Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Para personel grup musik hardcore punk asal Makassar, Build Down to Anathema (BDTA). (Dok. Istimewa)

Intinya sih...

  • Lagu protes memainkan peran penting dalam gerakan sosial, sejak abad pertengahan hingga era modern.
  • Grup musik hardcore punk Build Down to Anathema (BDTA) di Makassar membawa isu sosial ke dalam karyanya.
  • Musik non-mainstream, seperti punk dan hardcore, memberi ruang bagi penyanyi untuk menyuarakan ketidakpuasan dan pesan protes yang tak diterima di arus utama.

Makassar, IDN Times - Lagu-lagu protes sejatinya merupakan bentuk kesenian sekaligus suara masyarakat biasa. Lewat nada dan lirik, orang-orang coba disadarkan akan kondisi sosial yang jauh dari kata ideal. Bisa saja dikemas secara jenaka agar bisa dinikmati sembari tertawa, atau penuh pesan satir menohok untuk menggoyang ego penguasa.

Lawrence Kramer, dalam buku Walt Whitman and Modern Music: War, Desire, and the Trials of Nationhood (2000), menulis bahwa lagu protes memainkan peran penting dalam menggerakkan masyarakat, khususnya saat terjadi gerakan sosial. Ini adalah bentuk penolakan sosial yang bertujuan untuk "meningkatkan kesadaran", membantu melawan perang dan penindasan, serta meningkatkan rasa simpati terhadap mereka yang tertindas. Sejarah mencatat bahwa lagu protes pertama dibuat oleh seorang pendeta bernama John Ball, ketika kaum petani di seantero Kerajaan Inggris memberontak atas penerapan pajak selangit pada tahun 1381.

Editorial Team