Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi guru dan siswa (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi guru dan siswa (pexels.com/RDNE Stock project)

Ungkapan guru sebagai orang tua kedua di sekolah merupakan ungkapan populer di tengah masyarakat kita. Kenapa bisa dikatakan demikian? Sebab, peran guru di sekolah gak hanya membagikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, tetapi juga berperan mendidik dan membimbing siswa dalam pembentukan karakternya.

Menariknya, gak sedikit siswa yang merasa lebih nyaman dan terbuka untuk berbagi perasaan, pikiran, bahkan rahasia mereka kepada guru dibandingkan orang tua di rumah. Alasannya gak terbatas pada satu faktor saja, melainkan beragam faktor. Ini loh kenapa siswa bisa lebih terbuka dengan guru dibanding orang tua mereka.

1. Peran guru sebagai mentor

ilustrasi guru dan siswa (pexels.com/Yan Krukau)

Seorang guru gak selalu membagikan materi di kelas dengan bahasa yang formal. Adakalanya mereka berperan sebagai mentor yang memberikan nasihat dan arahan. Gak hanya itu, mereka juga memberikan dukungan serta pengalaman berharga yang relevan dengan kebutuhan siswa.

Kalau guru menawarkan menjadi pendengar yang baik untuk siswa, siswa bisa terbuka dan merasa nyaman berbagi dengannya. Siswa bisa saja merasa bahwa nasihat maupun saran yang didapatkan dari gurunya sangat bermanfaat. Siswa merasa terbantu dengan peran guru tersebut.

2. Guru banyak mengetahui dinamika pergaulan siswa di sekolah

ilustrasi guru dan siswa (pexels.com/Artem Podrez)

Bertahun-tahun mengajar tentu membuat seorang guru mengetahui dan memahami dinamika pergaulan siswa di sekolah. Terlebih jika guru merupakan wali kelas, guru bisa mengetahui karakteristik siswanya lebih dalam.

Pengetahuan dan pengalamannya yang luas di sekolah membuat siswa merasa guru merupakan sosok yang tepat bagi siswa untuk berbagi permasalahannya berkaitan dengan sekolah. Misalnya, masalah akademik, tekanan kelompok belajar, perundungan, atau tren yang ada. Hal-hal semacam ini mungkin dapat dipahami sepenuhnya oleh guru sebagai sosok yang setiap hari berada di sekolah dan mengetahui perkembangan siswanya.

3. Khawatir dihakimi oleh orang tua

ilustrasi orang tua menasehati anaknya (pexels.com/Kindel Media)

Siswa bisa lebih terbuka dengan guru dibanding orang tua barangkali karena mereka cemas akan penilaian orang tuanya. Gak sedikit siswa yang merasakan hal ini. Mereka takut dimarahi oleh orang tua dan dilabeli “anak nakal” ketika mereka melakukan kesalahan. Mereka khawatir akan konsekuensi yang bisa saja timbul kalau mereka mengakuinya di hadapan orang tua.

Pengalaman di masa lalu dapat berpengaruh terhadap keputusan siswa untuk memilih gak menceritakannya kepada keluarga. Alih-alih orang tua, siswa merasa lebih aman untuk mengakui kesalahannya kepada guru. Sebab, mereka beranggapan bahwa guru bisa merespons dengan lebih suportif dan objektif.

4. Jarak yang memungkinkan kebebasan berbicara

ilustrasi pelajar di kelas (pexels.com/Max Fischer)

Ada situasi dimana seseorang lebih nyaman bercerita dengan orang lain dibanding keluarga inti mereka. Hal ini karena ada jarak yang membuat mereka bisa bebas berbicara tanpa merasa terbebani untuk menjaga citra tertentu. Mungkin, inilah yang dirasakan siswa saat berani terbuka dengan gurunya dibanding orang tuanya.

Hubungan guru dan siswa punya batasan. Siswa bisa bercerita kepada guru tentang hal-hal yang dinilai sensitif untuk diceritakan kepada keluarganya. Di sisi lain, guru bisa memberikan perspektif berbeda dan dukungan emosional yang gak bisa mereka dapatkan di rumah.

5. Kesempatan berinteraksi yang lebih banyak

ilustrasi pembelajaran di kelas (pexels.com/Katerina Holmes)

Ini bisa terjadi saat orang tua sibuk dengan pekerjaannya sehingga anak lebih banyak berinteraksi dengan guru di sekolah. Biasanya, siswa bersekolah selama lima hari dalam satu minggu. Per harinya, mereka menghabiskan waktu di sekolah selama rata-rata 8 jam. Durasi ini memberikan kesempatan interaksi yang lebih banyak dan konsisten dengan guru dibandingkan orang tua yang sibuk bekerja.

Momen-momen informal di luar proses pembelajaran kerap kali menjadi celah bagi siswa untuk bercerita. Ketika siswa terbiasa berbagi cerita dengan guru, kepercayaan pun akan tumbuh.

Komunikasi terbuka dan sikap suportif antara guru dan siswa memang punya peran yang penting dalam perkembangan pribadi siswa. Saat siswa merasa aman dan nyaman bercerita kepada guru tentang masalahnya, ini bisa berpengaruh pada keefektifan proses pembelajaran. Sebab, ketika siswa memiliki kesejahteraan mental yang terjaga, siswa dapat belajar secara optimal.

Referensi:

Rahmah, S., Martunis, & Nurbaity. (2021). KETERBUKAAN DIRI SISWA SMA TERHADAP ORANG TUA, GURU DAN TEMAN DI KOTA BANDA ACEH. JIMBK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan & Konseling, 6(1), 31-37. https://jim.usk.ac.id/pbk/article/download/15784/8891

https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/membangun-kedekatan-dan-hubungan-baik-antara-guru-dengan-siswa

https://pgsd.kampus5.unesa.ac.id/post/membangun-kerjasama-yang-hangat-antara-guru-dan-orang-tua-siswa-sd

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team