ilustrasi pasangan suami istri (unsplash.com/Jason Briscoe)
Pernah tidak kamu atau pasangan mulai membandingkan pengorbanan siapa yang lebih besar? Contohnya seperti kalimat ini “Aku kerja seharian loh,” atau “Aku yang ngurus semua urusan rumah dan anak-anak”. Kalau rumah tangga berubah menjadi ajang siapa yang lebih banyak berkorban, ujungnya pasti tidak ada yang menang. Alih-alih bekerja sama, pola seperti ini justru membuat hubungan terasa seperti kompetisi.
Cobalah untuk perlahan mengubah fokus dari “siapa yang lebih capek” menjadi saling menghargai usaha masing-masing. Misalnya mengatakan, “Terima kasih ya sudah membantu mengurusi ini semua, aku lihat kok,”. Kalimat seperti ini bisa membuat rasa lelah jadi lebih ringan dan bahkan jadi momen kebersamaan.
Sering kali, rumah tangga tidak runtuh karena satu masalah besar seperti perselingkuhan. Justru, ribuan hal kecil yang terlihat sepele yang perlahan mengikis keintiman. Karena dianggap biasa, kebiasaan-kebiasaan ini sering luput dari perhatian, padahal dampaknya bisa menumpuk menjadi jarak emosional yang sulit dijembatani.
Memperbaiki hubungan juga tidak selalu harus dengan tindakan besar. Kadang, hal sederhana seperti mendengarkan dengan sungguh-sungguh, mengucapkan terima kasih, atau menyediakan waktu tanpa gangguan justru bisa jadi titik balik. Dengan lebih peka dan saling memperhatikan lagi, ikatan yang mulai renggang bisa diperkuat kembali.