Bagian luar Benteng Fort Rotterdam di Kota Makassar antara tahun 1883 hingga 1889, dalam lukisan litograf karya Josias Cornelis Rappard. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)
Merasa dirugikan, perang kembali dikobar. Kehabisan tenaga, VOC meminta bantuan pasukan tambahan dari Batavia. Pertempuran yang dipimpin Sultan Hasanuddin meletus di berbagai tempat. Setelah dikepung selama delapan hari, Benteng Sombaopu yang menjadi pusat pemerintahan Gowa jatuh pada 22 Juni 1669, sekaligus menandai berakhirnya perang. Sultan Hasanuddin kemudian turun dari takhta kerajaan, lalu mangkat pada 12 Juni 1670.
Setelah Perang Makassar, Cornelis Speelman menghancurkan Benteng Somba Opu, dan membangun ulang benteng yang kini dikenal sebagai Fort Rotterdam. Tempat inilah yang kemudian menjadi markas VOC Pulau Sulawesi. Sejarah mencatat, inilah salah satu perang terhebat yang pernah dijalani VOC.
Dalam bait-bait penutupnya, Encik Amin yang senantiasa menemani Sultan Hasanuddin hingga akhir hayat mengaku sedih atas kemalangan Gowa. Namun ia tetap bersuka cita atas segala heroisme yang ia saksikan secara langsung.
"Sudahlah kalah negeri Mengkasar, dengan kodrat Tuhan malik al-djabbar
patik karangkan didalam fatar, kepada negeri yang lain supaya kerkabar
...
Lima tahun lamanya perang, sedikitpun tidak hatinya bimbang
sukacita hati segala hulubalang, melihat musuh hendak berperang"
Sumber :
- "Sja'ir Perang Mengkasar", Encik Amin - C. Skinner, Koninlijk Intituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, 1963
- "The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in the Seventeenth Century", Leonard Y. Andaya, Koninlijk Intituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, 1981
- "Asia in the Making of Europe, Volume III: A Century of Advance", Donald F. Lach dan Edwin J. Van Kley, University of Chicago Press, 1998
- "Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia", Anthony Reid, Silkworm Books, 2000
- "Makassar Abad XIX", Edward L. Polinggomang, Kepustakaan Populer Gramedia, 2002
- "Islamisasi Kerajaan Gowa: Abad XVI Sampai Abad XVII", Ahmad M. Sewang, Yayasan Obor Indonesia, 2005