ilustrasi ukiran kayu upacara pemakaman Charles Darwin di Westminster Abbey, 26 April 1882 (commons.wikimedia.org/Wellcome Library, London)
Dilansir History, Darwin meninggal di usia tua. Bermula ketika dia merasakan pusing saat memanjat tebing di usia 73 tahun. Dari kejadian ini, kondisinya terus memburuk selama sekitar tiga bulan.
Namun, terlepas dari keraguannya mengenai agama dan tentang kehidupan setelah kematian, Darwin sudah merasa damai saat ajalnya tiba. “Saya sama sekali tidak takut mati,” kata Darwin kepada istrinya. "Ingatlah betapa baiknya kamu sebagai istri bagiku. Beritahu semua anakku untuk mengingat betapa baiknya mereka kepadaku."
Diagnosis postmortem belum ada lebih dari satu abad setelah kematiannya, tetapi dokter dapat menebak penyebab kematian Charles Darwin. Ada yang berpendapat bahwa Darwin mengidap penyakit Chagas, yaitu penyakit yang ditularkan melalui gigitan kumbang pembunuh, salah satu hewan paling berbahaya di dunia. Jika tidak diobati, Chagas menyebabkan penyakit jantung, dan gejala Darwin konsisten dengan gagal jantung.
Charles Darwin meninggal saat ditemani dengan istrinya dan beberapa teman dekatnya. Darwin ingin dimakamkan di pemakaman setempat, yang digambarkannya sebagai "tempat termanis di muka bumi", namun para penggemarnya malah menguburkannya di Westminster Abbey. Bertentangan dengan rumor yang beredar setelah kematiannya, Darwin tidak menarik kembali teorinya atau memeluk agama di akhir hidupnya.
Mungkin fakta-fakta yang kita tahu mengenai Charles Darwin hanyalah masalah teori dan kontroversialnya. Akan tetapi, siapa sangka jika kehidupannya penuh dengan tantangan, tragedi, dan juga kesedihan. Kehilangan orangtuanya, tiga anaknya, dan pertentangan istrinya terkait gagasan-gagasannya, membuat Charles Darwin mengalami kepedihan mendalam, membuatnya menderita masalah kesehatan baik fisik dan mental.