Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan suami istri (pexels.com/Anastasiya Gepp)
ilustrasi pasangan suami istri (pexels.com/Anastasiya Gepp)

Intinya sih...

  • Lupa menanyakan kabar dan perasaan pasangan dapat mengikis kedekatan emosional.

  • Selalu mengiyakan tanpa jujur bisa membuat rasa percaya diri turun dan hubungan tidak seimbang.

  • Menyepelekan perasaan pasangan dan tidak memberikan ruang pribadi dapat merusak hubungan rumah tangga.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernikahan tidak selalu runtuh karena drama besar seperti perselingkuhan atau pertengkaran hebat. Sering kali, justru hal-hal kecil yang terlihat sepele tapi terus terulang lah yang perlahan mengikis rasa cinta. Awalnya mungkin nyaris tak terasa, tapi lama-lama kebiasaan ini bisa membuat hubungan kehilangan kehangatannya.

Di artikel ini, kita akan membahas kebiasaan-kebiasaan kecil yang bisa menjadi seperti rayap dalam hubungan rumah tangga. Masalah yang kecil, tidak terlihat, namun efeknya bisa fatal jika dibiarkan. Berikut ini tujuh hal kecil yang bisa membuat pernikahan retak.

1. Lupa menanyakan kabar dan perasaan

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Junior REIS)

Seiring waktu, banyak pasangan yang sering terbawa rutinitas hingga lupa untuk menanyakan hal-hal sederhana seperti, “Kamu gimana hari ini?” atau “Lagi kepikiran apa akhir-akhir ini?”. Pelan-pelan, rasa penasaran akan isi hati pasangan bisa hilang. Seiring dengan hal itu, kedekatan emosional juga ikut memudar.

Sejatinya, perhatian tulus seperti ini bukan tindakan berlebihan. Justru bisa membuat hubungan tetap hangat. Coba mulai untuk mengembalikan kebiasaan ngobrol bermakna. Tanyakan bukan cuma soal jadwal atau kerjaan, tetapi juga mimpi, ketakutan, atau apa yang sedang ia rasakan. Pertanyaan kecil tapi tulus bisa jadi pintu memperbaiki hubungan.

2. Selalu mengiyakan

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Samuel Yongbo Kwon)

Kadang kita refleks bilang “iya” padahal hati kecil ingin berkata “tidak”. Mungkin awalnya terlihat manis karena terkesan selalu pengertian, namun jika terjadi terus-menerus, kamu bisa kehilangan suara sendiri.

Lama-lama rasa "gak enak hati" itu numpuk menjadi ganjelan yang membuat rasa percaya dirimu turun. Lama-lama bahkan bisa muncul rasa kesal yang tidak pernah diungkapkan. Hubungan pun jadi tidak seimbang karena kamu merasa tidak benar-benar dianggap setara.

Kamu masih bisa memperbaikinya dengan mulai latihan bilang “tidak” di hal-hal kecil dulu. Contoh sederhananya menolak ajakan pergi keluar rumah saat kamu lagi capek, atau jujur mengatakan kamu ingin waktu sendiri. Tenang saja, cinta yang sehat itu menghargai ketulusan, bukan hanya menuntut persetujuan.

3. Menyepelekan perasaan pasangan

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Fotos)

Kalimat seperti, “Ah, kamu berlebihan,” atau “Itu kan cuma masalah kecil,” mungkin terdengar sepele, namun efeknya besar. Bisa saja pasangan merasa hal yang penting baginya ternyata tidak penting bagimu. Kalau kebiasaan ini terus berulang, hubungan bisa kehilangan kedekatan emosional karena salah satu merasa tidak didengar.

Kamu tidak harus selalu setuju kok, tapi coba hadir dengan empati. Dengerkan terlebih dahulu, coba pahami mengapa itu penting buat dia. Kadang pasangan hanya butuh didengar dan dimengerti, bukan didebat.

4. Tidak memberikan ruang pribadi

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Reed Naliboff)

Mungkin terdengar romantis ketika pasangan suami istri selalu ingin bersama dalam segala hal. Namun, jika salah satu kehilangan rasa jati dirinya, ini justru merupakan tanda bahaya .Hubungan beresiko menjadi terasa sesak dan sulit memberikan kebahagiaan jangka panjang.

Ruang pribadi bukan berarti menjauh, namun justru memberi ruang bernapas agar masing-masing bisa tetap tumbuh sebagai individu. Kamu bisa memperbaikinya dengan mengembalikan aktivitas solo yang membuat kamu bahagia. Ikuti kelas yang dulu mungkin sempat tertunda, habiskan waktu dengan hobi pribadi, atau luangkanwaktu bertemu teman-teman. Percayalah, sedikit waktu terpisah bukan melemahkan cinta, tapi justru bisa memperkuat kebersamaan kalian.

5. Bersama tetapi tidak hadir

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/ Antonella Vilardo)

Makan bersama tapi tangan tak lepas dari HP? Sedang ngobrol tapi mata tetap ke layar? Sekilas keliatan biasa, tapi sebenarnya itu bisa terkesan menjadi bentuk penolakan diam-diam. Lama-lama pasangan bisa tidak dilihat, tidak penting, atau bahkan sendirian padahal kalian duduk berdua.

Kamu bisa mulai dengan aturan kecil, misalnya sama-sama sepakat untuk tidak memegang gawai saat makan bersama atau sebelum tidur. Momen sederhana tanpa distraksi ini membuat kalian benar-benar hadir satu sama lain. Karena pada akhirnya, kehadiran yang penuh perhatian jauh lebih berharga daripada sekadar kata-kata manis.

6. Lelucon yang menyakitkan

ilustrasi pasangan sedang bertengkar (unsplash.com/engin akyurt)

Mungkin kamu dan pasangan sering melempar sarkasme seperti ejekan atau komentar pedas yang dibalut candaan. Awalnya terkesan sebagai lelucon iseng, namun jika dilakukan terus-menerus salah satu pihak bisa saja merasa diremehkan. Intinya, sarkasme itu sering terasa seperti ejekan halus yang jika terlalu sering justru bisa menyakiti hati.

Bukan berarti dilarang bercanda, tapi sebaiknya pilih humor yang dua-duanya tertawa, bukan yang membuat satu pihak merasa diremehkan. Nah, kalau rasa dihina sudah sering muncul, hubungan jadi gampang renggang. Komunikasi yang jujur dan saling menghargai membuat hubungan menjadi awet daripada sekadar “lucu” namun menyakiti.

7. Hitung-hitungan pengorbanan

ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Jason Briscoe)

Pernah tidak kamu atau pasangan mulai membandingkan pengorbanan siapa yang lebih besar? Contohnya seperti kalimat ini “Aku kerja seharian loh,” atau “Aku yang ngurus semua urusan rumah dan anak-anak”. Kalau rumah tangga berubah menjadi ajang siapa yang lebih banyak berkorban, ujungnya pasti tidak ada yang menang. Alih-alih bekerja sama, pola seperti ini justru membuat hubungan terasa seperti kompetisi.

Cobalah untuk perlahan mengubah fokus dari “siapa yang lebih capek” menjadi saling menghargai usaha masing-masing. Misalnya mengatakan, “Terima kasih ya sudah membantu mengurusi ini semua, aku lihat kok,”. Kalimat seperti ini bisa membuat rasa lelah jadi lebih ringan dan bahkan jadi momen kebersamaan.

Sering kali, rumah tangga tidak runtuh karena satu masalah besar seperti perselingkuhan. Justru, ribuan hal kecil yang terlihat sepele yang perlahan mengikis keintiman. Karena dianggap biasa, kebiasaan-kebiasaan ini sering luput dari perhatian, padahal dampaknya bisa menumpuk menjadi jarak emosional yang sulit dijembatani.

Memperbaiki hubungan juga tidak selalu harus dengan tindakan besar. Kadang, hal sederhana seperti mendengarkan dengan sungguh-sungguh, mengucapkan terima kasih, atau menyediakan waktu tanpa gangguan justru bisa jadi titik balik. Dengan lebih peka dan saling memperhatikan lagi, ikatan yang mulai renggang bisa diperkuat kembali.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team