Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi melakukan kesalahan dalam meminta maaf (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi melakukan kesalahan dalam meminta maaf (pexels.com/Alena Darmel)

Intinya sih...

  • Kata "maaf" bisa berdampak besar dalam hubungan yang rapuh
  • Permintaan maaf dengan pembenaran diri dapat memperkeruh suasana
  • Maaf harus disampaikan tanpa syarat, fokus pada perasaan orang yang disakiti
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kata “maaf” memang terdengar sederhana, tapi dampaknya bisa sangat besar—terutama dalam hubungan yang sedang rapuh. Sayangnya, banyak orang mengira permintaan maaf itu sekadar formalitas, asal diucapkan, selesai urusan. Padahal, cara kamu meminta maaf bisa menentukan apakah hubungan membaik atau justru makin rusak.

Nggak semua permintaan maaf bisa menyembuhkan. Bahkan, kalau disampaikan dengan cara yang keliru, kata “maaf” bisa terdengar menyakitkan dan membuat luka makin dalam. Supaya kamu nggak terjebak dalam kesalahan yang sama, simak empat bentuk minta maaf yang justru bisa memperkeruh suasana—dan bagaimana cara memperbaikinya dengan bijak.

1. Minta maaf tapi disertai pembelaan

ilustrasi minta maaf tapi disertai pembelaan (unsplash.com/Clique Images)

Kalimat seperti “Maaf, ya… tapi kamu juga harus ngerti posisi aku” terdengar seperti permintaan maaf, tapi sebenarnya lebih condong ke pembenaran diri. Mungkin maksudmu baik, ingin menjelaskan sisi ceritamu, tapi waktu dan caranya tidak tepat. Alih-alih membuat suasana reda, kalimat seperti ini justru bisa memperkeruh keadaan dan memicu pertengkaran baru.

Saat kamu menyisipkan kata “tapi” dalam permintaan maaf, pesan yang diterima oleh lawan bicara adalah: kamu belum sungguh-sungguh mengakui kesalahanmu. Akibatnya, mereka merasa tidak dimengerti dan emosinya dianggap tidak valid. Sebaiknya, tahan dulu penjelasan atau pembelaan. Fokuslah pada perasaan orang yang kamu sakiti. Akui kesalahanmu secara penuh, tanpa syarat. Baru setelah suasana lebih tenang, kamu bisa mengajak bicara lebih dalam soal posisi dan sudut pandangmu.

2. Minta maaf tapi sambil menyalahkan balik

ilustrasi minta maaf sambil menyalahkan balik (pexels.com/Liza Summer)

Kalimat seperti “Oke, aku salah… tapi kamu juga, kan, yang bikin aku kesel duluan?” adalah bentuk minta maaf yang sangat tipis kedoknya. Niatnya bukan untuk berdamai, tapi untuk membalas atau meluruskan ego. Ini bukan permintaan maaf yang tulus, tapi pembenaran terselubung yang berpotensi melukai hati orang lain lebih dalam.

Jika kamu benar-benar ingin memperbaiki hubungan, maka pisahkan momen minta maaf dengan momen membahas kesalahan pihak lain. Fokus pada satu hal dulu: akui kesalahanmu dan tunjukkan empati secara tulus. Setelah itu, kalau memang perlu bicara lebih jauh, lakukan di kesempatan terpisah dengan cara yang baik. Hubungan yang sehat dibangun bukan dengan saling menyalahkan, tapi saling memahami dan bertanggung jawab atas sikap masing-masing.

3. Minta maaf karena terpaksa

ilustrasi minta maaf karena terpaksa (pexels.com/Timur Weber)

Permintaan maaf seperti “Ya udah deh, maaf, biar kamu nggak marah terus” terdengar seperti ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah, bukan memperbaikinya. Maaf semacam ini lebih terkesan sebagai bentuk menyerah karena situasi, bukan sebagai ungkapan empati atau kesadaran akan kesalahan.

Permintaan maaf yang dipaksakan tidak akan menyentuh hati orang yang sedang terluka. Bahkan bisa jadi menambah luka karena terasa dingin dan tidak tulus. Kalau kamu memang belum siap minta maaf dengan sepenuh hati, lebih baik ambil waktu sejenak untuk merenung dan menenangkan diri. Saat kamu benar-benar siap, sampaikan maafmu dengan ketulusan yang bisa dirasakan, bukan sekadar kata-kata yang diucapkan asal.

4. Tidak tahu apa yang sebenarnya dimintakan maaf

ilustrasi tidak tahu apa yang sebenarnya dimintakan maaf (pexels.com/Alena Darmel)

Kalimat seperti “Maaf kalau kamu merasa tersinggung” mungkin terdengar sopan, tapi sebenarnya menunjukkan bahwa kamu tidak benar-benar paham apa yang salah. Permintaan maaf seperti ini malah terdengar seperti menyalahkan perasaan orang lain, seolah-olah masalahnya adalah mereka terlalu sensitif, bukan tindakanmu yang menyakitkan.

Kalau kamu ingin permintaan maafmu diterima dengan lapang hati, pastikan kamu menyebutkan secara spesifik apa yang kamu sesali. Misalnya, “Maaf karena aku membentak kamu waktu itu. Aku sadar itu menyakitimu, dan aku seharusnya bisa lebih tenang.” Kalimat seperti ini menunjukkan bahwa kamu memahami dampak dari tindakanmu dan benar-benar menyesalinya. Rasa empati dan kesadaran itulah yang membuat maafmu terasa tulus dan menyentuh.

Meminta maaf bukan sekadar formalitas, tapi bentuk kedewasaan dan keberanian untuk bertanggung jawab atas tindakanmu. Dengan menghindari empat kesalahan umum di atas dan menggantinya dengan cara yang lebih tulus, kamu bisa memperbaiki hubungan, membangun kembali kepercayaan, dan menunjukkan bahwa kamu benar-benar peduli. Karena kadang, bukan hanya maaf yang dibutuhkan—tapi juga kesungguhan dalam memperbaiki.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team