Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang tua dan anak (freepik.com/freepik)

Kemandirian bukan sesuatu yang muncul begitu saja. Itu terbentuk dari kebiasaan, pola asuh, dan pengalaman sehari-hari yang anak lalui. Sayangnya, meskipun niat orang tua ingin memberikan yang terbaik, ada beberapa kebiasaan yang tanpa disadari justru menghambat proses kemandirian anak. Hal-hal yang terlihat sepele ini sebenarnya punya pengaruh besar dalam membentuk karakter dan keberanian anak dalam menghadapi dunia nyata.

Ketika terlalu sering dilindungi, anak bisa tumbuh tanpa rasa percaya diri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal, kemandirian penting supaya anak punya rasa tanggung jawab, inisiatif, dan daya juang. Artikel ini akan membahas lima kebiasaan yang sering dilakukan orang tua dan dampaknya terhadap tumbuh kembang kemandirian anak. Simak baik-baik supaya bisa mengenali dan mulai mengubah pola yang tidak disadari ini.

1. Selalu membantu tanpa memberi kesempatan coba sendiri

ilustrasi orang tua dan anak (freepik.com/freepik)

Sering kali orang tua langsung turun tangan saat melihat anak kesulitan. Misalnya ketika anak belajar memakai sepatu sendiri atau menyusun mainannya. Padahal, momen seperti itu bisa jadi latihan penting buat anak supaya bisa belajar mengatasi masalahnya. Terlalu cepat membantu justru membuat anak merasa gak perlu berusaha karena tahu selalu ada yang akan menyelesaikannya.

Kebiasaan ini membentuk pola pikir bahwa kegagalan harus dihindari. Anak jadi takut mencoba karena takut dimarahi atau dianggap tidak mampu. Padahal, rasa frustrasi dan gagal adalah bagian dari proses belajar. Kalau terus dibantu, anak gak akan pernah tahu bagaimana rasanya berhasil karena usahanya sendiri.

2. Terlalu sering melarang anak melakukan hal tertentu

ilustrasi orang tua dan anak (freepik.com/freepik)

Kata "jangan" yang terlalu sering diucapkan bisa membuat anak merasa dunia ini penuh batas. Memang ada situasi tertentu yang butuh pengawasan, tapi terlalu membatasi malah membuat anak kehilangan rasa penasaran dan keberanian. Misalnya saat anak ingin mencoba mengaduk adonan atau menyiram tanaman sendiri. Jika selalu dilarang, mereka gak akan tahu cara melakukannya dengan aman dan benar.

Lama-lama, anak jadi takut mengambil keputusan dan selalu menunggu persetujuan. Mereka jadi ragu bertindak karena merasa apa yang dilakukan selalu salah. Dalam jangka panjang, ini bisa membuat anak kurang percaya diri dan takut mengambil inisiatif. Kemandirian akan sulit tumbuh kalau anak terus dibayangi ketakutan akibat terlalu sering dilarang.

3. Mengambil alih tanggung jawab yang seharusnya bisa anak lakukan

ilustrasi membereskan mainan (freepik.com/freepik)

Banyak orang tua yang masih membereskan mainan anak yang berantakan atau membawakan tas sekolah meski anak sudah cukup besar. Hal-hal sederhana seperti ini sebenarnya punya pengaruh besar dalam membentuk kemandirian. Anak perlu diajarkan bahwa setiap tindakan punya konsekuensi, termasuk tanggung jawab terhadap barang dan kegiatan miliknya sendiri. Jika terlalu sering diambil alih, anak gak akan pernah merasa bahwa itu adalah tugasnya.

Tanggung jawab adalah keterampilan hidup yang harus dilatih sejak kecil. Anak yang terbiasa melakukan tugas kecil sendiri akan lebih siap menghadapi tantangan lebih besar. Sebaliknya, kalau semuanya sudah disiapkan dan dibereskan, anak jadi pasif dan bergantung. Padahal, kemandirian tumbuh dari kepercayaan bahwa anak mampu menyelesaikan tugas tanpa bantuan terus-menerus.

4. Memberi terlalu banyak aturan tanpa penjelasan

ilustrasi orang tua dan anak (freepik.com/freepik)

Beberapa orang tua cenderung memberikan aturan yang kaku tanpa ruang diskusi. Misalnya, melarang anak bermain setelah jam tertentu tanpa menjelaskan alasannya. Anak hanya tahu harus patuh tanpa memahami konteksnya. Ini membuat anak tumbuh tanpa kemampuan berpikir kritis atau memahami alasan di balik aturan.

Ketika gak diberi ruang untuk bertanya atau berdiskusi, anak merasa pendapatnya gak penting. Padahal, komunikasi dua arah bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab dan empati. Kalau sejak kecil anak diajak berdiskusi, mereka jadi lebih mudah belajar mengambil keputusan dan memahami konsekuensinya. Kemandirian butuh dasar logika, bukan hanya kepatuhan.

5. Terlalu fokus pada nilai dan prestasi akademik

ilustrasi memuji anak (freepik.com/jcomp)

Tekanan untuk selalu meraih nilai sempurna bisa membuat anak takut mencoba hal baru. Orang tua yang hanya memuji saat anak mendapat nilai tinggi tanpa menghargai proses belajarnya bisa menciptakan standar semu. Anak merasa dicintai hanya kalau berhasil, dan itu menekan ruang eksplorasi serta kemandirian. Mereka akan lebih fokus menyenangkan orang tua daripada memahami dirinya sendiri.

Ketika terlalu menekankan prestasi, anak gak punya ruang gagal. Padahal, proses belajar yang sesungguhnya justru banyak terjadi saat mengalami kegagalan dan menemukan cara memperbaikinya. Kemandirian akademik bukan hanya soal nilai tinggi, tapi kemampuan mengatur waktu, belajar mandiri, dan mencari solusi saat menemui kesulitan. Tanpa itu semua, nilai bagus hanya jadi angka tanpa makna.

Kebiasaan yang dilakukan berulang bisa secara perlahan membentuk karakter anak. Oleh karena itu, penting buat refleksi apakah pola asuh yang dijalani selama ini sudah memberi ruang bagi kemandirian atau justru menahannya. Dengan mengenali lima kebiasaan tadi, orang tua bisa mulai mengubah pendekatan agar anak tumbuh lebih percaya diri dan mandiri. Semua perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang dilakukan secara sadar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team