Nadjamuddin Daeng Malewa, Perdana Menteri pertama Negara Indonesia Timur, sedang di Konferensi Denpasar yang digelar pada 7 - 24 Desember 1946. (Repro. "From the Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United States of Indonesia" (Yayasan Obor Indonesia, 1996))
Karier politik Nadjamuddin berakhir sebulan setelah Agresi Militer I. Agustus 1947, kabar skandal pengadaan kain mengejutkan Makassar. Ide Anak Agung Gde Agung dalam buku From the Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United States of Indonesia (Gadjah Mada University Press, 1996) menceritakannya dengan rinci.
"Jelang Lebaran, Menteri Ekonomi memberikan kain sepanjang 50 ribu meter kepada orang-orang Muslim yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah. Namun ternyata, yang diterima hanya 9 ribu meter saja. Sisanya menghilang ke pasar gelap, dijual dengan harga tinggi ketimbang harga biasa," tulisnya.
Singkat cerita, penyelidikan polisi menyimpulkan bahwa terjadi kolusi yang melibatkan lingkar dalam Perdana Menteri. Kesaksian seorang pedagang bernama M. Arsjad, penerima kain sepanjang 36 ribu meter, kemudian memberatkan Nadjamuddin. Padahal, ia dengan jelas memberi perintah pengadaan kain dalam jumlah awal, meski hanya melalui secarik kertas bertulis tangan.
Skandal tersebut sampai juga ke kuping Van Mook. Rapat pun digelar dan memutuskan Nadjamuddin telah mencemarkan nama institusi pemerintahan. Pada 20 September 1947, ia dicopot dari jabatan perdana menteri. Ia pun dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada September 1948. Namun, banyak pihak menilai ini adalah intrik politik dalam NIT.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Pascavonis, kesehatannya memburuk. Sejumlah catatan menyebut ia diserang kanker. Tak lama berselang, ia meninggal dunia. Meski disebut dimakamkan di Makassar, tak ada yang tahu menahu letak persis tempat persemayaman terakhirnya.