Apa yang diingat jika berbicara seksualitas dalam literatur? Yang paling sering melintas tentu saja Kama Sutra, kitab yang disusun oleh Bagawan Vatsyayana pada abad ke-3 Masehi. Setelah diterjemahkan oleh Richard Burton pada 1883, kitab tersebut masih menjadi bahan diskusi hingga sekarang.
Kitab seksualitas sendiri bukan barang asing dalam peradaban, termasuk di Nusantara. Ada Serat Centhini (Jawa), dan dua lain yang berbahasa Melayu yakni Cempaka Putih dan Kumpulan Gunawan.
Untuk masyarakat Bugis sendiri dikenal Assikalaibineng, lontaraq seksualitas dari abad ke-17 yang banyak terpengaruh ajaran Islam. Kitab ini mendapat ekspos luas setelah dikumpulkan dan dibukukan Muhlis Hadrawi dengan judul Assikalaibineng: Kitab Persetubuhan Bugis (Penerbit Ininnawa, 2019, cetakan kelima edisi revisi).