Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Hal yang Membuat Sulit Merasa Bangga dengan Diri Sendiri

ilustrasi situasi kantor yang ramai (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi situasi kantor yang ramai (pexels.com/Yan Krukau)
Intinya sih...
  • Terjebak dalam standar yang terlalu tinggi
  • Terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain
  • Terlalu fokus dengan kekurangan

Merasa bangga dengan diri sendiri itu penting buat menjaga kesehatan mental dan membangun kepercayaan diri. Tapi kenyataannya, gak semua orang bisa dengan mudah merasakannya. Ada yang sudah berjuang keras, tapi tetap merasa kurang dan gak puas sama hasilnya. Perasaan semacam ini bisa muncul karena banyak faktor yang seringkali gak disadari.

Sulit merasa bangga bisa membuat hidup terasa hampa, seperti terus mengejar sesuatu yang gak pernah cukup. Bahkan saat orang lain mengapresiasi, tetap aja hati terasa kosong. Rasa puas jadi langka, dan standar terhadap diri sendiri pun makin tinggi. Padahal, setiap orang punya proses dan alasan kenapa bisa sampai di titik tertentu dalam hidupnya.

1. Terjebak dalam standar yang terlalu tinggi

ilustrasi sedih (pexels.com/Felipe Cespedes)
ilustrasi sedih (pexels.com/Felipe Cespedes)

Punya standar tinggi itu bagus, tapi kalau kelewat tinggi bisa jadi jebakan yang menyakitkan. Ketika seseorang menetapkan target yang gak realistis, setiap pencapaian terasa gak berarti. Akhirnya, meskipun udah berhasil lewat rintangan yang berat, tetap aja merasa belum cukup. Padahal, yang dibutuhkan justru penghargaan atas langkah-langkah kecil yang udah berhasil dilewati.

Orang yang selalu menuntut lebih dari dirinya sendiri cenderung susah puas. Mereka terus merasa tertinggal meskipun sudah berada di atas rata-rata. Standar tinggi tanpa jeda untuk refleksi malah membuat diri rentan merasa gagal. Satu kesalahan kecil bisa menghapus seluruh usaha yang sebelumnya sudah tercapai.

2. Terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain

ilustrasi membandingkan diri di media sosial (freepik.com/freepik)
ilustrasi membandingkan diri di media sosial (freepik.com/freepik)

Perbandingan sosial udah jadi kebiasaan umum, apalagi di era media sosial yang serba pamer pencapaian. Melihat pencapaian orang lain secara terus-menerus bisa membuat seseorang merasa dirinya gak cukup hebat. Padahal, yang ditampilkan itu cuma potongan-potongan terbaik dari hidup orang. Yang gak kelihatan adalah perjuangan dan kegagalan yang mereka alami di balik layar.

Semakin sering membandingkan diri, semakin kabur juga nilai yang dimiliki secara personal. Proses hidup jadi terasa gak adil karena terus diukur dari pencapaian orang lain. Padahal, setiap orang punya waktu dan jalurnya sendiri untuk tumbuh. Tanpa menyadari hal ini, rasa bangga terhadap diri sendiri akan terus terhalang.

3. Terlalu fokus dengan kekurangan

ilustrasi burnout (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Fokus pada kekurangan bisa membuat seseorang lupa kalau dia juga punya banyak kelebihan. Saat yang dilihat cuma sisi buruk, segala pencapaian seakan gak bernilai. Semua usaha terasa sia-sia karena yang diingat cuma kesalahan dan kelemahan. Pikiran jadi dipenuhi dengan kritik terhadap diri sendiri, tanpa ruang untuk apresiasi.

Kebiasaan ini sering dimulai dari pola pikir negatif yang terbentuk sejak lama. Mungkin pernah dikritik secara berlebihan atau tumbuh di lingkungan yang jarang memberi pujian. Akibatnya, otak jadi terbiasa menyoroti kekurangan, bukan kemajuan. Kalau ini dibiarkan terus, akan sulit banget menemukan alasan buat merasa bangga.

4. Lingkungan yang kurang mendukung

ilustrasi lingkungan tidak supportif (freepik.com/freepik)

Lingkungan punya pengaruh besar terhadap cara seseorang memandang dirinya sendiri. Kalau dikelilingi oleh orang-orang yang suka meremehkan atau gak pernah mengapresiasi, rasa bangga pun sulit tumbuh. Validasi eksternal memang gak sepenuhnya penting, tapi tetap berpengaruh dalam membentuk kepercayaan diri. Apalagi kalau sejak kecil sudah terbiasa mendengar kalimat-kalimat yang menjatuhkan.

Orang yang hidup di lingkungan seperti ini sering merasa harus terus membuktikan sesuatu. Tapi sekeras apapun usahanya, penghargaan dari sekitar tetap terasa jauh. Akhirnya, jadi ragu terhadap nilai diri sendiri karena gak pernah merasa cukup dihargai. Lingkungan yang gak suportif bisa merampas semangat untuk merasa bangga.

5. Belum mengenal diri dengan baik

ilustrasi orang kosong (pexels.com/cottonbro studio)

Sulit merasa bangga seringkali berakar dari kurangnya pemahaman terhadap siapa diri sebenarnya. Ketika seseorang belum tahu apa yang jadi kekuatannya, pencapaiannya terasa kosong. Gak kenal sama nilai pribadi membuat segala sesuatu terasa gak berarti. Bahkan kalau sudah berhasil, tetap aja bingung kenapa harus merasa bangga.

Mengenal diri bukan cuma soal tahu apa yang disukai atau tidak. Tapi juga menyangkut pemahaman mendalam tentang kelebihan, nilai hidup, dan proses yang dilalui. Tanpa refleksi dan penerimaan terhadap diri sendiri, semua pencapaian akan terasa hambar. Perasaan bangga itu lahir dari kesadaran bahwa setiap langkah punya arti, bukan cuma hasil akhirnya aja.

Merasa bangga sama diri sendiri bukan berarti sombong atau puas diri. Tapi bentuk penghargaan atas perjuangan yang sudah dijalani sejauh ini. Dengan menyadari hal-hal yang menghalangi, perlahan bisa dibangun ruang buat menghargai diri sendiri. Karena tiap orang layak merasa cukup dan berharga, apa pun pencapaiannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us