Hidup Sempurna di Medsos? Kenali Bahaya Toxic Positivity

Di era media sosial, kehidupan tokoh publik dan influencer tampak selalu sempurna—bahagia terus, sukses, hubungan sosial yang keren. Banyak orang yang nge-fans dan menjadikan mereka panutan, mungkin kamu juga salah satunya.
Tapi, di balik semua kesempurnaan itu, ada dampak yang kadang kurang disadari dari toxic positivity. Ini muncul saat dorongan untuk terus berpikir positif malah jadi beban, bikin kita merasa nggak boleh merasa sedih atau kecewa.
1. Apa itu toxic positivity?
Jadi begini, toxic positivity itu, secara gampangnya, adalah pikiran kita diharuskan positif terus, bahkan kalau lagi susah. Memang, berpikir positif itu ada baiknya, tapi kalau kebablasan, malah jadi nggak sehat juga. Misalnya, saat kita lagi kecewa banget, tapi terus memaksa diri buat bahagia dan bersyukur—padahal di dalam hati, ya belum tentu begitu.
Influencer kadang juga tanpa sadar mendorong toxic positivity ini, misalnya saat mereka mem-posting hal-hal seperti “bersyukur terus,” “bahagia itu pilihan.” Memang niatnya bagus, sih, tapi kadang bikin kita berpikir bahwa kalau sedih atau marah, berarti kita nggak cukup baik atau kurang bersyukur. Padahal, merasa kecewa atau marah itu normal banget, kok. Semua orang punya masalah masing-masing.