Aldifa Photo Community Writer Muhamad Aldifa

Menulis di saat senggang

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya