5 Kesalahan Tiger Parenting yang Sering Membuat Anak Menjadi Cemas

Tiger parenting atau pola asuh sangat ketat sering dipilih orangtua demi memaksimalkan prestasi anak. Namun, cara ini kadang menimbulkan tekanan emosional yang tidak disadari. Anak bisa merasa selalu dinilai dan sulit merasa cukup meski sudah berusaha keras.
Kecemasan anak sering muncul karena takut mengecewakan orangtua atau gagal memenuhi ekspektasi tinggi. Tanpa dukungan emosional yang seimbang, mereka sulit mengembangkan rasa percaya diri. Berikut lima kesalahan tiger parenting yang kerap membuat anak jadi cemas.
1. Menekankan nilai akademik lebih dari kesejahteraan

Tiger parenting sering menekankan nilai akademik sebagai ukuran utama keberhasilan anak. Sehingga anak akan merasa prestasi di bidang selain akademik kurang berarti dan selalu harus mencapai target tinggi. Tekanan ini membuat mereka cemas saat tidak mendapatkan nilai sempurna.
Fokus hanya pada nilai juga mengurangi kesempatan anak untuk mengeksplorasi minat atau bakat lain. Mereka bisa kehilangan rasa senang belajar karena semua terasa wajib dan menegangkan. Padahal, keseimbangan antara belajar dan bermain penting untuk kesehatan mental.
2. Mengkritik tanpa memberi penghargaan

Kesalahan lain adalah terlalu sering mengkritik setiap kesalahan anak tanpa memberi pujian yang memadai. Sehingga anak merasa usaha mereka tidak dihargai dan selalu kurang. Pola tersebut menumbuhkan rasa takut gagal yang berlebihan.
Kritik terus-menerus tanpa dorongan yang positif dapat menurunkan motivasi anak. Mereka cenderung ragu untuk mencoba hal baru lantaran takut dinilai salah. Padahal, kesalahan adalah bagian dari belajar dan penting untuk perkembangan diri.
3. Membandingkan anak dengan orang lain

Sering membandingkan anak dengan saudara, teman, atau anak lain bisa membuat mereka merasa tidak cukup. Perasaan tersebut dapat memicu kecemasan dan rasa rendah diri. Sehingga anak belajar menilai diri sendiri berdasarkan standar orang lain, bukan kemampuan pribadi.
Perbandingan juga menghambat kreativitas dan keunikan anak. Mereka mungkin mengikuti jejak orang lain daripada menemukan jalan mereka sendiri. Akibatnya, motivasi anak akan berkurang dan rasa cemas semakin meningkat.
4. Tidak memberi ruang bagi anak membuat pilihan

Tiger parenting sering mengambil alih semua keputusan anak, mulai dari kegiatan ekstrakurikuler hingga waktu belajar. Anak menjadi terbiasa mengikuti perintah tanpa mempertimbangkan keinginan pribadi. Hal itu membuat mereka cemas saat harus membuat keputusan sendiri di kemudian hari.
Kurangnya kesempatan memilih juga mengurangi rasa percaya diri anak. Mereka tidak terbiasa menilai risiko atau menghadapi konsekuensi dari pilihan yang diambil. Kemandirian emosional yang penting untuk kehidupan dewasa pun sulit terbentuk.
5. Memberikan ekspektasi yang tidak realistis

Ekspektasi terlalu tinggi, seperti harus selalu juara atau selalu sempurna, bisa menimbulkan tekanan yang berat. Anak akan merasa gagal meski sudah melakukan yang terbaik. Tekanan ini bisa menyebabkan stres dan kecemasan yang berkelanjutan.
Ekspektasi yang tidak realistis membuat anak takut mengambil risiko atau mencoba hal baru. Mereka lebih fokus menghindari kegagalan daripada belajar dan berkembang. Padahal, kesalahan dan kegagalan adalah bagian dari proses belajar yang sehat.
Tiger parenting bisa membentuk prestasi, tetapi jika berlebihan dapat memicu kecemasan pada anak. Kita perlu menyeimbangkan ekspektasi dengan dukungan emosional dan pengakuan atas usaha anak. Sehingga anak tetap termotivasi, percaya diri, dan nyaman menjalani proses belajar mereka.