Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi wanita duduk bicara (pexels.com/Julia Larson)
Ilustrasi wanita duduk bicara (pexels.com/Julia Larson)

Slow living bukan sekadar tren gaya hidup yang terlihat estetik di media sosial. Ia adalah pilihan sadar untuk hidup lebih lambat, lebih penuh perhatian dan lebih bermakna di tengah dunia yang serba cepat dan menuntut.

Sayangnya, banyak orang yang masih salah kaprah tentang ap aitu slow living, dan justru memandangnya sebagai bentuk kemalasan atau pelarian. Artikel ini akan membahas beberapa miskonsepsi paling umum tentang slow living yang perlu diluruskan agar maknanya tidak kehilangan kedalaman.

1. Slow living bukan berarti malas

ilustrasi duduk santai (pexels.com/Tim Douglas)

Masih banyak orang yang belum mengerti makna gaya hidup slow living sesungguhnya. Sebagian hanya memahami secara setenagh-setengah dan menyimpulkan bahwa slow living merupakan gaya hidup untuk orang malas.

Banyak orang mengira bahwa memilih slow living berarti enggan produktif atau malas bekerja. Padahal, slow living justru menekankan pada produktivitas yang sadar, bukan kerja keras tanpa arah. Orang yang menerapkan slow living tetap aktif, hanya saja mereka lebih selektif dalam mengalokasikan energi dan waktu.

2. Slow living hanya untuk orang kaya

ilustrasi cewek duduk (pexels.com/Maria Helena Mazuroski)

Pemahaman tentang slow living masih banyak yang belum diketahui. Ini karena masih banyak yang menganggap slow living hanya untuk orang kaya. Tentu tidak demikian, slow living bisa diterapkan oleh seluruh elemen masyarakat.

Ada anggapan bahwa slow living hanya bisa dilakukan oleh mereka yang punya privilege ekonomi. Padahal, slow living tidak memerlukan barang mewah, tapi justru mendorong gaya hidup sederhana dan minim konsumsi. Siapa pun bisa menerapkan slow living dengan memulai dari hal kecil, seperti memperlambat rutinitas pagi atau memperhatikan apa yang dimakan.

3. Slow living artinya anti-teknologi

ilustrasi meditasi (pexels.com/Irina L )

Masih banyak yang gagal paham mengenai gaya hidup yang satu ini. Banyak orang beranggapan bahwa slow living artinya anti-teknologi. Tentu saja tidak demikian kenyataannya.

Slow living bukan berarti menolak kemajuan atau hidup seperti di zaman dulu. Justru, banyak pelaku slow living yang memanfaatkan teknologi dengan bijak, seperti memakai aplikasi untuk mindfulness, meditasi, atau produktivitas sadar. Yang dihindari adalah penggunaan berlebihan dan tidak terarah yang membuat hidup terasa tergesa.

4. Slow living berarti menghindari tanggung jawab

Ilustrasi wanita diam (pexels.com/Anna Shvets)

Tentu saja orang yang tidak paham mempunyai pandangan yang kurang tepat akan hidup slow living. Seperti berpandangan bahwa slow living berarti menghindari tanggung jawab. Pandangan ini justru salah besar.

Mengambil waktu untuk diri sendiri atau memperlambat langkah bukan berarti lari dari tanggung jawab. Justru orang yang menjalani slow living biasanya lebih sadar akan batas kemampuannya dan lebih bertanggung jawab atau kesehatannya, baik fisik maupun mental. Mereka juga cenderung lebih hadir secara utuh dalam setiap peran yang dijalani.

5. Slow living harus estetik seperti di Instagram

ilustrasi media sosial (pexels.com/Plann)

Terakhir yang sering disalahpahami ialah tentang citra slow living. Banyak yang menilai bahwa menerapkan gaya hidup slow living harus estetik seperti di Instagram. Padahal bukan seperti itu sebenarnya.

Estetika memang sering diasosiasikan dengan slow living, tapi bukan inti dari gaya hidup ini. Slow living adalah soal kehadiran dan kedekatan dengan hidup, bukan soal memiliki rumah kayu yang rapi atau makanan serba alami yang fioto cantik. Bahkan hidup sederhana di tengah hiruk pikuk kota pun bisa menjadi bentuk slow living sejati.

 

Slow living adalah ajakan untuk kembali sadar bahwa hidup bukan kompetisi siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling hadir. Miskonsepsi yang beredar sering kali membuat orang ragu untuk memulainya, padahal konsep ini justru bisa diterapkan oleh siapa saja dalam bentuk yang paling sesuai dengan dirinya. Meluruskan pemahaman tentang slow living bukan hanya membuka jalan untuk hidup lebih tenang, tapi juga membebaskan orang dari tekanan sosial yang tak perlu.  

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team