Warga di Dusun Kaligede, Desa Ngancar, Kecamatan Pitu Ngawi lubangi sungai untuk dapatkan air. IDN Times/ Riyanto.
Bencana kekeringan di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akibat perubahan iklim dirasakan signifikan dalam sebulan terakhir. Dari sebelumnya hanya 7 desa, kemudian kini tersebar menjadi 28 desa terdampak. Puluhan desa tersebut tersebar di 15 kecamatan dari total 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Bima. Kekeringan terparah terjadi di Kecamatan Palibelo, yang mana terdapat 8 desa yang terdampak
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bima, Nurul Huda mengatakan ada sebanyak 11.015 jiwa yang terdampak kekeringan. Kondisi krisis air bersih ini dikhawatirkan akan terus meluas.
Desa Monta Baru Kecamatan Lambu kini mulai ikut terdampak. Padahal wilayah setempat dari tahun-tahun sebelumnya sama sekali tak pernah mengalami krisis air bersih.
"Desa Monta Baru pertama kali kekurangan air, karena air tanah di sana yang selama ini menjadi sumber airnya sudah berkurang," bebernya.
Krisis air bersih juga melanda 28 kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim). Pemerintah setempat menerbitkan status darurat kekeringan untuk Kabupaten Lamongan, Bangkalan, Bondowoso, Gresik, Lumajang, Situbondo, Sampang, Pamekasan, Banyuwangi, Bojonegoro.
Kemudian Kota Batu, Kabupaten Blitar, Ponorogo, Jombang, Tulungagung, Nganjuk, Pacitan, Kabupaten malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Probolinggo, Ngawi, Kabupaten Madiun, Magetan, Trenggalek, Jember, Kabupaten Pasuruan, dan Sumenep.
Kepala BPBD Jatim, Gatot Soebroto mengatakan dari total wilayah itu, terdapat enam daerah yang kehabisan anggaran mengatasi kekeringan. Seperti Kabupaten Mojokerto, Blitar, Pasuruan, Pacitan, Jember dan Lumajang.
Enam daerah yang kehabisan anggaran ini lantaran digunakan untuk dropping air bersih ke setiap desa yang mengalami kekeringan. BPBD Jatim memastikan, BPBD kabupaten/kota setempat sudah berkoordinasi dengan pihaknya untuk mendapat anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) dari APBD Pemprov Jatim.
"Bantuan dari APBD Jatim itu berupa dropping air bersih secara langsung. Pembagian air juga menyesuaikan kebutuhan setiap wilayah, sehingga akan berbeda-beda jumlah per liternya. Bantuan disesuaikan jumlah penduduk yang membutuhkan air, sehingga berbeda setiap wilayah,” ujarnya, Senin (16/9/2024).
Salah satu daerah di Jatim, yaitu Desa Kuwon, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, bahkan merasakan sumur-sumur kering dalam dua pekan terakhir. Situasi itu memaksa mereka mengandalkan air dari sumur sawah untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci.
Setiap pagi dan sore, warga harus menunggu pemilik sawah menyalakan pompa air untuk mendapatkan air, yang biasanya digunakan untuk mengairi lahan pertanian. Meskipun kualitas air tersebut jauh dari bersih, warga terpaksa menggunakannya. Untuk kebutuhan minum dan memasak, mereka harus membeli air galon seharga Rp5 ribu per galon.
Suwati, salah seorang warga Desa Kuwon, mengungkapkan betapa sulitnya kondisi yang mereka alami. “Sudah dua minggu kami ambil air dari sumur sawah, meskipun kotor. Tapi mau bagaimana lagi? Untuk mandi dan mencuci, terpaksa pakai itu. Kalau untuk minum, kami beli air galon,” katanya, Sabtu (14/09/2024).
Surati, warga lainnya, juga merasa tertekan dengan keadaan ini. “Susah sekali dapat air bersih. Setiap hari harus mencari air untuk masak dan mencuci. Bahkan, saya sampai menggali sumur lebih dalam hingga tiga meter, tapi tetap saja air sulit didapatkan. Bantuan juga belum datang,” keluhnya.