Potret Opu Daeng Risaju, penentang pendudukan kembali Belanda pasca-kemerdekaan dan Pahlawan Nasional perempuan asal Sulsel, di masa tuanya. (Dok. Istimewa)
Pasca-kemerdekaan, Belanda rupanya hendak kembali ke Indonesia, melanjutkan pendudukan. Perlawanan lahir di seluruh daerah, termasuk Sulawesi Selatan. Salah satu figur yang mencuat yakni Opu Daeng Risadju, bangsawan Kerajaan Luwu.
Sosok yang lahir di Palopo, tahun 1880 itu rutin menyuarakan penentangan terhadap kolonialisme pada 1930-an Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Lantaran dianggap berbahaya, Daeng Risadju dijebloskan ke penjara oleh polisi Hindia-Belanda.
"Protes atas penjajahan membuat dirinya dituduh melakukan tindakan provokasi rakyat untuk melawan pemerintah kolonial dan dipenjara selama 13 bulan," ujar Bahri.
"Ini membuat Opu Daeng Risadju tercatat sebagai wanita pertama yang dipenjara oleh pemerintah kolonial Belanda atas alasan politik," imbuhnya.
Tak cuma berhadapan dengan polisi kolonial, ia mendapat tekanan dari Datu' (Raja) Luwu dan Dewan Adat. Gelar bangsawannya dilucuti, tapi ia mendapat tempat di hati rakyat.
Pasca-kemerdekaan, Belanda melalui NICA hendak kembali menancapkan kekuasaan. Daeng Risadju, di masa tuanya, kembali terjun ke medan perlawanan. Ia bahkan terlibat dalam penyerangan pada tahun 1946. Sebulan setelah itu, ia tertangkap.
"Penangkapan tersebut membuat ia dipaksa jalan kaki ke Watampone (Bone) yang berjarak 40 kilometer di usia yang tidak lagi muda. Hukuman ini membuat Opu Daeng Risadju mengalami tuli hingga akhir hayatnya," jelas Bahri.
Daeng Risadju diterungku selama berbulan-bulan tanpa diadili, dan baru dibebaskan setelah Konferensi Meja Bundar 1949. Ia wafat di usia 84 tahun pada 10 Februari 1964, dan tahun 2006 dianugerahkan status Pahlawan Nasional.