5 Prinsip Hemat yang Justru Bikin Kamu Makin Melarat, Boncos!

Gak selamanya hemat itu pangkal kaya. Banyak orang merasa puas saat berhasil menekan pengeluaran, padahal tabungan yang bertambah gak begitu signifikan. Fokus berlebihan untuk jadi irit sering bikin kamu lupa tujuan dari setiap pengeluaran. Menabung memang penting, tapi punya strategi untuk memanfaatkan uang juga tak kalah krusial. Keinginan menyimpan semua uang yang kamu punya justru bisa menutup peluang berharga. Kamu mungkin melewatkan kesempatan mendapatkan seratus ribu hanya karena enggan mengeluarkan sepuluh ribu.
Pada dasarnya, uang itu gak bodoh. Timbal balik dari harga yang kamu bayar mungkin bukan selalu berupa uang, tapi sesuatu lain yang value-nya gak kalah tinggi. Ketika kamu membeli barang murah, belum tentu gak ada 'harga' lain yang harus kamu bayar. Seperti lima prinsip hemat tapi bikin boncos berikut ini.
1. Selalu pilih barang paling murah meskipun gak terlalu suka

Buku The Paradox of Choice oleh Barry Schwartz menjelaskan bahwa keputusan yang diambil hanya berdasarkan harga sering membuat konsumen membeli lebih banyak barang, bukan lebih sedikit. Barang murah memang terlihat hemat, tapi belum tentu sesuai kebutuhan atau selera. Beli barang yang gak benar-benar kamu inginkan sering bikin menyesal dan akhirnya masih ingin beli lagi. Ada ‘rasa gak puas’ yang sebenarnya juga kamu bayar, meskipun bukan pakai uang.
Ada pepatah jawa yang mengatakan, “ono rego, ono rupo”. Barang murah biasanya punya kualitas lebih rendah, cepat rusak, dan membutuhkan penggantian lebih sering. Semisal kamu benar-benar butuh sepatu tahan banting yang bisa kamu pakai setiap hari, gak masalah untuk beli dengan harga mahal supaya dapat kualitas lebih bagus. Gak perlu yang paling mahal, tapi juga jangan selalu yang paling murah. Hemat juga harus memperhitungkan nilai jangka panjang dan kenyamanan penggunaan.
2. Gak mau investasi skill karena dianggap mahal

Banyak orang menolak ikut kursus atau pelatihan karena menganggapnya “mahal”. Padahal, potensi untungnya di masa mendatang bisa jauh lebih besar. Skill baru bisa meningkatkan produktivitas, peluang karier, bahkan penghasilan tambahan. Kalau kamu terus menganggap investasi diri sebagai pengeluaran boros, kamu malah jadi stagnan. Gaji tetap sama sementara kebutuhan semakin meningkat. Target tabungan yang awalnya terasa wajar lama-lama bikin tertekan. Hemat yang cerdas justru mengalokasikan sebagian uang untuk meningkatkan kemampuan, karena nilai yang kamu dapat jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Memang butuh proses, tapi bukan berarti sia-sia.
3. Anti bayar jasa dan milih melakukan semua sendiri

Your time is your money. Banyak pekerjaan yang dihitung berdasarkan jam kerja, itu lah kenapa waktumu berharga. Kamu mungkin merasa hemat ketika bisa melakukan semua sendiri tanpa bayar jasa orang lain. Tanpa benar-benar memerhatikan ‘substitusi kegiatan’ yang lebih menguntungkan. Mencuci baju sendiri di rumah bisa hemat biaya laundry. Tapi waktumu untuk mencuci juga bisa digunakan untuk mengerjakan side hustle yang bayarannya lebih mahal dari harga laundry. Memilih untuk memakai jasa orang lain kadang adalah pilihan yang lebih efisien.
4. Memaksimalkan diskon dengan beli banyak sekaligus

Diskon memang menggoda, tapi membeli banyak barang hanya karena harganya lebih murah sering bikin boros yang terasa rasional. Barang yang menumpuk bisa kadaluarsa, apalagi kalau kamu beli produk yang belum tentu disukai atau dibutuhkan beberapa bulan ke depan. Sekarang lagi suka wangi strawberry, ternyata bulan depan pengin ganti wangi lavender. Akhirnya, kamu tetap harus beli lagi untuk mendapatkan model atau varian yang kamu inginkan. Bahkan untuk makanan, beli banyak saat promo terasa lebih worth it karena seolah harga per porsinya jadi lebih murah. Padahal kenyataannya, kamu tetap mengeluarkan lebih banyak uang dari kebutuhan sebenarnya. Diskon yang harusnya ngasih keuntungan malah berubah jadi jebakan.
5. Menunda cek kesehatan karena biaya

Baru cek kesehatan kalau sudah ada keluhan. Baru cari asuransi ketika merasa udah punya cukup uang. Tidak memikirkan risiko jangka panjang yang bisa jauh lebih mahal: pemasukan hilang karena sakit dan pengobatan yang makin kompleks kalau sakitnya kronis. Bagaimana pun, health is wealth. Biaya pengobatan sering kali susah dihitung karena durasi sakit gak selalu bisa diprediksi. Itulah mengapa orang kaya justru memprioritaskan asuransi kesehatan sebagai bagian dari strategi keuangan mereka.
Pada akhirnya, keseimbangan adalah kunci. Uang seharusnya jadi alat bantu, bukan belenggu. Mengelola pengeluaran perlu disertai dengan pandangan yang luas. Supaya pilihan yang diambil gak mengorbankan hal penting lainnya. Jadi, kamu bisa menikmati hidup tanpa rasa bersalah sekaligus tetap punya arah finansial yang sehat.