5 Risiko yang Harus Ditanggung Saat Kamu Terapkan Slow Living, Siap?

- Gaya hidup slow living mengedepankan keseimbangan dan mindfulness di era modern yang penuh tekanan.
- Menerapkan slow living bisa mendatangkan penilaian negatif dari orang lain, seperti dianggap pemalas atau tidak punya tujuan hidup.
- Slow living berpotensi menurunkan produktivitas dan membuatmu merasa hampa, karena lebih fokus pada bersantai daripada mencapai pencapaian hidup.
Dewasa ini, slow living bukan lagi menjadi sebuah tren, melainkan kebutuhan. Slow living sendiri mengacu pada gaya hidup yang lebih mengedepankan mindfulness dan keseimbangan di tengah arus kehidupan modern yang penuh tekanan. Mereka yang menerapkannya merasa bahwa hidup yang terlalu cepat dan terburu-buru bisa berakibat buruk bagi semua aspek kehidupan.
Sayangnya, tidak selamanya slow living bisa menjadi gaya hidup yang positif. Walaupun banyak yang beranggapan, gaya hidup ini sebagai langkah menyelamatkan diri sendiri dari ancaman burnout, namun tidak sedikit yang menganggap gaya hidup ini merugikan. Inilah lima risiko yang harus ditanggung saat kamu memutuskan untuk menjalani slow living.
1.Dianggap terlalu santai dalam hidup

Benar bahwa tujuan menerapkan slow living adalah supaya gak terlalu stres dalam menjalani hidup, tapi gaya hidup ini juga bisa berbalik menyerangmu, lho. Orang akan menganggap bahwa kamu terlalu santai dalam mengarungi kehidupan modern yang serba cepat ini.
Mereka memiliki pemikiran bahwa di era yang serba cepat ini, ritme hidup juga harus sama cepatnya bahkan lebih. Tapi, kamu justru beranggapan bahwa gaya hidup yang serba terburu-buru seperti yang diyakini banyak orang hanya akan membuatmu cepat lelah fisik maupun mental jika diikuti.
Bagimu, hidup akan terasa lebih ringan untuk dijalani dengan ritme yang lebih lambat. Akan tetapi, orang justru melihat adanya ketidakseriusan di tengah kehidupan yang sejatinya keras dan penuh tuntutan ini.
2.Disangka tak ada bedanya dengan pemalas

Niat ingin melambatkan ritme hidup demi konsep hidup yang lebih seimbang bisa berakibat pada penilaian negatif dari orang lain. Yang mana, orang akan mengira bahwa kamu tidak ada bedanya dengan pemalas karena lebih memilih untuk menjalani hidup dengan tempo lambat daripada terus bergerak cepat tanpa henti.
Padahal, kamu hanya mencoba menjalani hidup tanpa tergesa-gesa. Tetapi kenyataannya, tak semua orang bisa menerima keputusanmu untuk menerapkan slow living di tengah kehidupan masyarakat yang menuntut produktivitas tanpa batas. Maka jangan heran kalau kamu malah dicap ‘pemalas’ oleh mereka.
3.Terkesan tidak punya tujuan atau ambisi apapun dalam hidup

Hati-hati, keputusanmu untuk menjalankan gaya hidup slow living ternyata bisa menimbulkan kesan bahwa dirimu tidak punya tujuan atau ambisi apapun dalam hidup, lho! Padahal kamu sebenarnya punya kedua hal tersebut, tetapi hanya saja tidak mau hidupmu habis hanya untuk mengejarnya tanpa memberi kesempatan untuk bernapas sejenak.
Memilih menurunkan kecepatan ritme hidup yang kamu anggap sebagai jalan mencari ketenangan jiwa justru membuatmu tampak seperti hidup tanpa arah yang pasti. Padahal, kamu hanya berusaha menikmati setiap proses perjuangan meraih impian. Akibatnya, orang akan mengira kalau kamu orangnya tak punya target atau cita-cita tertentu yang ingin diraih sesegera mungkin.
4.Produktivitas malah semakin menurun

Tanpa disadari, menerapkan slow living sebagai gaya hidup juga bisa berpotensi menurunkan produktivitas. Kamu yang memilih untuk mengutamakan kehidupan yang tenang dan tidak terburu-buru akan membuatmu merasa tidak perlu lagi berusaha dan berjuang dalam hidup.
Ini tidak bisa dianggap sepele, lho. Ketika kamu lebih berfokus pada menikmati waktu yang dimiliki daripada mengisinya dengan ‘menghasilkan sesuatu’, maka kamu akan terjerumus dalam kemalasan berkedok slow living. Jika tidak segera dievaluasi dan dibangun kembali semangat hidupmu, masa depanmu yang bakal jadi taruhannya.
5.Mudah merasa hampa dalam menjalani hidup

Slow living memang menjanjikan kenyamanan dan ketenangan dalam hidup. Akan tetapi, gaya hidup ini juga bisa membuatmu mudah merasa hampa dan kosong, lho. Ini dikarenakan kamu lebih mengutamakan bersantai menikmati momen kecil daripada terus berpacu membuat pencapaian hidup sebanyak-banyaknya.
Di awal, kamu memang merasa tenang dan nyaman. Namun perlahan tapi pasti, kamu akan mulai merasakan kehampaan dan ketidakpuasan dalam hidup yang mungkin akan menggerogoti mentalmu dalam jangka panjang. Tidak ada artinya sebuah ketenangan hidup jika kamu tidak memiliki pencapaian atau prestasi yang bisa membuatnya bermakna.
Memang tiada yang salah dengan menerapkan slow living, hanya saja kamu juga perlu menerapkannya secara wajar supaya manfaat yang didapat tidak tergerus oleh dampak negatif yang ditimbulkan nantinya. Selain itu, kamu juga perlu memberi ruang untuk sesekali bergerak cepat dalam meraih kesuksesan tanpa merasa kehilangan kesempatan untuk menikmati hidup sehingga risiko seperti dalam pembahasan tadi bisa diminimalisir.