Makassar, IDN Times - Umumnya, kisah Sultan Hasanuddin dalam buku pelajaran sejarah berakhir setelah Perjanjian Bongaya. Perjanjian yang ditandatangani pada 18 November 1667 antara Gowa-Tallo dan VOC ini oleh Belanda disebut sebagai jalan menuju perdamaian. Tapi, sebagian besar dari 30 poin perjanjian tersebut justru mereduksi kekuatan Kesultanan Gowa-Tallo.
Kendati demikian, Sultan Hasanuddin, yang bernama asli I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Bakir, masih sempat melancarkan "keusilan" terakhir. Sejarawan Leonard F. Andaya dalam buku The Heritage of Arung Palakka (KITLV, 1981) menjelaskan bahwa Sultan memerintahkan pembongkaran rumah-rumah di dalam Benteng Ujung Pandang. Padahal benteng tersebut harusnya diserahkan ke Belanda dalam kondisi utuh.
Ketika Laksamana Cornelis Speelman memasuki benteng sehari setelah perjanjian ditandatangani, ia terkejut bukan main melihat kondisi rumah-rumah di dalamnya yang sudah hancur tak beraturan. Seketika tensi konflik kembali panas. Untuk meredakan ketegangan, Sultan Hasanuddin kemudian mengirimkan dua rumah baru ke benteng yang kemudian dinamai sebagai Fort Rotterdam itu.