Suasana Passerstraat (kini menjadi Jalan Nusantara) di Kota Makassar pada dekade 1910-an. (Dok. KITLV)
Salah satu hal unik ditemukan oleh Yerry dalam penelitiannya. Perkumpulan Tionghoa ternyata turut membidani lahirnya koran bahasa Melayu, dan ini hanya terjadi di Makassar. Perkumpulan tersebut adalah Shiong Tih Hui, yang menerbitkan empat koran yakni Chau Sing, Soeara Siauw Lian, Pewarta Makassar dan Sin Hwa Po.
Koran bulanan Chau Sing (Suara Ombak) mulai terbit pada 15 Juli 1925. Memiliki jaringan distribusi yang luas membuat Chau Sing tak kesulitan menerima iklan dari berbagai kota di Hindia-Belanda. Tapi, koran tersebut mulai mengalami kesulitan pada awal 1930-an.
Selanjutnya ada Soeara Siauw Lian (Suara Kaum Muda) yang menyasar pembaca berusia muda yang diperkirakan terbit pada 1927 atau 1928. Tapi, masalah keuangan membuat koran tersebut sempat beberapa kali berhenti. Kendati demikian, Soeara Siauw Lian dinilai memiliki tujuan yang lebih luas sehingga turut mempekerjakan pegawai non-Tionghoa.
Selanjutnya ada Pewarta Makassar tapi hanya terbit dari Oktober 1931 hingga Februari 1932. Sin Hwa Po (Koran Tiongkok Baru) yang berkantor di Passerstraat (kini Jalan Nusantara) juga tak berumur panjang, sebab cuma menerbitkan dari Desember 1933 hingga Juni 1934.
Pada dekade 1930-an muncul beberapa terbitan lain seperti Favoriet (1928-1929) yang fokus membahas masalah sosial-budaya, Warta Shiong Tih Hui dari perkumpulan bernama sama, serta koran Partij Tionghoa Islam Indonesia yakni Wasilah. Tapi tak ada informasi yang bisa didapatkan tentang riwayat mereka.