Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

7 Hal yang Paling Sering Bikin Anak SD Cemas, Orangtua Wajib Tahu!

ilustrasi anak kecil sedang stres (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Anak SD sering cemas karena masalah orang dewasa yang terbebani, seperti keuangan keluarga dan konflik rumah tangga.
  • Anak cemas soal kondisi dunia dan takut tidak diterima oleh teman di lingkungan sosial baru mereka.
  • Terlalu terpapar media sosial, ingin tampil sempurna, perubahan rutinitas, dan tekanan dari dunia sekolah juga membuat anak SD merasa cemas.

Meskipun anak SD kelihatannya masih lugu dan ceria, ternyata mereka juga bisa mengalami kecemasan, lho. Kecemasan ini muncul karena mereka sedang berada di fase belajar mengenali dunia, mencoba memahami perasaan sendiri, hingga beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru. Sering kali, anak gak tahu cara mengekspresikan rasa cemas, jadi malah terlihat rewel, murung, atau gampang marah.

Sebagai orangtua, kamu perlu peka dan memahami sumber kecemasan mereka. Karena kalau dibiarkan terus-menerus tanpa ditangani, bisa berdampak ke perkembangan emosi bahkan kesehatan mental anak.

Apalagi menurut data dari National Survey of Children’s Health, jumlah anak usia 6-11 tahun yang didiagnosis mengalami kecemasan meningkat dari 9,5% pada 2020 jadi lebih dari 11% di 2022. Supaya kamu bisa lebih waspada, yuk simak tujuh hal yang paling sering bikin anak SD merasa cemas menurut penjelasan dari psikolog anak Jacque Cutillo, Ph.D.

1. Terbebani oleh masalah orang dewasa

ilustrasi anak sedih (pexels.com/cottonbro studio)

Anak-anak zaman sekarang ternyata lebih sering tahu tentang masalah keluarga, seperti keuangan, konflik rumah tangga, atau soal pekerjaan orangtua. Sayangnya, mereka belum punya kapasitas emosional untuk menghadapi hal-hal itu. Anak bisa merasa takut, bingung, bahkan merasa ikut bertanggung jawab, padahal ini jelas di luar kendali mereka.

2. Cemas soal kondisi dunia

ilustrasi korban perang (pexels.com/Ahmed akacha)

Meskipun usianya masih kecil, anak sekarang sudah banyak terpapar berita atau obrolan tentang hal besar seperti politik, perang, perubahan iklim, hingga isu imigrasi. Ini disebut sebagai macro-level worries. Anak jadi mudah khawatir karena mereka belum bisa memilah mana yang penting untuk dipikirkan dan mana yang bisa diabaikan.

3. Takut gak diterima oleh teman

ilustrasi pertemanan anak kecil (pexels.com/Arjun Adinata)

Masalah pertemanan jadi salah satu sumber stres paling besar bagi anak SD. Mereka bisa khawatir gak diajak main, gak punya teman dekat, atau di-bully karena penampilan, makanan bekal, sampai nilai ulangan. Rasa ingin diterima dan “masuk ke dalam kelompok” sangatlah kuat di usia ini.

4. Terlalu terpapar media sosial dan teknologi

ilustrasi anak kecil lihat ponsel (pexels.com/Sóc Năng Động)

Meskipun belum semua anak SD punya akun medsos, pengaruhnya tetap terasa. Anak jadi sering membandingkan diri dengan apa yang mereka lihat, meskipun itu dari konten fiksi atau kehidupan orang dewasa. Selain itu, mereka juga melihat pola penggunaan gadget dari orang dewasa, yang bisa membentuk kebiasaan dan ekspektasi tidak sehat sejak dini.

5. Ingin selalu tampil sempurna

ilustrasi anak sedang belajar (pexels.com/CDC)

Anak ingin dipuji karena pintar, cepat, rajin, dan selalu berhasil. Tapi ketika gak sesuai harapan, mereka bisa merasa kecewa dan takut gagal. Menurut Cutillo, beberapa anak punya standar tinggi terhadap diri sendiri, sehingga tekanan untuk selalu sukses bisa bikin mereka mudah cemas.

6. Perubahan kecil dalam rutinitas

ilustrasi pertemanan anak kecil (pexels.com/Ron Lach)

Pindah rumah, ganti guru, masuk ekskul baru, bahkan hanya ganti tempat duduk di kelas bisa jadi pemicu kecemasan. Anak merasa gak nyaman karena belum tahu apa yang akan terjadi. Mereka belum punya kemampuan adaptasi yang fleksibel seperti orang dewasa, jadi transisi sekecil apa pun bisa terasa besar.

7. Tekanan dari dunia sekolah

ilustrasi anak murung (pexels.com/RDNE Stock project)

Sekolah bukan cuma tempat belajar, tapi juga sumber stres. Anak bisa cemas karena ulangan, tugas menumpuk, takut dimarahi guru, atau gak nyaman bicara di depan kelas. Sama seperti orang dewasa yang bisa stres karena pekerjaan, anak pun bisa merasa tertekan dengan tuntutan di sekolah.

Gimana cara orangtua bisa membantu?

ilustrasi momen ibu dan anak (pexels.com/Kristina Chernavina)

Pertama, kamu perlu jadi pendengar yang baik. Biarkan anak cerita tanpa langsung menghakimi atau menggurui. Perhatikan perubahan perilaku anak, seperti jadi pendiam, sering mengeluh sakit perut, atau susah tidur. Itu bisa jadi tanda anak sedang cemas.

Kedua, ajak anak mengelola rasa cemas dengan cara yang menyenangkan. Salah satu ide dari Cutillo adalah bikin worry box, yaitu kotak tempat anak menaruh catatan berisi hal-hal yang bikin mereka khawatir. Ini bisa jadi cara simbolik untuk “meletakkan” kecemasan di tempat yang aman.

Terakhir, kalau kamu merasa kecemasan anak mulai mengganggu keseharian atau relasinya dengan orang lain, jangan ragu konsultasi ke psikolog anak. Karena semakin cepat ditangani, semakin besar peluang anak tumbuh dengan mental yang sehat dan tangguh.

Jadi, jangan remehkan rasa cemas anak, ya. Meskipun terlihat kecil, bagi mereka itu bisa terasa sangat besar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us