Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak kecil (unsplash.com/BIPIN SAXENA)
ilustrasi anak kecil (unsplash.com/BIPIN SAXENA)

Sebagai orang tua, setiap kata yang keluar dari mulut kita bisa membentuk masa depan anak, baik secara sadar maupun tidak. Kadang niatnya hanya bercanda, kadang dimaksudkan sebagai motivasi, atau bahkan sekadar kebiasaan yang dianggap lumrah. 

Namun, yang sering tidak disadari, beberapa kalimat yang terdengar innocent justru bisa membekas sangat dalam di hati anak. Luka yang tidak tampak di luar, tapi bisa tumbuh jadi rasa rendah diri, trauma, bahkan ketidakmampuan membangun kepercayaan diri saat dewasa nanti.

Anak-anak menyerap segalanya seperti spons—kata-kata, nada bicara, ekspresi wajah. Dan ketika mereka mendengar kalimat yang menyiratkan penolakan, perbandingan, atau kekecewaan, mereka mungkin tidak langsung protes. Namun, mereka akan menyimpannya, mengolahnya diam-diam dalam benaknya. Itulah mengapa penting bagi para orang tua (dan calon orang tua) untuk memahami bahwa kata-kata itu bukan hanya ucapan sesaat. 

Kalimat yang kita anggap ringan bisa jadi luka yang berat bagi batin mereka. Berikut ini lima kalimat yang sering terdengar biasa, tapi sebenarnya punya dampak besar pada psikis anak.

1. "Kenapa kamu tidak seperti kakak/adikmu?"

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/Thiago Patriota)

Perbandingan antar saudara mungkin terasa wajar bagi banyak orang tua. Namun, kalimat ini bisa jadi racun yang sangat merusak rasa percaya diri anak. Ketika anak dibandingkan dengan saudaranya, mereka merasa tidak cukup baik dan mulai meragukan nilai diri sendiri.

Anak akan tumbuh dengan keyakinan bahwa cinta dari orang tua bersyarat—hanya akan didapat jika mereka bisa menjadi seperti sosok lain. Ini tidak hanya menimbulkan kecemburuan antar saudara, tapi juga memicu rasa iri, penolakan, dan keinginan untuk menjadi orang lain. Padahal, setiap anak unik dan butuh dihargai sesuai karakternya sendiri, bukan berdasarkan standar orang lain.

2. "Masa begitu saja tidak bisa?"

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/Chinh Le Duc)

Kalimat ini sering diucapkan sebagai bentuk frustrasi ketika anak melakukan kesalahan atau gagal memahami sesuatu. Namun, tanpa disadari, kata-kata ini bisa membuat anak merasa bodoh dan tidak layak. Alih-alih mendorong anak untuk belajar, kalimat ini bisa membuat mereka enggan mencoba lagi.

Anak jadi takut salah karena merasa kegagalan mereka adalah beban yang mengecewakan orang tua. Padahal dalam proses tumbuh dan belajar, kegagalan adalah hal yang sangat wajar. Yang anak butuhkan bukan penghakiman, tapi dukungan bahwa mereka boleh gagal dan tetap dicintai.

3. "Kamu ini selalu merepotkan!"

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/Richard Stachmann)

Mungkin kalimat ini keluar dalam kondisi lelah atau emosi. Namun, bagi anak, ini bukan sekadar keluhan—ini seperti pengakuan bahwa kehadiran mereka mengganggu. Anak yang sering mendengar ini akan tumbuh dengan rasa bersalah atas keberadaannya sendiri.

Perasaan tidak diinginkan adalah salah satu luka batin terdalam. Anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang terus berusaha menyenangkan orang lain demi mendapatkan validasi. Bahkan saat dewasa, luka ini bisa membuat mereka sulit menempatkan batasan karena takut dianggap merepotkan atau tidak layak dicintai.

4. "Nanti Mama/Papa tinggal kamu ya kalau nakal!"

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/Tadeusz Lakota)

Ancaman seperti ini sering dianggap strategi jitu untuk membuat anak patuh. Tapi kenyataannya, kalimat ini bisa menimbulkan rasa cemas yang luar biasa dalam diri anak. Ketakutan akan ditinggalkan atau kehilangan sosok yang paling mereka percaya adalah tekanan mental yang tidak main-main.

Bukannya  mendisiplinkan, ancaman meninggalkan anak justru menanamkan rasa tidak aman. Anak mungkin akan patuh, tapi bukan karena mengerti atau belajar, melainkan karena takut kehilangan kasih sayang. Ini bisa berdampak pada rasa percaya yang rapuh dan hubungan emosional yang retak antara anak dan orang tua.

5. "Diam saja, anak kecil tahu apa?"

ilustrasi anak kecil (unsplash.com/BIPIN SAXENA)

Meremehkan pendapat anak hanya karena usianya membuat mereka merasa tidak dihargai. Padahal sejak kecil, anak perlu dibiasakan untuk menyampaikan pendapat dan didengar. Ketika suara mereka selalu dipatahkan, mereka akan tumbuh dengan rasa ragu terhadap pikirannya sendiri.

Anak yang merasa suaranya tidak penting bisa kehilangan kepercayaan diri dalam bersosialisasi. Mereka akan sulit menyuarakan kebutuhan atau berdiskusi dengan sehat. Sebaliknya, anak yang didengar akan lebih mudah tumbuh jadi pribadi yang percaya diri, berani berpendapat, dan mampu membangun relasi yang sehat.

Sebagai orang dewasa, kita punya tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan kesehatan mental anak-anak. Kata-kata yang kita pilih setiap hari bisa menjadi bekal atau beban yang akan mereka bawa sepanjang hidup. Ucapan yang diucapkan sekilas bisa menjadi gema yang terus terulang dalam kepala mereka di masa depan.

Tidak perlu sempurna untuk menjadi orang tua yang baik. Namun, penting untuk terus belajar dan memperbaiki cara berkomunikasi. Ubah kalimat yang merendahkan menjadi kalimat yang membangun. Ganti nada tinggi dengan nada yang mengayomi. Karena di balik setiap kalimat yang kita ucapkan, ada anak kecil yang sedang membentuk gambaran tentang dirinya sendiri dan kita adalah cermin pertama yang mereka lihat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team