Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/EGO AGENCY)

Intinya sih...

  • Pilih pekerjaan yang tidak membuatmu sibuk tiap hari

  • Menyelaraskan keinginan dengan kemampuan finansial dan waktu

  • Tujuan hidup perlu disesuaikan kembali demi kesehatan fisik dan mental

Slow living bukan sekadar tren, melainkan sesungguhnya kebutuhan semua orang. Sebab kebalikannya atau fast living mudah membuat orang kelelahan dan mengalami stres berat. Hidup yang lebih lambat kerap dikaitkan dengan perdesaan.

Sedang gaya hidup serba cepat identik dengan kehidupan di perkotaan. Namun, bisakah kamu mengadopsi gaya hidup slow living meski tinggal di kawasan kota? Memang lingkungan dapat berpengaruh besar terhadap gaya hidup orang-orang yang bermukim di sana.

Akan tetapi, gaya hidup sesungguhnya secair air. Cara menjalani hidup yang lebih lambat dapat diaplikasikan di mana saja. Kamu tidak perlu meninggalkan kota dan pindah ke desa hanya agar bisa menerapkan slow living. Gunakan lima tips berikut supaya hidupmu lebih bisa dinikmati.

1. Pilih pekerjaan yang tak membuatmu hectic tiap hari

ilustrasi membicarakan pekerjaan (pexels.com/Darlene Alderson)

Tentu bukan hal mudah buatmu mendapatkan pekerjaan persis sesuai dengan keinginan. Namun, setelah kamu bekerja beberapa tahun seharusnya sudah ada pengalaman yang menambah posisi tawarmu. Orang yang bekerja memang sibuk sepanjang hari kerja.

Akan tetapi, kalau pekerjaan sekarang terlalu stressfull barangkali inilah waktunya mencari pekerjaan lain. Pekerjaan yang masih memberimu hari libur yang layak. Pekerjaan yang tidak menuntutmu lembur hampir setiap hari.

Pekerjaan yang tak sekadar mengejar target, melainkan juga peduli terhadap kesehatan jasmani serta mental karyawannya. Bahkan bila pekerjaan dengan kriteria di atas memberimu lebih sedikit uang, ada keuntungan lain yang diperoleh. Hidup lebih seimbang juga bentuk lain manfaat dari suatu pekerjaan. Bukan cuma soal besaran gajinya.

2. Menyelaraskan keinginan dengan kemampuan

ilustrasi membaca di taman (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Orang mudah tergelincir dalam kehidupan serba cepat ketika tidak mampu menyesuaikan keinginan dengan kemampuan diri. Keinginannya terlalu banyak dan seperti berlari paling depan. Akibatnya, dia merasa harus melakukan segala cara buat memenuhinya.

Tentu ini berkaitan dengan uang. Apakah kamu juga merasakannya? Uangmu terasa selalu kurang buat mencukupi berbagai keinginanmu. Itu sebabnya dirimu bekerja mati-matian dengan harapan semua keinginan terwujud.

Pekerjaan utamamu sebenarnya tidak menghabiskan energi dan waktu. Pendapatannya juga lumayan. Akan tetapi, banyaknya keinginan mendorongmu bekerja sampingan sebanyak mungkin.

Ini yang bikin kamu kelelahan dan merasa tidak pernah punya waktu yang cukup buat rehat. Mengurangi keinginan tidak membahayakan nyawamu. Lakukan saja demi kesehatan fisik, mental, dan keuanganmu.

3. Tujuan hidup juga disesuaikan kembali

ilustrasi bersantai (pexels.com/Brit)

Jauh-jauh waktu kamu barangkali sudah menetapkan tujuan hidup. Komitmenmu untuk mewujudkannya juga kuat sekali. Dirimu menjaga semangat sedemikian rupa agar tak mudah goyah.

Akan tetapi, tujuan hidup yang kurang tepat dapat menyesatkanmu. Seperti tujuan hidup kaya raya di usia muda. Kamu bukan lagi ingin mandiri secara finansial, melainkan bebas finansial sebelum usia 40 tahun.

Untuk mencapai target itu, caramu bekerja luar biasa. Kamu memacu diri dengan sangat keras untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Ini terlalu melelahkan untuk dilakukan selama berminggu-minggu apalagi lebih dari setahun.

Takutnya nanti kamu malah batal menikmati hasil kerja kerasmu karena sakit berat atau mengalami gangguan mental. Tujuan hidup mesti disesuaikan kembali. Kekayaan berupa materi bukan segalanya. Pun menetapkan usia di bawah 40 tahun harus bebas finansial mungkin terlampau tergesa-gesa.

4. Tangguh menghadapi pengaruh lingkungan

ilustrasi teman kerja (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Bukan faktor kota saja yang menjeratmu dalam gaya hidup serba cepat. Ini juga amat tergantung dari orang-orang di sekelilingmu. Kalau mereka menganggap slow living sebagai kemalasan dan memuja fast living, dirimu terdorong buat mengikutinya.

Sekalipun hatimu sebetulnya juga tak menyukainya. Namun, kamu tidak ingin dicap malas serta punya etos kerja yang rendah. Dirimu terpaksa ikut-ikutan menyibukkan diri sampai sedemikian rupa. Butuh ketangguhan buatmu bertahan dari pengaruh yang kurang baik ini.

Dirimu tak perlu gantian memengaruhi mereka agar menerapkan slow living juga. Terpenting gaya hidupmu benar-benar cocok sesuai dengan kebutuhan jiwamu. Kehidupanmu yang tetap stabil bahkan makin makin nyaman membuktikan bahwa fast living bukanlah segalanya.

5. Jangan lagi merasa bersalah saat punya waktu luang

ilustrasi membaca di rumah (pexels.com/Vitaly Gariev)

Apa yang kamu rasakan ketika hari libur atau tidak ada lembur? Umumnya orang-orang senang karena bisa beristirahat di rumah. Kalau dirimu malah merasa bersalah karena gak produktif, pemikiran begini perlu diluruskan.

Waktumu tidak wajib selalu diisi dengan kegiatan bekerja. Hindari pemikiran bahwa kekurangan waktu saking sibuknya merupakan hal positif. Terbaik adalah keseimbangan. Ada kalanya dirimu sibuk. Ada pula saatnya kamu lebih santai.

Produktivitas tidak diukur dari lamanya jam kerjamu. Gak punya waktu libur sama sekali bukan jaminan kamu pasti produktif. Produktivitas lebih tentang apa yang dapat dihasilkan olehmu selama jam kerja yang wajar. Nikmati waktu luangmu seperti saat dirimu menyesap kopi atau teh.

Di desa, slow living memang bisa lebih mudah diterapkan. Apalagi kalau aktivitas perekenomian berhenti sebelum larut malam. Artinya, orang-orang juga berhenti bekerja lebih awal. Ada cukup banyak waktu untuk masyarakat beristirahat.

Demikian pula pertokoan baru menggeliat kembali paling pagi jam 08.00 atau 09.00. Banyak orang menjadi tidak terburu-buru berangkat kerja. Akan tetapi, di kota yang seolah-olah hidup 24 jam nonstop pun slow living masih dapat diaplikasikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team