Kobar di Tanah Banten: Saat Syekh Yusuf Pimpin Perlawanan Rakyat

Makassar, IDN Times - Tahun 1669, setelah nyaris lebih dari dua dekade bolak-balik Makkah-Yaman mendalami beberapa tarekat sekaligus menunaikan ibadah haji, Syekh Yusuf kembali menjejak tanah Banten. Alih-alih langsung kembali ke kampung halaman, ia hendak melepas rindu dengan sahabat masa muda yang telah memimpin Kesultanan Banten: Sultan Ageng.
Siapa sangka, kedatangan kali kedua Syekh Yusuf ke Banten berhasil mengobar perlawanan rakyat melawan VOC. Akibat aktivitasnya di medan tempur, pemilik nama kecil Muhammad Yusuf itu kelak akan menjalani masa pembuangan di tanah yang berjarak 11 ribu kilometer dari kampung halamannya.
Setelah menyandang gelar "Syekh", sosok kelahiran Parangloe, 3 Juli 1626, itu kemudian diangkat menjadi penasihat (mufti) untuk Sultan Ageng. Ia juga menjadi ulama bagi masyarakat dan guru agama di lingkar dalam istana. Singkatnya, Syekh Yusuf memainkan peran penting dalam dinamika sosial-politik Kesultanan Banten.
1. Di masa Sultan Ageng berkuasa, hubungan Kesultanan Banten dan VOC memang tak harmonis
Syekh Yusuf juga datang saat ketegangan antara Banten dan VOC menguat. Pascaperang 1658-1659 yang diakhiri dengan perjanjian gencatan senjata 10 Juli 1659, monopoli dagang kompeni kian terasa. Masa status quo malah digunakan kedua pihak untuk mempersenjatai diri lebih banyak, sembari terlibat dalam beberapa kontak senjata akibat penyerangan loji-loji dagang VOC. Perang selanjutnya seolah tinggal menunggu waktu.
Syekh Yusuf bergabung dengan jalan pedang saat perlawanan dikobar mulai tahun 1682. Menurut sejarawan, ada beberapa faktor latar belakang. Pertama, hubungan diplomatik antara kedua kesultanan. Syahril Kila, dalam artikel jurnal "Syekh Yusuf: Pahlawan Nasional Dua Bangsa" (Walasuji, Vol. 9, No. 2, Desember 2018), menjabarkan bahwa Banten dan Gowa-Tallo telah memiliki hubungan dagang jauh sebelum Perang Makassar pecah (1666-1669).
Namun, hubungan tersebut dibayangi oleh sterotype bahwa orang-orang Makassar saat itu banyak menjadi perompak di laut lepas. Barulah pada masa pemerintahan Sultan Ageng (1651-1680) muncul inisiatif mendatangkan banyak pemuka agama untuk menggembleng mental para prajurit. Salah satunya adalah Syekh Yusuf.