Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/cottonbro studio)

Chatting seharusnya jadi ruang nyaman untuk saling memahami dan merasa dihargai. Namun sayangnya, ada yang namanya gaslighting lewat chat: manipulasi emosional yang terkesan "gak serius tapi sering bikin ngeraguin diri sendiri". Gaslighting jenis ini sering kali dirasionalisasi sebagai “cuma bercanda” atau “cuma gaya ngomongnya aja”. Efeknya bikin kamu mulai mempertanyakan perasaan, pikiran, bahkan ingatanmu sendiri. Kalau kamu mulai sering bingung apakah kamu yang terlalu sensi, atau memang ada yang salah, bisa jadi kamu kena gaslighting.

Daripada kamu terus merasa gak nyaman dan merasa bersalah sendiri, simak tujuh tanda gaslighting lewat chat yang biasanya dianggap bercanda. Makin kamu sadar, makin cepat kamu bisa ambil langkah melindungi hati. Ingat, kamu layak dihargai bukan dibuat gak yakin sama diri sendiri. Yuk baca satu per satu.

1. "Kamu lebay sih, biasa aja kok"

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/Kindel Media)

Kalimat ini sering terlontar saat kamu menyatakan perasaan atau curiga. Mulanya terdengar ringan, tapi secara halus membuatmu merasa emosimu nggak valid. Kamu jadi mulai ragu sendiri apakah kamu terlalu sensitif atau memang ada yang salah. Gaslighter menggunakan frasa ini untuk mengalihkan tanggung jawab mereka. Padahal, setiap perasaanmu pantas diakui dan dihargai.

Setelah kalimat ini sering keluar, kamu mungkin mulai membatasi diri untuk terbuka. Karena kamu takut dianggap berlebihan lagi. Ini cara efektif untuk membungkam emosimu tanpa terlihat kasar. Padahal obrolan seharusnya jadi tempat aman buat saling terbuka. Jangan biarkan dirimu diam hanya karena takut ditertawakan balik.

2. "Aku cuma becanda, kenapa sih serius banget?"

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Saat kamu merasa sakit hati karena candaan mereka, respons ini sering dipakai untuk menetralkan rasa sakit itu. Seakan-akan kamu yang salah karena tidak bisa “ikutan becandaan”. Padahal, candaan yang menyakiti bukan becanda, tapi bentuk gaslighting. Fokusnya bukan pada kata-kata mereka, tapi membuat kamu merasa bersalah atas responsmu. Jadinya kamu mempertanyakan apakah seharusnya kamu tertawa saja.

Pesan lain yang tersampaikan: jangan ekspresikan perasaan kalau tidak ingin dianggap berlebihan. Kamu mulai membentengi diri agar gak terlalu "labil". Hal ini bisa mematikan komunikasi emosional yang sehat. Padahal, obrolan yang sehat seharusnya bisa beri ruang tanpa menghina. Jangan terjebak dalam logika bahwa semua kesakitan di chat itu wajar karena “dia cuma lucu-lucuan”.

3. "Kamu aja yang salah paham, maksudku sebenarnya bukan itu"

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/Аlex Ugolkov)

Kalimat ini digunakan saat ia menyadari kamu tersinggung, tapi tidak mau mengaku salah. Mereka melempar kesalahan balik padamu, seolah dia gak pernah punya niatan negatif. Dengan begitu, kamu mulai mempertanyakan persepsi dan penilaianmu sendiri. Ini bentuk gaslighting paling klasik: membalik kenyataan demi menyelamatkan citra diri. Kamu jadi galau apakah memang salah tafsir atau mereka memang bermaksud menghindar.

Efeknya lama-lama kamu takut menyampaikan pendapat karena khawatir dituduh salah tafsir lagi. Komunikasi jadi penuh was-was dan gak jujur. Kamu jadi bertanya-tanya apakah kamu terlalu sensi atau memang ada yang tidak benar. Dalam hubungan sehat, dialog terbuka tetap penting tanpa merasa dihakimi. Jika kamu sering dibikin bingung soal makna chat-nya sendiri, itu tanda besar untuk evaluasi.

4. "Masa sih? Kok kamu baper amat?"

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/Karolina Grabowska)

Komentar seperti ini sering muncul setelah kamu memberi tahu bahwa sebuah chat membuatmu tidak nyaman. Daripada menanggapi dengan serius, pasangan malah menertawakan perasaanmu. Seolah-olah kamu sendiri yang berlebihan dan perlu dikoreksi. Ini semacam nasihat implisit agar kamu membatasi ekspresi perasaanmu. Lama-kelamaan kamu jadi membungkam diri supaya tidak dipermalukan lagi.

Akibatnya, kamu mulai menjaga diri untuk bicara tentang perasaan yang sebenarnya. Ini membentuk pola di mana kamu selalu menyensor emosi demi menjaga hubungan tetap nyaman bagi mereka. Padahal, menjadi partner berarti bisa saling mendukung tanpa takut dihina. Kalau kamu sudah terlalu sering merasa kecil karena pesan yang seharusnya ringan, itu bahkan lebih berat daripada konflik besar.

5. "Kamu terlalu banyak mikir"

ilustrasi seseorang membalas pesan (pexels.com/Charlotte May)

Frasa ini sering muncul saat kamu mencoba teliti menghadapi sesuatu yang janggal di chat-nya. Padahal kamu cuma ingin mencoba memahami, bukan langsung menuduh. Gaslighter menggunakan kata ini untuk membungkam pikiran kritismu. Dia membuatmu merasa terlalu mencurigai atau terlalu ribet. Dengan begitu, kamu mulai merasa seharusnya berhenti bertanya agar tidak mengganggu.

Akibatnya kamu berhenti membuka diri atau bertanya meski sebenarnya kamu merasa tidak nyaman. Kamu mulai menahan ketidakyakinan dan mencabut insting sehatmu. Ini membentuk lintasan di mana kamulah yang selalu diminta menyerah. Padahal komunikasi dalam hubungan sehat memberi ruang untuk diskusi, bukan pelabelan. Jangan diam hanya karena kamu takut dianggap berlebihan oleh orang yang kamu harapkan pengertian.

6. Sering batal ketemu dengan alasan absurd

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/RDNE Stock project)

Misalnya, pas lagi janjian video call atau ketemu offline, tiba-tiba dia bilang sakit padahal dia sempat update story. Atau ia mengaku sibuk padahal terlihat santai. Ketika kamu menanyakan kejanggalan itu, dia balik menuduh kamu paranoid. Ini gaslighting emosional yang sering dirasionalisasi sebagai kebiasaan "sedikit bohong halus". Tapi logic justifikasinya dipakai untuk mematahkan keraguanmu.

Goalnya adalah menjaga jarak tanpa harus bertanggung jawab terhadap keraguan yang muncul. Kamu jadi merasa terlalu overthinking setiap kali ada alasan aneh. Lama-lama kamu jadi mengurangi ekspektasi agar tidak terus sakit. Tapi hubungan itu seharusnya memberi ruang kejujuran dan rasa aman, bukan ruang kekhawatiran tiada henti. Kalau kamu merasa sering dibohongi tapi malah disalahkan, itu bukan obrolan yang sehat.

7. "Kamu ngasal nge-interpret aja"

ilustrasi seseorang membalas chat (pexels.com/MART PRODUCTION)

Saat kamu mencoba menjelaskan mengapa sebuah chat membuatmu risih, dia membanting validasi itu dengan bilang kamu asal tafsir. Ini usaha sistematis untuk menurunkan kepercayaan atas nalurimu sendiri. Kamu jadi merasa mustahil memiliki penilaian yang tepat tanpa restu mereka. Padahal, setiap kamu membagikan ketidaknyamanan itu wajar dan sah. Ini bukan bentuk kesalahpahaman, tapi strategi membungkam perasaan yang sah.

Efek berulang dari kalimat ini: kamu jadi lebih sering ragu membuka topik serius. Kamu malah bisa jadi minder ketika merasa hubungan sedang tidak nyaman. Ini menutup pintu komunikasi jujur di mana kamu merasa punya hak untuk diakui. Hubungan sehat seharusnya mendengar dan membuat kamu merasa dihargai, bukan mempertanyakan kebenaranmu. Jika kamu sering disuruh meragukan nalurimu sendiri, itu saatnya mempertimbangkan jarak.

Gaslighting di chat bisa muncul dalam bentuk humor, sarkasme, atau sindiran ringan yang kemudian membuat kamu merasa tidak cukup waras secara emosional. Jangan remehkan efeknya kebiasaan memanipulasi emosimu lewat chat bisa bikin kamu perlahan kehilangan kepercayaan pada dirimu sendiri. Kamu layak punya hubungan di mana perasaanmu dihargai, dipahami, bukan dipermainkan. Jika tujuh tanda di atas mulai terasa, itu sinyal kuat untuk mengevaluasi hubungan. Ingat, kamu berhak merasa aman secara emosional bukan terus dibikin ragu di tempat yang seharusnya nyaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team